Mentalitas [Hyper Kronis]

Rabu, 19 Desember 2007

BUKU apa yang kalian kunyah hari ini? Atau tulisan siapa yang hendak dicumbu detik ini; atau teory apa yang merangsak masuk otak kalian saat ini? Ah...tentunya kalian sibuk bergelut dengan rentetan pertanyaaan. tsirt merek apa yang akan kaupakai; lipstik warna apa yang hendak membius para lelaki; atau siapa lagi yang jadi korban libido esok lusa. Carpe Diem sebatas nyanyian transendental, murka sapere aude Kant sebatas gantungan kunci.
“Barang siapa yang tidak bisa geometri dilarang masuk” tertera di balik gerbang masuk Akademia Plato. Pukul 09:00 gembok yang merantai perpustakaan mulai dilepas, perpus konon lumbung khazanah intelektual; seperti di Alexandria; persimpangan embrio filsuf agung abad pertengahan; , city of God-nya Thomas Aquinas, Romeo and Juliet-nya Shakespeare, Hikmah al-Isyraq-nya Suhrawardi, atau Tawasin-nya Al-hallaj, disambung dengan Discourse and Method-nya Rene Descartes, Thus Spoke Zarathustra-nya Nietzsche, hingga Sein Und Zeit-nya Heidegger. Saking berjubelnya warisan itu hingga tak ada satu pun terpampang pada deretan rak buku, begitu sesaknya oleh tumpukan fragmen dakwah kapitalisme rongsokan, komunikasi emansipatoris kerdil, theologi insklusive penjila[tain].

Sedang apa Mahasiswa? apakah kalian merasa resah dan muak menatap kuantitas dan kualitas diperpustakaan kita? Pastinya kalian bisu atau tuli, karena perpus hanya sekedar media penyaluran birahi; sebatas tumbal tugas dosen; bahkan mencari korban libido selanjutnya; atau untuk cari tongkrongan baru. Pernahkah kalian mendengar Alegori Gua Socrates, Logica Aristoteles, Metafisika Sir.M.Iqbal, teori dekontruksi Derrida, atau Tuhan telah Mati Nietzsche. Pasti kalian tak mengenalinya! telinga kalian tersumbat kitab suci MP4, hobi mentransportasikan birahi dalam madat al-wujud, dan menstimulus otak dengan nyanyian oral. Kalian lebih suka berdialektika dengan sinetron, men[sintesis]kan pertandingan Arsenal versus Persib, berkelana menggagas epistemologi kadut.
Apa yang didapat selama berwisata di ruang perpus? sekedar mencatat romantisme holocoust; hanya sekedar asketis bacot, menghapal teori relativisme absurd, atau memahami ontologi simbol sexualitas, terlebih hanyut dalam tragedi ekshibisionis bercampur seonggok tinja di otak kalian. “Pantes loba mahasiswa nuso pinter” padahal isi nya hanya tabula rasa. Retorika kalian memban[tai] sejarah yang dibanggakan, galilah liang lahat sebelum Zarathustra bangkit dari kubur dan memenggal kepala kalian masing-masing. Bersiaplah!? Atau kalian lebih asik masuk neraka penindasan birokrat tak berprikemanu[sia]an, atau kalian sendiri yang enggan mengaku sebagai manusia? ah..begitu pendiam kalian. Sampai-sampai kalianpun ogah merubah rutinitas jadi pengemis nilai. Mau jadi apa ketika waktu dihabiskan hanya ngabudah dihadapan jelangkung; otak koclak “sing era kanu jadi kolot, lain kuliahteh dibiayaan kukolot?” lain kitu!
Deretan buku nampak berjajar, dari yang berjudul Filsafat, Ekonomi, Syariah, Ilmu Hadits, Fiqh, Dan teory dialektika huntu, teory komunikasi plus-plus, hingga cara cepat menjadi PNS, jalan pintas menjadi Dosen, konsep korupsi secara syariah, dan kiat-kiat melanggengkan tahta kerajaan meski tanpa kualifikasi dan otak kosong “pantas banyak dosen/asdos yang kualitasnya dibawah standar” kamaqolaa Darwinisne “barang siapa yang kantongnya tebal atau punya akses politik Ia bisa naik takhta sekalipun otaknya koclak. Dan barang siapa yang tidak punya duit dan tidak ada akses politik, meskipun otak kaya Einstain jangan mimpi”. Bayangkan, miniatur Universitas yang tenggelam dalam manipulasi haus kekuasaan, apa yang akan terjadi?
Mahasiswa dijadikan kerdil, selalu membanggakan ketololannya. Ulah siapa? A[pakah adannya konspirasi para suhu pemegang saham, mereka ingin membumihanguskan setiap militansi. Dan apakah karena mahasiswanya enggan keluar dari lingkaran setan, terlalu nyaman dengan sihir para petinggi, atau mahasiswa terbius oleh romantisme nihilistik gaya Faraoh, atau nyambat Dyonisius dibalik tragedinya, bisa jadi terlena oleh kisah skenario telenovela jurig.
Tak lupa, pagi buat kasir penjaga museum. Apakah bapak-ibu miris melihat manuskrip banyak yang raib; jadi menu utama tikus; lapuk dimakan zaman alias bulukan; jauh dari kata layak, layaknya manuskrip-mu berasal dari abad pra-barang bekas. Apakah sudah tidak ada lagi common sense yang punya mata untuk melihat, dan intuitif dalam meratapi pemandangan yang mengerikan ini? Lantas apa yang jadi kesibukan bapak-ibu? Pastinya para bapak-ibu hanyut dalam rutinitas ngerumpi; asik ber-ekstase ritual asketis main game; berdzikir a-la info[tai]ment gosipisme. Yang pasti “makan ga makan asal ngumpul”.
Kiamat sudah hampir dekat neng, akang, father dan mother!? Konon tanda-tandanya sudah nampak; lenyapnya kitab suci pegangan para pupuhu adat dan Filsuf; pemimpin yang nyeleweng; mahasiswa sudah muak menyentuh buku; ketika atas nama kebenaran kau agungkan ke-egoan komunalisme dan menganggap sesat pada jenis-mu. Apologi huntu selalu berdendang pada sebaris kausa peng-ti[ada] Creati[ive] ex Nihillo.
Nyantai aja lagi!?. Tak ada yang mengusik! Biarkanlah kami yang membangunkan dari ketidaksadaran akan realitas yang hyper kronis stadium [no limits], kalian terlalu asik beronani gaya rektorat. Sekedar gumam yang kami baca dikumpulan ensiklopedi apatis museum kalian. Terima kasih atas manuskripnya yang langka tidak kami dapatkan di perpustakaan manapun, apakah kalian masih saja tertidur atas kebobrokan institusi yang kalian kultuskan.
Buat para mahasiswa yang masih duduk santai dipembaringan, atau sedang ciuman dengan selingkuhannya, bahkan sedang masturbasi dengan play station, atau yang hobi wiridan SMS. “Requeim Aeternam Deo” melesap dalam banalitas hidup. Pantha Rei hujat Heraclitos.


Ruang senyap.
Desember, 18th’2007[adzan Subuh
Read more!

TUHAN?

Jumat, 07 Desember 2007

Ayat-ayat mu tercabik-cabik
terkoyak-koyak
oleh keserakahan
ambisi nafsu duniawi
Dimanakah dirimu TUHAN?

Dago, 23 Desember 2005

TUHAN

TUHAN, Aku sering bertanya pada langit
pada bumi
pada setiap yang tersadari
dimanakah engkau berada?
Hati ini ngasih jawab :
Tuhan ada dalam jiwa yang suci

Dago, 23 Desember 2005


PEREMPUAN

Perempuan itu Goblog.

Dago, Juli 2007


PEREMPUAN

Dia Perempuan Baik

Dago, September 2007
Read more!

Serat pakuat-pakait

KUMISALPEDITOX

Nyakclak totos lalangit pangiuhan,
nyalaleungir bari namprak kaluhur kanu gopur
Munyunghul anu ajeug pageh
manjangkeun leungeuna nuharejo kerngagupayan anu hirup
sangkan nampi anu nolol kaluar matak kabita.
Tapi laindei numurungkut bari jameudud mikiran nungalayang

bakat benang kukasedih, budak cerik, indung bapana ngajerit, dulur salembur kabur,
kurulang-kuriling neangan penempatan
eta mang rupaken kahirupan manusa di alam dunia, silih pakuat-pakait bener-salah,
luhur-handap, harep-tukang, lalaki-awewe, langit-bumi, hirup-paeh, nolol-nyungseb, kulah-cai, juru-sisi, bor-kapur kardus-esi, akar-tangkal, indung-bapak, kolot-budak, adi-lancek,
nyai-akang, teteh-aa, nini-aki, abah-ambu, mojang-jajaka, agama-filsafat.
Read more!

Ngagelebug

kumisalpeditox

Berhembus angin malam berdamping cerahnya bulan
Berhembus angin siang bersandar terangnya cahaya matahari
Berhembus angin darat berayu lambayan dedaunan
Berhembus angin laut benarik tarian ombak

Berhembus nafas dipagi hari ¼ dinginnya subuh
Berhembus nafas disore hari ¼ dinginya ashar
Berhembus nafas yang mendengkur lelapnya tidur
Berhembus nafas yang sekarat 1/2nya kematian

Berhembus angin malam ibarat terbakar disembur air
Berhembus angin siang ibarat ½ kecepatan kipas angin
Berhembus angin di taman tulang malam hari membuat bulu punduk merinding
Berhembus angin perhubung lewat membuat hati kaget

Berhembus nafasmu bau
Berhembus nafas sang Naga membuat hancur Dunia
Berhembus nafas knalpot membuat manusia keracunan
Berhembus nafas lemari ES membuat manusia membeku

Berhembus angin dilautan membuat ikan takan pernah mati
Berhembus angin ditepi gunung membuat pohon menjadi kokoh
Berhembus angin dilangit membuat awan menjadi rapih
Berhembus angin diangkasa membuat planet berputar

Berhembus nafas makhluk dilautan keluar dari insang
Berhembus nafas makhluk didaratan saling berhubungan antara tetumbuhan
Berhembus nafas makhluk diudara membuat sayap menggeplak
Berhembus nafas makhluk ditanah membuat menjadi gembur
Read more!

Izinkan [aKu Kenal Kamu]

Sebuah refleksi atas tatapan kita kemarin-lusa

Disaat perjumpaan denganmu
Menatap senyum-Mu adalah segalanya
Hanya bagiku kaulah segalanya
Yang berusaha menasihati dalam perjamuan ini.
Tapi hanya sesaat kita berjumpa
Setelah itu; kita berpisah dalam
Arah yang berlainan
Seperti kayu yang menjadi abu
Lalu tertiup angin
Aku bagaikan puing batu kelabu
Sekarat dihadapanmu

Aku lepas digergaji waktu
Dan merenungi !
Setiap bayang-bayang itu.


Sekedar Prolog;
Bintang gemintang yang menghiasi gelap malam menebarkan khayalnya ke langit yang diselimuti kabut. Khayal yang melekat dilerung-lerung ingatannya memunculkan citra ke-Akuan yang merana dan menderita. Sambil menyaksikan bentangan sayap-sayap khayalnya aku berkata “apakah aku akan kehilanganmu, karena aku merasa memilikimu” khayalku adalah kesunyian yang paling menyiksa jiwaku.

Dalam kesunyian; bulan menghilang
Ketika malam menggenapkan nada burung
Pada batang cemara sunyi.
Ada yang berderai! Ketika;
Seperti jiwa yang bersitahan
Meredam amuk badai dalam gerimis terakhir
Yang menyeret luka telanjang
Keujung selatan paling sunyi-merekahlah kesumat
Dipenghujung malam,
Terdiam lukai setetes nista.
Ketika terselimuti nyanyian subuh.

Terkadang kita memaknai kebenaran sebatas realitas yang nampak, seringkali terjebak pada hal-hal bersifat inderawi. Sesuatu dikatakan real Apabila dapat menyentuh kulit, sebatas mata memandang, alunan bunyi yang masuk lewat telinga dan lain sebagainya. Itu hanyalah gambaran bagaimana manusia dapat mengenal wujud realitas yang material tidak menjelaskan kebenaran yang mutlak, kalau meminjam istilah Plato adalah bayangan dari dunia idea. Lalu timbul pertanyaan apakah realitas itu tetap atau berubah? adakah hubungan antara yang kekal dan abadi, di satu pihak, dengan yang berubah? di pihak lain karena Segala sesuatu terus berubah, tak ada yang diam. Realitas yang terus bergerak dianalogikan seperti aliran sungai. Hidup terus berjalan [menjadi] tanpa kita pernah mengerti tentangnya kita tak bisa masuk dua kali ke dalam aliran sungai yang sama.
Hanya ada satu yang benar-benar nyata, yang tidak berubah, yaitu Logos atau rasio (prinsip yang tak berubah atau sebab imanen dalam segala perubahan)

Siapakah Aku?
Merayapi lembah gunung ada luka dalam duka, dilempar kedalam kawah memanjat tebing-tebing sunyi memasuki pintu mistery menggores batu dengan kata sederhana.

Setelah tubuhku lelah berlari dari kekaguman
Untaian lisan; tak lebih dari sekedar bualan.
Tulisan hanya pengantar lelap.
Pada sebatang pohon,
Kusandarkan mimpi atas tubuh yang terkoyak.
Sebelum langit berhenti.
Sekejap;
Matapun tak mampu memandang.

Ketika Gilang pertama kalinya melihat sosok aku yang urakan, kucel, dekil, dan gondrong tak ke urus. Pasti akan punya kesan negatif terhadap penampilanku, sah-sah saja bukan saja kamu yang beranggapan seperti itu bahkan hampir semua orang beranggapan apa yang kamu persepsikan tentang aku. Kenapa orang menstigmakan pandangannya seperti itu? Adakah yang salah dengan diriku? jika suatu objek dipersepsi hanya melalui bentuk visual, maka yang nampak hanyalah sebagian bentuknya saja karena kebenaran yang absolut berada di dunia idea. Dunia yang nampak hanyalah pantulan dari bayangan dunia yang sebenarnya. jangan-jangan semua apa yang kita anggap sebagai kebenaran hanya dilihat dari persepsi indrawi.tidak dalam kaidah subtansi yang sesungguhnya. Atau yang lebih parahnya lagi menurut pandangan orang lain. “Suatu kesalahan yang di ulang-ulang akan menjadi kebenaran”

Seperti cucuran air mata
Membuyar di kelopak pandangan.
Bergemuruh hentakan,
Sudut-sudut alam.Temaram siang itu;
Nampak riuh disiram rintik hujan
Menjadikanya segenggam
Harapan yang telah mati;
Mati dalam mengharapkan mu
Sebagai dewi yang datang dari nirwana
Tatapan;
yang kau siratkan kemarin petang.
Melambai dibarengi Seutas senyum,
Kini; tertinggal Dalam kesadaraan
Seiring nafas berhembus.

Kalau boleh jujur aku anti kemapanan, penampilanku selama ini adalah bentuk protes terhadap pandangan umum. ketika kebenaran hanya sebatas simbol maka nalar (pikiran) manusia telah hilang sebagai makhluk yang konon paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Orang dikatakan baik atau sopan apabila ia berpakaian rapi, selalu pake kameja, rajin kemasjid. Padahal kita ga tahu apa yang ada didalam pikirannya atau dibelakang kita berbuat apa, yang tidak semestinya sebagai makhluk ber-akal. Bagiku kebaikan itu adalah proses menjadi.
Adakah hari esok?
Ku-kenal kamu dari jauh, bergetar hati melihatmu
Matamu bening, suaramu bening
Semangatmu hening, wajahmu lembut
Senyummu lembut wujudmu getarkan rasa.

Ketika malam dibungkus selimut hitam, saat orang meringkuk dikedinginan dalam tidur lelap, Aku masih terjaga, duduk dibalik batu yang bisu di saksikan awan yang muram nampak bergejolak oleh goncangan badai. Ada sesuatu yang membuat aku enggan untuk melenyapkan diri dari alam ketersadaran, yang selalu hadir dan mengusiknya hingga akhirnya aku harus merenung dan memikirkan semua itu yang mesti ada jawaban.
Dengan pengalaman aku mengenal kamu,
Melalui ingatan wajah-mu masih terkenang,
Kesaksian akan itu tak bisa terbantahkan.
Berangkat dari rasa ingin tahu;
Tersirat berbagai pertanyaan?
Nalarku menarik pada kesadaran.
Dengan logika; luruskan jalan kesimpulan ini.

Entah melalui jalan Skeptisme, Subjektivisme, Relativisme, Nihilisme, atau dengan mistisme, ah persetan dengan semua itu! Tiupan angin menusuk tulang, hawa dingin menyelimuti tubuh yang merangsek tulang, sesekali aku bergetar dan menggigil Berbatang-batang rokok telah kuhisap, dua gelas kopi hitam habis ku reguk, namun perasaan itu semakin besar menghujam hingga akhirnya aku pasrah dalam ketertindasan memaknainya. Sambil membatin aku berucap “kehilangan adalah kepedihan, berbahagialah engkau, wahai pecinta, yang tak memiliki apa-apa, maka tidak akan kehilangan apa-apa.
Hati yang gusar,
menatap rasa dingin.
gemerlap cahya bulan; sebatas hiasan
matahari tak cerah lagi
tak ada lagi tiupan angin,
bahkan mimpi-mimpipun akhirnya terkoyak
pekat malam
tak goyahkan jasadku
tuk segera terlelap,eksistensi:
sebatas nyanyian di padang syiria.
Lorong pikiranku
berujung di batas kematian,
sang kekasih;
kehembuskan ayat-ayat cinta dalam mimpimu.
Ketika kau sadar, semuanya telah berlalu.
Tak ada lagi cerita indah
Tersisa hanyalah settitik buih pasir
Ditelapak raga.

Aku tak pernah dapat mengenal seseorang secara utuh pada pertemuan pertama. Kita butuh waktu untuk mengenal bagian terdalam dari diri seseorang. Pertama kali kita mengenali seseorang tentu berdasar kabar mengenai orang itu, kabar itu memberikan banyak praduga dalam diri kita. Lalu pada saat kita melihatnya secara langsung, sebagian praduga itu berguguran, karena melalui pandangan inderawi sendiri kita menemukan keindahan tubuh yang lebih dari apa yang digambarkan orang lain. Kemudian, dengan mencintai keindahan tubuh yang kita lihat, kita akan mencintai bukan lagi keindahan yang kita lihat itu melainkan juga sesuatu yang tidak kelihatan, yaitu jiwa yang indah. Dari sana kita menuju cinta akan pemikiran dan ide-ide yang indah, lalu kita bergerak menuju cinta sejati.

Bila ziarahku usai disini,
Sebelum berpapasan dengan nafas-Mu
Ijinkan aku melesap di petapaan
tanpa ada tangisan.
Usia bukan milik kita; Glang,
Hanya satu, pintaku; Glang,
Jalarkan sebaris Edellweis
Senyummu dipusaraku. Aku
Pergi ketempat yang damai nan kekal:
Seabadi potretmu dihatiku

Keramaian yang selalu menggema seketika terasa diam, hampa, tanpa ada nyanyian manusia yang membicarakan hidupnya. Hanya ada aku yang terdiam dipojok reruntuhan jiwa, jatuh tertimpa kenyataan cinta yang enggan menyapa. Yang dimana semua harapan-harapan pencarian kebenaran akan cinta musnah sudah tanpa ada yang tersisa lagi dan akhirnya mati mengenaskan. Akankah cinta itu mewujud dalam wujudnya yang absolut ?

Ciung Wanara, November 21 th 2007 [05;30 am]
[lelaki Disimpang ke-Gilaan]
Read more!

men[cinta]imu

SYAHDAN, suatu hari seorang kakek berucap pada pemuda yang dicampakkan cintanya, “adakah engkau mencintai sesuatu yang diharapkan datang menyapamu: sekalipun berasal dari dunia antah-berantah?”. Pemuda itu hanya diam.
Manusia seringkali dihadapkan pada persoalan paradoks hinaan dan pujian, sedihan dan kebahagiaan; yang berbaur dalam kefanaan. Cinta, selain dianggap sebagai omongan para bencong, pada kenyataannya memang tabu diperbincangkan. Pertanda manusia belum cukup dewasa menerima segala ketaksempurnaannya.

Ada hal yang lebih menarik mengapa cinta ada di ruang privat: sebab di sana ada jerembab kategori perempuan dan lelaki; temali-keterikatan: sisanya hanya perpapasan antara “[Bu]Clitor dan P[ak]Enis”. Tapi bagaimana jika percintaan tak diasumsikan sebagai persekongkolan antardaging?
Sartre pun juling menatap cinta, “Seseorang mencintai lawan jenisnya karena ingin menguasai yang dicintainya; baik pikiran, waktu, dan tubuh.” Maka cinta menghantam dari ketaksadaran kita. Dia datang, tak pernah diduga; lalu diam dalam struktur anatomi tubuh, mengkarat, dan mendarah daging! Ya, memang ini daging. Tapi Sartre mungkin lebih senang bilang: daging-akal-bulus.
Tapi dapatkah jika cinta digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan: kekerasan yang secara diam-diam diidamkan bersama-sama?
Ternyata manusia masih berkutat pada hal-hal sepele. Orang terkadang mencintai lawan jenis didasarkan pada kebutuhan biologisnya, bukan berasal dari cinta un sich, pada kesungguhan wujudnya. Bahkan, suami-istri yang saling mencintai sekalipun; ketika prosesi intim, yang berkata bukan cinta; tapi nafsu. “Senggama juga terjadi di kepala, Brow!” tiba-tiba Erica Jong teriak!
Apakah cinta dan nafsu punya kesamaan, atau pembeda. “Tapi bagaimanapun,” ungkap pemuda itu akhirnya mengurai kata, “yang kini nyata adalah keduanya berakhir di persinggungan gesek dan kejang. Jadi mungkin cinta itu bahasa halusnya, dan nafsu bahasa kasarnya. Toh keduanya mempunyai tujuan yang tak terlalu beda, simulasi birahi: sisanya cuma mengaduk cairan luka. Hasrat.”

[lelakidisimpang [kegilaan]
ciung wanara 2007
Read more!

ADIOSSOLITERIUM

Mayz; bila ziarahku asai disini, sebelum akhirnya kulekatkan
Nasib ini, izinkan aku melesap dipertapaan tanpa ada
angisan. Usia bukan milik kita, may

Hanya satu, may;
Jalarkan sebaris edellweis senyumu dipusaraku. Aku
Pergi ketempat yang damai nankekal; seabadi potretmu
dihatiku

Lelaki disimpang ke[gilaan]
Julyduarebutujuh
Read more!

Teologi Keberagamaan Pluralisme Liberatif

Jumat, 30 November 2007

Oleh Saeful Anwar

“Meskipun ada bermacam-macam, tujuannya adalah satu. Apakah anda tidak tahu bahwa ada banyak jalan menuju Ka’bah?....oleh karena itu apabila yang anda pertimbangkan adalah jalannya maka sangat beraneka ragam dan sangat tidak terbatas jumlahnya; namun pabila yang anda pertimbangkan adalah tujuannya, maka semuannya terarah hanya pada satu tujuan.”
[Jalaludin Rumi]

AGAMA adalah obyek perbincangan dan pergerakan yang senantiasa terus menarik untuk didiskusikan sepanjang zaman, rentangan waktu dari hal-hal yang berbau mitos hingga dimana sains mendominasi dalam berbagai hal. Hal ini di sebabkan karena fungsi dan peran agama yang unik dan menarik, yaitu sebagai sesuatu yang berwajah ganda. Agama, di satu sisi menjadi pedoman kehidupan, perdamaian, dan tuntunan moralitas demi keselamatan baik individu maupun social secara universal. Akan tetapi, di sisi lain agama sering menjadi penyebab konflik, peperangan, kultus, dan kekacauan atau chaos bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Di samping itu, fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan, agama sering dicampuradukkan dengan penafsiran keagamaan. Maksudnya; perbedaan itu sering berujung pada pemberian vonis kesalahan terhadap orang lain yang tidak sepaham. Adanya truth claim; pada kelompok sendiri, dan kelompok yang lain dianggap jauh menyimpang dari kebenaran diluar dari golonganya, agamanya, keyakinannya dan dicap sesat atau murtad (orang yang keluar dari agama), sedangkan yang menurut mereka benar adalah apa yang jalani menurut keyakinannya. Seperti apa yang dikemukakan oleh kelompok konservatif garis keras yang menolak fakta pluralisme, yang terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu tentu saja berbahaya karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan keagamaan.

Pada konteks ini tejadi klaim kebenaran (truth claim) secara eksklusif, dimana kelompok yang memiliki keabsahan karakteristik beragama seperti ini, keabsahan teologinya ada pada nya, dan keselamatan (salvation claim) hanya ada dan menjadi milik mereka pula. Memperhatikan tanggapan pesimisme Wilson terhadap keberagamaan seperti itu sesungguhnya merupakan kritik keras dan peringatan terhadap peranan semua agama. Bahwasanya dalam setiap agama pasti ada penganut yang memiliki potensi negatif dan destruktif yang membahayakan, yang mengancam pada tingkat kekacauan (chaos). Sungguh sangat ironis ketika agama sudah hilang semangat kemanusiaannya dalam suatu peradaban maka ia akan tampil sebagai instrumen yang dapat menhancurkan peradaban maka sudah pasti ia akan tampil sebagai instrumen yang menghancurkan manusia dan peradabannya. Munculkan klaim kebenaran dan penafsiran agama itu juga menjadikan para pemeluk agama dan tokoh agama berperilaku dengan menggunakan standar ganda (double Standards) kebenaran. Maksudnya baik orang Islam ataupun non Islam selalu menerapkan standar-standar yang berbeda untuk dirinya, biasanya standar yang bersifat ideal dan normative untuk agama sendiri, sedangkan terhadap agama lain, memakai standar lain yang lebih bersifat realistis dan historis.

Paradigma Keberagamaan
Penafsiran dan keberagamaan, pada dasarnya muncul sesuai dengan tingkat pengetahuan, lingkungan sosial dan kultural, serta keyakinan yang dibawanya sejak dari kecil (agama orang tua). Hingga dewasa ini, paradigma keberagamaan umat manusia umumnya bisa ditipologikan menjadi tiga golongan.

Pertama, paradigma eksklusif, pandangan yang dominan ada pada kalangan ini, adalah bahwa agama merekalah yang menjadi satu-satunya jalan keselamatan, sedangkan agama lain semuanya menuai kesalahan. Bagi agama Kristiani, pandangan ini menganggap bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan untuk keselamatan. “akulah jalan kebenaran dan hidup, tidak ada yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” , sehingga muncullah perumusan istilah extra ecclesiam nulla salus (tidak ada keselamatan di luar Gereja) yang pernah dikukuhkan dalam Konsili Florence 1442. Sedangkan bagi kalangan Islam, landasan teologisnya adalah penafsiran secara tekstual pada ayat-ayat Al Quran tentang kebenaran tunggal agama Islam. “sesungguhnya agama (al-din) disisi Allah adalah Islam” dan ada ayat lain yang memperkuat ayat ini berbunyi “barang siapa mencari agama selain Islam, maka (agama itu) sekali-kali tidak akan diterima dari Dia, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi” Implikasi sosial dari pandangan-pandangan tersebut adalah tertutupnya pintu dialog dan kerja sama antar agama. Bahkan, bisa jadi keragaman pemikiran dalam agama sejenis tertutupi oleh dominasi sekelompok paham. Pluralisme adalah pondasi dalam membangun masyarakat demokratis, bukan paham yang merusak agama atau anti agama, yang merupakan statement bagi para penentang paham pluralisme yaitu kaum Tradisional, fundamentalis dan konservatisme yang selama ini mereka teriakan.

Kedua, paradigma inklusif, menurut kalangan ini agama-agama itu pada dasarnya semuanya berasal dari Yang Satu. Sedangkan perbedaan agama, hanyalah jalan menuju ke Yang Satu dengan mereka, seluruhnya ditulis oleh Allah Ta’ala bahwa menyesuaikan diri dengan pembawa, kaum penerima, bahasa, serta lingkungan geografis. Menurut pandangan Umar Sulaiman Al-asyqar, seorang sarjana Muslim yang berdomisili di Kuwait, memaparkan pandangaannya tentang kesatuan agama menegaskan bahwa agama yang diturunkan Allah kepada Nabi dan rasul adalah satu, yaitu Islam. Islam bukan nama untuk satu agama tertentu, tetapi adalah nama yang didakwahkan oleh semua nabi. Senada dengan apa yang dikatakan Nurcholish Madjid. “ Maka semua nabi itu dan para pengikut mereka adalah orang-orang muslim. Hal ini menjelaskan bahwa firman Allah dalam (Q 3:85 dan Q 3:19) tidaklah khusus tentang orang-orang (masyarakat) yang kepada mereka nabi Muhammad s.a.w diutus, melainkan hal ini merupakan suatu hokum umum (hukm amm, ketentuan universal) tentang manusia masalau dan manusia kemudian hari. Kesemuanya itu mengisyaratkan adanya titik temu agama-agama ini harus dijadikan sarana untuk membuka diri atau bersimpati terhadap kebenaran agama orang lain. Kalau Allah menghendaki, maka umat manusia itu menganut satu agama saja, tetapi Allah menciptakan beragam agama, agar bisa menguji siapa yang paling baik amalnya, yang diharuskan adalah berlomba-lomba dalam kebajikan (Fatabikhul khairat)

Ketiga, paradigma pluralis atau paralel. Menurut kalangan ini, setiap agama pada dasarnya berbeda dan mempunyai jalan keselamatan sendiri. Namun ada persamaan yang senantiasa ada, yaitu nilai-nilai perenial agama yang mengajarkan tentang kebaikan, perdamaian, melarang kejahatan, serta tolong-menolong dengan orang lain. Tokoh paradigma ini adalah John Harwood Hicks (1973) yang melakukan revolusi dalam teologi agama-agama. Menurut dia, teologi agama-agama harus senantiasa diperbarui guna menyesuaikan diri dengan pengetahuan manusia dan perkembangan zaman. Paradigma baru itu adalah dialog dan kerja sama antaragama untuk menciptakan kemanusiaan universal dan keselamatan sosial demi perdamaian di muka Bumi. Metafor yang mengukuhkan paradigma pluralisme agama adalah pelangi. Maksudnya, pada dasarnya semua agama mempunyai warna dasar yang sama, yaitu warna putih. Akan tetapi, warna ini sering tidak terlihat dari warna luarnya yang berupa hijau, biru , kuning, dan sebagainya, yang sebetulnya menyimpan warna putih juga (baca-Kristen, Budha, Islam, dan sebagainya). Warna dasar pelangi inilah yang dalam agama dinamakan sebagai "agama primordial" atau "nilai perenial".

Oleh karena itu, perbedaan agama pada kalangan ini diterima sebagai pertimbangan dalam prioritas "perumusan iman" dan "pengalaman iman". (Islam Pluralis, hal. 49-50). Sama apa yang dirumuskan oleh Sayyid Hossein Nasr, setiap agama pada dasarnya distruktur oleh dua hal tersebut. Sikap pluralis bisa diterima jika seandainya perbedaan antara Kristen dengan Islam diletakan dalam posisi yang lebih penting diantara keduannya. Islam mendahulukan perumusan iman, dan pengalaman iman mengikuti perumusan iman tersebut. Sedangkan dalam ke Kristenan mendahulukan pengalaman iman (dalam hal ini pengalaman akal Tuhan yang menjadi manusia pada diri Yesus Kristus, yang kemudian disimbolkan pada sakramen Misa dan Ekaristi) dan perumusan iman mengikuti pengalaman ini, dengan rumusan dogmatis melalui Trinitas.
Ketiga tipologi paradigma keberagamaan di atas bukanlah hal yang kaku dan tetap. Akan tetapi, semuanya adalah persoalan pilihan kehidupan dan keyakinan. Apa yang kita anggap sesuai dengan keyakinan kita tentang konsepsi teologi tanpa menjustifikasi penganut lain yang tidak sepaham. Hal itu menjadi masalah tersendiri, ketika realitas sosial dan masyarakat yang ada menunjukkan fakta yang berbeda dengan keyakinannya. Artinya, paradigma keberagamaan itu bisa mengganggu orang lain dan kurang memberikan manfaat pada tatanan sosial yang ideal.
Fakta dan keniscayaan pluralisme

Pluralitas adalah realitas yang betul-betul terjadi di sekitar kehidupan kita sehari-hari. Hal itu nampak pada pluralitas agama, budaya, latar belakang pendidikan, ras dan suku, serta kesenangan bahkan jalan hidup masing-masing manusia. Pluralitas atau keragaman berbagai hal itu sebetulnya memang sebuah hal yang alami tanpa melalui rekayasa atau kehendak manusia. Maksudnya, itu adalah kehendak Tuhan sebagai pencipta manusia dan seluruh kehidupan yang ada di muka bumi. Tentunya, dengan tujuan agar perbedaan itu diambil aspek positifnya sebagai jalan pemandu untuk bekerja sama, intropeksi diri, dan tolong-menolong.

Keragaman di atas pada awalnya memang tidak menimbulkan persoalan atau gejolak sosial. Mari kita lihat apa yang yang merjadi konflik di Indonesia akhir-akhir ini, dimana konflik merebak dengan mengusung bendera agama dan ras, kalau kita menelaahnya sesungguhnya konflik tersebut berawal dari factor social, ekonomi, dan politik seperti kerusuhan bernuansa SARA menewaskan ribuan manusia seperti kerusuhan Ambon, timor-timur, Sambas dan lainnya adalah sebagian dari daftar panjang kerusuhan yang terjadi karena dilator belakangi oleh konflik agama. kerusuhan masaal yang terjadi tahun 1998 dimana ratusan gereja dan tempat usaha etnis China dibakar, dirusak dan dijarah, bahkan yang tidak manusiawi anak-anaknya diperkosa bahkan ada yang sampai dibunuh.

Seperti yang terjadi baru-baru ini adanya bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama yang berjuang menegakan ajaran Tuhan dimuka bumi Pada dasarnya apayang dilakukan adalah hal yang bodoh kerena islam tidak mengajarkan kekerasan. Paradigma keber-Agamaan seperti itu patut dikatakan keliru karena agama diturunkan dari Tuhan untuk kepentingan manusia, bukan dari Tuhan untuk kepentingan Tuhan, dan bukan pula dari manusia untuk Tuhan. Melainkn dalam hal ini Tuhan berposisi sebagai sumber spirit moral. Dari Nya manusia berasal, kepadanya pula manusia akan kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya selama hidup didunia. Agama pada dasarnya bersifat kemanusiaan tetapi bukan berarti kemanusiaan yang berdiri sendiri melainkan kemanusiaan yang memancarkan dari wujud Tuhan. oleh sebab itu, sebagaimana nilai kemanusiaan tidak mungkin bertentangan dengan nilai keagamaan maka nilai keagamaan mustahil menentang nilai kemanusiaan.

Yang menjadi kecurigaan; jangan-jangan ada kekuatan lain yang menggerakannya sehingga yang muncul adalah konflik yang dibangun seakan-akan bermuatan SARA. Karena mereka sering dibarengi dengan keinginan untuk menguasai, (social, politik dan ekonomi) meminjam istilah Nietzsche - will to power -, sering menjadikan mereka menghalalkan segala cara. Penghalalan segala cara adalah naluri hewaniah manusia yang sering muncul ke permukaan. Padahal, ada sebuah nilai keluhuran manusia berupa akal sehat dan hati nurani yang harus senantiasa dipertimbangkan ketika melakukan sebuah tindakan.
Nilai keluhuran dan kemanusiaan itu ketika diperhadapkan dengan realitas pluralitas, adalah sebuah sikap yang menghargai perbedaan disertai dengan kearifan menerima dan mengakui kebenaran orang lain. Dalam keberagamaan, sikap ini mewujud dalam implementasi paradigma pluralisme agama sebagaimana dijelaskan di atas. Oleh karena itu, dalam realitas pluralitas yang terbentang di hadapan kita, sebuah sikap pluralis dalam beragama adalah sebuah keniscayaan yang mesti dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Amin Abdullah (1999), realitas pluralitas agama yang belum berlanjut pada pluralisme keagamaan itu, disebabkan oleh adanya hegemoni kepentingan dan egoisitas pada sekelompok orang atau golongan tertentu. Tindakan dan kepentingan itu juga sering mereka justifikasi dengan landasan teks-teks keagamaan.

Anehnya, penafsiran teks keagamaan itu sering mereka lakukan secara terpisah dengan realitas sosial yang terbentang di permukaan. Padahal, untuk menciptakan sebuah pluralisme keagamaan meniscayakan penafsiran yang mengompromikan antara aspek historisitas dan normativitas teks keagamaan (baca-kontekstualisasi).

Pandangan pluralisme yang dimaksudkan di sini bukan berarti mencampuradukkan atau membuat "gado-gado" agama, atau dalam istilah lain disebut sinkretisme yaitu pandangan yang mencampuradukan semua agama atau menjalankan ajaran semua agama sekaligus karena semuannya dianggap memberikan keselamatan (Jalaludin Rakhmat) ;namun justru penghargaan dan penggalian nilai-nilai kebenaran universal agama untuk kebaikan bersama. Seperti ditegaskan oleh Alwi Shihab, bahwa pluralisme bukanlah relativisme an sich, namun juga menekankan adanya komitmen yang kukuh pada agama masing-masing dan membuka diri atau bersifat empati terhadap kebenaran agama lainnya (Islam Inklusif, Mizan, 1997). Jadi, yang perlu digarisbawahi adalah sikap untuk menjunjung tinggi kebaikan bersama dan menghindari klaim tunggal kebenaran. karena setiap pemeluk agama lain terdapat keselamatan.
Pluralisme keagamaan dan praksis sosial

Esensi kebenaran sebuah agama sejatinya terletak pada jawabannya atas problem kemanusiaan. Sebab, sesungguhnya agama sejak awal mempunyai misi suci untuk menyelamatkan dan menuntun manusia menuju jalan kehidupan yang baik dan benar. Maka, pernyataan Gregory Baum (1999) yang menyatakan bahwa kebenaran agama terletak pada komitmen solidaritas dan visi emansipatoris, sangatlah relevan. Bila agama tidak menunjukkan kedua hal itu lewat penafsiran dan perilaku pemeluknya, maka lambat laun agama pasti menjadi komoditi yang tidak laku di pasaran. Bahkan akan sampai pada pembunuhan nilai-nilai spiritual seperti yang terjadi akhir-akhir ini dimana agama dikambing hitamkan penyebab berbagai konflik horizontal. Jika seorang pemeluk agama bentrok dengan pemeluk agama lain akan dianggap sebagai “sebuah tindakan melawan kezaliman” sedangkan jika orang yang berada di agama lain akan berpikiran sebaliknya.
Oleh karena itu, pluralisme keagamaan haruslah juga menghadapkan dirinya dengan problem kemanusiaan kontemporer. Maksudnya, teologi pluralis haruslah mempunyai tujuan spesifik untuk membebaskan kesengsaraan dan penderitaan umat. Hal tersebut bisa dilakukan, jika para agamawan dan umat beragama mengembangkan - meminjam istilah Erich Fromm - keberagamaan yang humanistik. Artinya, mereka senantiasa peduli, peka, dan mempunyai komitmen terhadap penderitaan yang terjadi di sekelilingnya. Kepedulian dan kepekaan ini, menurut Paulo Freire, akan terwujud jika mereka memiliki kesadaran kritis dalam melihat setiap kejadian dan permasalahan.
Bila teologi pluralis itu tidak dikembangkan dan dikawinkan dengan tujuan pembebasan kemanusiaan, maka ia akan sekadar menjadi obyek ilmu pengetahuan yang abstrak dan menggantung di langit; hanya menjadi obyek ilmu pengetahuan yang tidak mempunyai dimensi praksis. Padahal, paradigma ilmu sosial tradisional yang obyektif dari ideologi telah dirubuhkan oleh paradigma ilmu sosial kritis yang membebaskan (Jurgen Habermas, 1993). Maka, teologi pluralis sudah selayaknya mempunyai dimensi pembebasan dan tujuan ideologi untuk kepentingan sosial yang mencerahkan.
Sebab, jika tidak dilakukan, teologi itu justru bisa dimanfaatkan oleh sekelompok agamawan guna melanggengkan status quo kekuasaan dan pemberangusan kritisisme masyarakat seperti yang terjadi menimpa umat Islam sekarang dimana hanya tunduk pada titah sang Kyai yang hanya mendasarkan agama secara tekstual tradisional, sehingga santrinya didorong dipaksa bersikap taklid terhadap keyakinan baik secara teologis maupun dalam tataran praksis.
Sekedar Penutup
Akhirnya, keberagamaan pluralis adalah sebuah agenda pekerjaan mendesak yang membentang di hadapan kita. Mengingat, banyak problem-problem ekonomi, politik, sosial, keamanan, dan kemanusiaan lainnya yang tidak lekas terselesaikan akibat ketidakseriusan sebagian orang. Maka, kaum agamawan dan umat beragama hendaknya memelopori sebuah praksis sosial yang berwujud pada kesadaran kritis dan keterlibatan pada upaya demokratisasi dan pengentasan krisis terutama krisis berfikir. Apa yang kita harapkan adalah munculnya pandangan-pandangan keagamaan yang lebih progresif, inklusif, dan kesaling pengertian antar agama, yang telah menjadi obsesi cultural maupun teologis kita di Indonesia.
*****
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar Umat. Jakarta: Kompas, 2002.
Akbar S Ahmed. Postmodernisme and Islam, Terjemahan Afif Muhammad. Mizan, Bandung, 1998.
Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Bandung: 1999.
Bulletin Kebebasan. Edisi 01,02,03 dan 04. Lembaga Studi Agama dan Filsafat. Jakarta; 2006
Jurnal Emanasi, edisi 01, Lembaga Kajian dan Penulisan UIN SGD Bandung, 2001
John Hickk, God and the Universe of Faiths, One World Publications Oxford, i993
Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keislaman, Kemanusiaan, Dan Kemodernan, Paramadina, Jakarta, 1995, Cet 3
Madjid, Nurcholish. Pluralisme di Indonesia, jurnal Ulumul Qur’an, No 03, Vol VI i995
Madjid, Nurcholish. Masyarakat Religius, Paramadina, Jakarta, 1997
Muhammad, Afif. Islam Mazhab Masa depan: Menuju Islam Non-Sekterian. Bandung: Pustaka Hidayah, 1998
Rachman, Budhy Munawar. Islam dan Pluralisme; Nurcholish Madjid. Paramadina; Jakarta 2007
Rachman, Budhy Munawar. Pluralisme dan Masalah Teologi Agama-agama, 1999
Osman, Fathi. Islam, Pluralisme dan Toleransi keagamaan. Dalam pandangan al-Qur’an, kemanusiaan, sejarah, dan peradaban. Paramadina; Jakarta 2006
Schoun, frithjop. Mengenai jejak-jejak agama abadi (Sur Les traces de la Religion perenne) diterbitkan pada tahun 1982
Schoun, frithjop. Mencari titik temu Agama-agama, terj, Safroedir bahar dari judul asli, The Transenden Unity of Religion, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987.
Read more!

ANAKKU, PRIA SIMPANANKU

Kamis, 29 November 2007

Ratna, harus hamil tanpa seorang suami. Orangtuanya yang kaya dan dihormati, harus memikul rasa malu, akibat kecerobohan anaknnya. Padahal mereka telah menjodohkannya dengan seorang pria, anak dari temannya. Keluarga pria menerima perjodohan tersebut, walaupun dalam kondisi hamil. Namun keduanya sepakat, untuk menunda pernikahannya, disamping menunggu kelahiran si cabang bayi.
Akhirnya Ratna melahirkan, ia pun pingsan akibat kelelahan. Namun si jabang bayi lahir dalam kondisi sehat dengan berjenis kelamin laki-laki. Pada saat itu, kedua orangtuanya mengambil si bayi, tanpa sepengetahuannya, dan menyerahkan bayi itu kepada saudaranya agar dirawat.

Ratna pun mulai membuka kedua matanya, menatap sekitarnya, dan membalas senyuman orangtuanya, yang tersenyum bahagia akan kondisi Ratna yang mulai membaik. Luput dari perhatian itu, ia pun bertanya akan kondisi anak yang ia lahirkan.
“Bagaimana keadaan anakku bu”? Tanyanya.
“Anakmu tidak terselamatkan dan meninggal, sewaktu dilahirkan”. Jawab ibunya.
Tidak terlihat keceriahan di wajah Ratna. Ia lebih banyak berdiam diri, meneteskan airmata, sedih akan musibah yang menimpa anaknya. Setelah menikah, orangtuanya menganjurkan untuk tinggal diluar negeri. Dengan harapan kesedihannya dapat terobati. Duapuluh tahun lamanya, akhirnya keduanya kembali ke Indonesia.
Andi telah tumbuh dewasa, menjadi anak yang baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia tinggal bersama orangtua asuh, yang ia kenal sebagai orang tua kandungnya. Hari-harinya digunakan untuk berjualan, memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang pas-pasan. Disamping itu pun ia harus membagi waktunya untuk menggapai cita-cita dan karirnya.
Sedangkan Ratna yang biasa hidup bebas, mulai kesepian dengan kesendiriannya, suaminya yang bekerja hingga larut malam, tidak bisa menemaninya terlalu lama. Sehingga ia pun bosan, mencari suasana untuk mengobati kesendiriannya, berkumpul bersama teman-teman seusiannya.
Suatu ketika, Andi harus mengahadapi masalah yang sangat besar. Penyakit ayahnya mulai kambuh dan harus dioprasi. Untuk itu, ia harus mencari uang yang cukup besar jumlahnya, untuk biaya oprasi. Andi merasa bingung, hendak kemana ia menari uang yang begitu besar dalam waktu yang sangat singkat. Akhirnya ia mengambil inisiatif untuk menemui temannya, yang selalu membantunya dalam kondisi seperti itu. Disamping itu, ia tahu bahwa temannya Aldy sangat mudah mendapatkan uang yang besar jumlahnya dalam waktu yang sangat singkat.
Andi bertemu dengan Aldy, mencoba menanyakan tentang pekerjaan, dan menjelaskan untuk apa ia butuh pekerjaan. Aldy pun menjelaskan mengenai pekerjaannya sebagai gigolo “lelaki penghibur”, yang pada akhirnya Andi pun menjadi terjerumus. Karena dengan itu, ia berpikir dapat menghasilkan uang yang banyak, tanpa waktu yang lama.
Dalam sebuah arisan, Andi dipertemukan dengan tante-tante “Ratna” yang tiada buka adalah ibu kandungnya sendiri. Keduanya pun tidur bersama-sama dalam satu kamar, di sebuah hotel, mengerjakan sesuatu, seperti layaknya suami istri. Hampir setiap minggu mereka bertemu, melakukan apa yang seperti biasa mereka lakukan.
Suatu ketika nenek sekaligus orang tua Ratna, mengunjungi saudaranya yang mengasuh dan membesarkan Andi. Dan bermaksud mempertemukan Andi dan ibu kandungnya “Ratna”. Keduanya pun (Andi dan Ratna) diundang di sebuah hotel, tanpa diberitahukan apa maksud dari undangan itu.
Setelah keduanya datang, disamping keluarganya yang lain, Andi dan Ratna kaget, saat keduanya duduk berhadapan. Andi teroma, saat orangtua asuhnya mengatakan bahwa Ratna adalah ibu kandungnya. Andi keluar, menangis sambil menjerit seperti menyesali sesuatu. Tak bisa memaafkan dirinya, Andi bunuh diri, melompat dari atas hotel. Sedangkan ibunya “Ratna” menjadi gila.
Read more!

He heh......

[kumispheditox]

Bahasa senyuman?! Kayanya selintas tak terfikirkan istilah itu ke dalam benak kita. Yaa, itulah bahasa senyuman: tentang makna hidup dan kehidupan bijak. Mengapa orang jarang melakukan hal itu? Karena sering senyuman itu dilekatkan pada orang yang tidak normal. Justru senyuman punya banyak makna.
Pertama, ia bisa menyapa orang lain. Senyuman tak usah membutuhkan tangan: sebab dalam melambai senyuman menjadi punya banyak makna yang beda. Ia cukup murah: ia membuat kebaikan hanya dengan dirinya sendiri, bibir. Emang ada gitu senyuman yang pake pantat? Ada. Apa? Kentut. Itu bukan senyuman tapi sapa. He heh....tapi bukankah senyuman puka makna juga menyapa? Ya, tapi persoalannya bukan begitu. Bayangin kalo nyapa pake pantat. Kayaknya celana punya lobang tiga ‘kan. Ah ribetttt.

Kedua, ia bisa mengendalikan emosi, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal. Bahkan ia adalah penangkal egois. Senyum bisa membuat orang marah jadi serba salah. Sekaligus membuat orang berdosa: ya, senyum bisa bikin orang jadi salah sangka.
Ketiga, ia bisa bikin awet muda: periang dan punya mimik yang cerah.
Keempat, ia dapat menarik respon sopan dari orang lain.
Kelima, mengatupkan bibir bisa dikatakan anti-sosial, namun bibir menganga adalah mempertontonkan aib: bukankah yang menempel di gigi adalah manifestasi dari prosentase maruk-rasuknya manusia?. Singkatnya, senyuman mampu memperlihatkan separuh diri kita.
Read more!

RUTINITAS

Malam terasa sunyi. Alunan lagu telah berhenti, mulai dari Fuck The Sistemnya-SOD sampai Naha Salah-nya Doel Sumbang. Jari-jari tangan menekan aneka hurup membentuk kata. Kata merangkai dengan kata menjadi kalimat. Kalimat saling menyusun menjadi bahasa. Bahasa demikian kita menyebutnya adalah media dimana jiwa dunia menjadi tak bernyawa. Tapi dengannya makna bukan lah hanya rasa. Ia adalah suara, bunyi, tanda bagi manusia. Mungkin dengannya manusia bisa menghadapi, memahami menjalani hidup di dunia.
Scientific social Qura’ani, adalah sebagaian kata dari satu judul tulisan yang secara tiba-tiba mengingatkanku pada perjalanan selama ini mengeluti berbagai buku. Seperti tamu yang datang tak diundang sebersit gagasan terlintas di kepala.
Sudah lama kertas kuning tipis itu berada di atas tempat tidur. Sering terlihat tapi tak pernah bermakna lebih selain sebagai sebuah buku yang membuat kamar tidur “pabalatak”berantakan dan aut-autan. Membuat kasur tak dapat dipakai merebahkan badan, tidur. Menjadikan suasana ruangan tak nyaman. Membuat pemandangan tak sedap dilihat.

Tapi saat itu alangkah berbeda sekali. Tak jelas apanya yang beda. Ketika bukunya masih itu juga, ketika matanya masih ini juga, ketika ruangannya bertempat di situ juga, bahkan mungkin ketika letaknya masih seperti itu juga, segala sesuatunya menjadi lain.
Itulah barangkali yang disebut dengan ketersingkapan. Sebuah hal berbeda yang sama sekali muncul dari sasuatu yang masih itu-itu juga. Itu juga barangkali yang disebut perubahan makna. Buku tipis yang asalnya bermakna sebagai sesuatu yang hanya sebagai setumpuk kertas bertuliskan Scientific social Qura’ani berubah menjadi sesuatu yang membuat aku ingat dan kemudian punya keinginan besar untuk diperjuangkan. Bahkan aku menjadi tahu juga dengannya apa yang menjadi orientasiku ke depan dalam belajar.
Asburditas, itulah istilah yang aku ingat ketika berkaitan dengan apa yang dialami saat ini. Rutinitas adalah sebuah kenyataan yang memenjarakan manusia dari kesadaran akan pluralitas makna hidup di dunia. Sebuah jebakan sehingga manusia tak dapat memahami hidupnya di dunia secara utuh. Adalah tak aneh kalau bahwasanya dalam hal berikut situasinya yang berbeda kita mempunyai makna lain, kesadaran lain dan perasaan yang lain. Tapi dalam rutinitas tak semua di antara kita bisa memaknai dan menyadari satu hal dengan situasinya dan kondisinya yang berbeda sebagai sesuatu yang lain, sehingga kesadaran dan maknanya juga lain. Padahal hidup, dalam hal yang di isinya, dalam waktu yang direngganya, dalam ruang yang ditempatnya,sesutu senantiasa akan terus menjadi yang lain. Sesuatu senantiasa baru, kata mas Gun.
Tapi apakah setiap orang bisa keluar dari rutinitas seperti itu. Jawabannya adalah ya dan tidak. Bagi seseorang ya, dan bagi yang lain mungkin tidak. Barangkali rutinitas yang seperti itulah yang dimasudkan Camus sebagai absurditas. Sebuah perjalanan hidup ketika mengalami dan menjalani hal yang sama tetapi tidak mendapat makna yang berbeda.
Karena rutinias sendiri adalah suatu keniscayan dalam hidup maka sia-sialah kita berkeinginan untuk mengelak darinya. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah menyelaminya. Kita hidup didalamnya dengan sebuah sikap untuk senatiasa sadar dan membuka diri terhadap apa yang hadir di dalamnya. Kita senantiasa terjaga dengan tidak membiarkan mata batin tertutup sehingga yang beda akan kelihatan beda walaupun itu mutlak dalam hal yang sama. Karena Sesuatu itu adalah beda maka yang sama-sama sebanaranya hanyalah anggapan kita yang sudah mendarah daging ketika menganggap sesuatu yang sama adalah sebagai sama. Padahal sekali lagi bahwa yang sama itu adalah beda. Tak ada yang sama. Semuanya adalah beda.
Keluar dari absurditas bagiku adalah hidup dalam rutinitas dengan makna, kesadaran, jiwa dan diri yang berbeda. Saya adalah saya, yang dari sejak dilahirkan sampai sekarang adalah sesuatu yang berbeda, walaupun tak jarang pada saat tertentu serasa diri ini adalah itu-itu juga. Saya adalah saya yang sekarang, bukan saya dulu apalagi yang akan datang.

Sancang, 02-05-07
Read more!

BETAPA MEMUAKKAN

Di samping jalan, berdiri sebuah warung yang hampir menyerupai toko. Halaman depannya hampir berbatasan dengan trotoar. Tak jelas barang khusus apa yang dijual karena sebanarnya tempat itu selain bukan kawasan untuk jualan ada begitu banyak barang, sangat beraneka ragam. Ketaraturan tempat bukan sebuah permasalahan. Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini segala hal menjadi lumrah, seolah-olah tidak salah. Asalkan ada tempat untuk menyimpan barang, maka itu pun boleh lah. Yang terpenting adalah bagaimana bisa menyambung hidup. Soal tata letak ataupun seabrek aturan lainya yang ditetapkan oleh perda setempat adalah hal yang tak harus diutamakan. Melanggar atau tidak bukan lagi menjadi persoalan. Lebih mustahil lagi kalau mempertimbangankan kenyaman pengguna jalan. Tak tampak secara jelas siapa yang benar dan siapa yang harus disalahkan.

Pada suatu ketika, karena tidak ada uang receh untuk membayar ongkos angkot, aku membeli sebungkus kopi di sebuah toko di jalan Soekarno Hata. Dengan harapan agar ada uang receh untuk membayar ongkos angkot dengan uang pas. Mengapa membeli sambil menukarkan receh, karena aku berpikir bahwa kalau bukan uang pas biasanya sang supir suka menarip harga seenaknya. Akibatnya uang kembalianya seenak dewenya. Akan lebih baik kalau dibelikan kopi dari pada dimakan orang lain, sementara dalam hati sendiri tidak rela.

Dasar lacur, apa yang terjadi, harga kopi yang biasanya paling mahal 600-,/bks, di toko tersebut dijual seharga 750-, perbungkus. Karena membelinya dua bungkus, jumlah totalnya menjadi 1.750-,. Kalau dipersentasekan penjual tersebut mendapatkan untung sebesar 50% , kalau dari harga asalnya sekitar 500-,. Padahal di beberapa toko lain harga perbungkus bisa lebih murah dengan harga Rp. 500-. Aslinya, di agen paling-paling seharga Rp. 400-.
Akhirnya, aku betapa kecewa dan sebalnya terhadap orang yang anjing itu. Dasar orang goblok, dasar orang bodoh, dasar manusia binatang, dasar..dasar...dasar!. Tapi, sebentar kemudian, aku berpikir, buat apa kesal, toh itu sudah terjadi. Kalau disesalkan malahan hati akan semakin sakit, bukannya membaik,pikirku terbersit. Aku berapologi, walaupun dalam hati, untuk mengobati rasa sakit.

Sebenarnya, kalau dipikirkan kembali ternyata dari kejadian tersebut ada banyak pelajaran yang bermakna. Dalam situasi pahit sekarang ini, orang bisa saja tak peduli apa yang dilakukannya. Apakah hal tersebut merugikan orang lain atau tidak. Baginya, tindakan apa saja boleh. Standar baik dan buruk tidak lagi diperhitungkan, apakah dampaknya terhadap diri sendiri atau bagi orang lain. Yang penting adalah bagiku,,, bagiku dan bagiku. Hanya bagiku.

Dalam sebuah Negara yang sedang dililit kesusahan, Indonesia misalnya, kejahatan dalam berbagai bentuknya adalah hal yang lumrah terjadi dalam apa saja dan dimana-mana. Ditambah, kondisi mental yang buruk serta kesadaran yang dangkal akibat pembodohan dan pembiusan media, kondisi kehidupan seolah-olah tak pernah jauh dari peradaban.

Pada sisi lain, pikiran negativeku terhadap sang supir adalah pertanda betapa kepercayaan hari ini menjadi suatu hal yang asing dan langka.Oh, betapa muaknya kondisi sekarang ini!

Oh syetan dan iblis, bukan dirimu yang membuat manusia berbuat kehinaan yang melebihi bintang [kalau diasumsikan bahwa bintang adalah makhluk rendah]. Tapi, manusialah yang menciptakan kalian. Kitalah manusia yang menciptakan syetan dan iblis. Atau kitalah yang memaksa syetan dan iblis untuk menggoda untuk berbuat tidak manusiawi.

Kitalah, aku dan kalian semuanya yang telah dengan sengaja atau tidak telah mengisi kehidupan ini penuh dengan kebokbrokan. Maaf kami, oh wahai syetan dan iblis yang telah memfitnah kalian sebagai sumber dan penebar kejahatan di alam semesta yang luas nan indah ini. Sebenarsnya kamilah yang melakukan itu semua. Tapi kami tak sadar. Sekali lagi maafkan.
Read more!

Libido II

Hidup penuh dengan misteri untuk dimengerti. Ada hal-hal nyata dan terasa. Tapi anehnya tak masuk logika. Kadangkala jelas dialami tapi susah untuk mengerti. Bahasa yang tersusun dari kata seakan-akan tak dapat mewakili apa yang ada dalam alam nyata.

Sek adalah salah satu dari sekian banyak kenyataan di dunia yang umum dialami oleh setiap makhluk, termasuk manusia. Keinginan untuk bersetubuh nyata ada dalam setiap keinginan yang mempunyai jiwa. Merangsang, adalah perasaan yang susah untuk dihilangkan. Akan selalu hadir. Nikmat dan sengsara bercampur menjadi satu. Sulit disebut apa nama rasanya.

Barang kali salah satunya, pada titik ini hidup adalah unik. Penuh dengan rahasia, tapi nyata. Ketika melihat tubuh yang seksi lawan jenis rasa penasaran menyergap masuk ke dalam kepala. Lamunanpun spontan melayang-layang tak tahu kemana. Berbagai pormasi layaknya dalam strategi sepakbola tercipta. Sambil duduk, berdiri, atau kaya adengan anjing gila pun ada.

Ada yang cukup aneh dalam kasus melihat tayangan sek. Melihat adegan porno tepatnya. Entah apa apa namanya, tapi yang jelas ketika melihat itu semua perasaan nikmat. Tegangan emosi pun naik tak tahu ukurannya. Bentuk tubuh dan adegan-adegan persetubuhan seolah-olah membawa kekuatan supra ajaib. Akibatnya, tak disadari air libido pun keluar tak terasa.

Yang jelas hidup ini penuh dengan teka-teki. Tapi bukan untuk ditakuti. Melainkan hanya untuk dijalani, dinikmati dan dihayati. Tak ada yang salah dalam hidup ini. Semuanya adalah karunia ilahi.
Read more!

Bercermin

Satu kali dalam seumur hidup, kita pasti pernah bercermin. Apalagi yang dirumahnya ada kaca cermin paling tidak setiap kali akan berangkat kerja pada waktu pagi misalnya pasti akan bercermin. Tanpa ada kaca cermin bukan berarti tidak pernah bercermin. Untuk bercermin bisa digunakan berbagai media. Air bening pun bisa menjadi alat bercermin, seperti dalam cerita-cerita Ko ping kho, ketika seorang wanita dara remaja yang ingin melihat wajahnya yang konon jantik jelita. Kalau sadar, cerita orang lain mengenai diri kita juga adalah cermin.
Berbicara tentang cermin pasti akan berkaitan dengan bayangan sesuatu yang dicerminkan. Sesuatu itu bisa kita atau bukan kita, benda misalnya. Sesuatu yang dicerminkan oleh alat bercermin disebut sebagai bayangan, suatu gambaran yang memiliki kesamaan tapi tidak persis sama dari apa yang sebenarnya.

Bercermin dalam kehidupan sekarang ini, ketika manusia sudah bisa menciptakan semua hal yang diperlukan adalah suatu perbuatan yang biasa. Sayangnya, bercermin tidak mempunyai makna lebih selain melihat nilai estetisnya sesuatu yang dicerminkan. Bercermin seperti itu barngkali adalah kegiatan yang kurang memiliki makna esensial dalam laitannya dengan lehidupan.
Padahal, dengan bercermin kita seharusnya sadar paling tidak bahwa kita adalah setidaknya apa yang ada di dalam cermin. Di sisi lain. Zaman sekarang ini kita pun celakanya lebih yakin atas gambaran kita menurut apa yang ada dalam cermin ketimbang diri kita sendiri yang sehari-hari dialami.
Sekarang ini, kita lupa bahwa dibalik kegiatan bercermin ada makna=makna lain yang bisa jadi sebelumnya terhijab karena kita terlalu memfoluskan bercermin hanya untuk melihat estetisnya sesuatu saja. Padahal, dalam bercermin kita akan melihat siapa kita, seperti apa kita bahkan apa yang telah terjadi dalam diri kita. Dalam bercermin kita seharusnya sadar apa yang telah kita lakukan dan apa yang harus dilaksanakan.
Tentu saja untuk itu semua sarat yang utama adalah bahwa dalam bercermin kita mau tidak mau harus berani jujur terhadap diri sendiri serta kenyataan. Seperti halnya kaca cermin yang tak pernah bohong atau memanifulasi dalam menampilkan bagiamana wajah kita walaupun tidak sebenarnya.
Bercermin adalah satu titik momen yang dapat membawa kita untuk senantiasa berubah dan berubah. Berubah kearah yang lebih sempurna, sebagaimana tujuan dan harapan awal kita ketika hendak bercermin.
Read more!

SANG TAK TERDEFENISIKAN DAN SI YANG SELALU INGIN BERTANYA

TUHAN rasanya adalah suatu kata yang sulit didefenisikan, dengan rangkaian kata-katanya, lewat bahasa. Mungkin, halnya kata cinta, sulit sekali menerangkannya lewat jasa penalaran logika. Terlalu rahasia untuk dibuka lewat bantuan observasi fakta. Walaupun sulit, tapi anehnya, ia masih diimani manusia. Konon, manusia lebih percaya kepada ada-Nya ketimbang akan hidupnya di dunia. Aku sendiri pun begitu sangat merasakan betapa dekat kehadirannya di tengah luasnya alam semesta ketika aku sedang semendalam meragukan-Nya, atau bahkan menolak-Nya.
Mungkin, pembicaraan akan keberadaannya sama dengan usia manusia. Semenjak ia ada di alam semesta sampai sekarang, ketika manusia sudah mampu keluar dari bumi yang didiaminya.

Ketika Tuhan menjadi titik sentral kehidupan, kita pun sebagai manusia yang salah satu ciri utamanya adalah hasrat ingin tahu acapkali bertanya dalam hati nurani, sejauh manakah kepercayaan kita kepada-Nya. Atas alasan apa kita masih mempercayai-Nya? Mungkinkah hidup tanpa tuhan? Kalau ia ada, sebenarnya apakah Ia itu? Apakah benar kita diciptakan oleh-Nya, yang menurut ajaran Islam bahannya berasal dari Tanah, di mana manusia yang pertama adalah Adam kemudian Hawa sebagai pasangannya?
Konon katanya, Tuhan adalah satu-satunya yang “ada”, selain ia tidak ada. Lalu dengan kekuasaannya, ia menciptakan alam semesta, entah apa tujuannya. Kemudian setelah itu ia menciptakan manusia sebagai penghuni dan sekaligus sebagai pemimpin atas semua makhluk yang ada di dalamnya. Konon juga, hanya dalam enam hari Tuhan menciptakan alam semesta dengan sangat rapih dan teratur. Ia berkata bahwa tak ada satupun ciptaan-Nya yang sia-sia, dari hal kecil hingga hal besar di luar jangkuan manusia.
Para theolog yang seringkali diposisikan sebagai penyambung lidah Tuhan mengatakan bahwa manusia sebagai wakilnya adalah seorang hamba yang mempunyai kewajiban untuk mentaathinya dalam setiap denyutan nadi dan hembusan nafas. Lalu kita pun bertanya apakah mungkin manusia sebagai mahluk dengan kemampuan daya ciptanya yang dahsyat, dimana baru-baru ini bentuk bayi pun bisa diatur semenjak dalam kandungan ibunya hanya sebagai budak belaka. Kalau benar Tuhan adalah maha kuasa lalu untuk apa aku berbakti kepadanya, tokh dia mampu melakukan segala hal, dia tidak membutuhkan apapun. Dimanakan posisi kemampuan manusia disamping-Nya. Bingung harus menjawabnya.
Apakah sampai sekarang harus tetap begini? Tidak tahu, tidak ada jaminan juga bahwa jawaban yang ada sekarang pun betul-betul benar.
Banyak para saintis dengan ketakjubannya atas alam semesta memberikan argumen atas keberadaan tuhan. Tapi itu semua adalah apologi-apologi belaka yang tidak berdasarkan fakta, walaupun mereka berbicara fakta. Benar kita tahu bahwa api panas berdasarkan pengalaman. Tapi pengalaman kita pun tak menunjukan bahwa apa yang menyebabkan api panas ada karena tuhan. Begitu juga penalaran logika telah banyak membetulkan keberadaan tuhan dengan alasan-alasan yang rasional. Tapi yang ironisnya, peneguhan pun sama imbangnya dengan penolakan. Apa yang dihasilkan akal tidak menjamin diyakini oleh semua orang atau sesuai dengan faktanya. Makin bingung. Adakah sesuatu yang sangat kuat untuk dijadikan pijakan dasar bagi kepercayaan kita kepada Tuhan sekarang?
Ini akan semakin menarik dam semakin membingungkan ketika kita membicarakannya dengan mengunakan wacana ilmu-ilmu kontemporer yang ada. Namun, tokh tanpa wacana itupun nada dan iramanya tetap sama. Antara ada-tidak, percaya-tidak, kuat-tidak. Dan akhirnya,keduanya hanyalah interpretasi-interpretasi spekulatif belaka.
Yang jelas, bagi kalangan tertentu,aku misalnya tanpa adanya kepercayaan kepada tuhan sebagai tempat berawal dan berakhir tak akan dapat hidup. Kalaupun bisa hidup terasa kosong.
Mungkin untuk bertuhan tidak akan pernah membutuhkan alasan.
Saya tidak tahu apakah tidak mungkin benar juga apa yang dikatakan teman. Kira-kira seperti ini;Kita beragama karena mungkin saja nanti sesudah mati surga itu ada. Neraka itu nyata.

Sancang, 27 September 2005
Read more!

MENULIS

Pada akhirnya, kita harus berani jujur terhadap diri sendiri, untuk apa menulis, menungkan gagasan demi gagasan, menghabiskan waktu untuk menyusun kata-kata menjadi kalimat bermakna, dipahami manusia?

Menulis buku kering penuh dengan teori-teori untuk apa itu? Menulis tentang renungan pribadi atas penomena yang dilihat mata untuk apa itu? Menulis cerita pendek, puisi, atau sajak untuk apa itu? Untuk orang lain. Untuk orang lain, untuk apa itu? Kadang aku sendiri berpikir bahwa cerpen hanyalah sebuah tulisan penuh hayalan. Puisi dan sajak hanyalah tangisan hati dan kecengengan sang penulis. Sebenarnya, untuk apa, cerpent, piusi, atau sajak Itu? Dan terakhir untuk apa mempertanyakan itu?


Kalau selama ini dengan menulis orang bisa terkenal, tapi untuk apa terkenal itu? Apakah penulis-penulis besar sendiri mengharapkan itu? Nietzscehe, misalnya sebagai salah seorang penulis sastra mutkhir hari ini, apakah ketika ia menulis ada niat ingin dikenal orang lain? Begitu juga, dengan menulis, orang bisa mendapatkan kekayaan. Tapi, apakah benar secara mutlak bahwa untuk mendapatkan uang salah satu caranya adalah dengan menulis? Bukan kah sering terjadi bahwa penulis tidak berkhir dengan duduk di atas kursi mewah nan megah, tetapi diatas kursi listrik dalam sebuah ruang ruang penjara.Untuk memberikan cermin kepada orang lain agar mereka menghargai hidup dengan menjalaninya secara baik dan benar. Tapi, apakah penulis sendiri telah mengahargai hidup dengan brbuat sepeti itu? Bukan kah banyak yang mengajarkan kabaikan dan kebenaran sementara hidupnya sendiripun berantakan dan kacau-kacau?

Mungkin, menulis tak memiliki nilai apa-apa selain untuk menghargai diri sendiri, dengan berubah ke arah yang lebih positif. Untuk mempermudah itu, terkadang orang yang lemah ingatan barangkali dengan menulis dapat membantu mengingat kembali serpihan-serpihan hidupnya agar mudah untuk perbaiki. Untuk memaknai hidup untuk merubah hidup ke arah yang lebih positif, untuk menghargai hidup agar lebih bermakna, menulis bukanlah satu-satunya jalan, menulis hanyalah salah satu alternatif saja.

Barangkali alasan praktis untuk apa menulis adalah untuk mengimpormasikan sesuatu yang belum diketahui atau menjelaskan sesuatu yang masih samar dan tersembunyi. Untuk itu pula lah menulis akan sedikit bermakna dalam hidup.

Lebih jauh, menulis hanyalah bernilai apabila menulis menjadi salah satu media untuk menyampaikan kebenaran. Kalau ada yang salah, apapun bentuknya, maka ungkapkanlah dengan menulis apa yang sesungguhnya benar. Karena kebenaran mutlak milik bersama, bukan hanya milik satu orang saja sehingga ketika ia tahu maka ada kewajiban memberi tahu kepada yang tidak tahu. Orang yang tahu bahwa sesuatu benar dan sesuatu yang lain salah harus mengimformasikan kepada orang lain bahwa itu adalah salah dan ini benar atau sebaliknya, yang ini salah dan yang lain benar. Berangkat dari alasan itu , mungkin menulis adalah suatu kewajiban. Menulis adalah kewajiban untuk menyampaikan kebenaran.

Untuk apa kebenaran? Tak dapat disangkal bahwa kebenaran adalah syarat mutlak agar hidup memiliki arti, makna dan berharga. Adakah di dunia ini manusia yang sanggup hidup kalau seandainya kebenaran tidak ada. Adakah di dunia ini, orang yang mau melanjutkan hidup kalau seandainya hidup itu sendiri itu tidak bermakna. Bermaknanya hidup ada karena adanya kebenaran makna hidup.

Tapi, apakah sesungguhnya benar, kita ingin menjalani hidup berdasarkan kebenaran, sehingga diharapkan akan bermakna atau berharga. Jangan-jangan, hanyalah omongan saja. Pada faktanya, kita tidak pernah peduli apakah hidup kita benar, bararti, bermakna atau berharga. Jangan-jangan, selama ini kita hidup hanyalah mengikuti bagaimana hidup menghidupi, bukan kita menghidupi kehidupan. Mengikuti semboyan iklan, jangan-jangan, selama ini kita tidak menjadikan 'hidup' lebih "hidup". Tetapi kita menjadikan 'hidup' menjadi tidak "hidup". Kita hidup, tetapi tidak hidup. Bukan hidup dan hidup. Hiduplah hidup!
Read more!

TUHAN DALAM PENCARIAN MANUSIA

Pergeseran Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
Dalam membahas tuhan terdapat dua term yang harus dibedakan. Pertama, tuhan sebagai idea, gagasan atau pemikiran manusia tentang tuhan. Kedua, tuhan dalam pengertian dirinya sendiri yang tidak diketahui oleh umat manusia. Tuhan dalam pengertian pertama adalah hasil produk imajinasi penalaran seseorang yang didasarkan pada kenyataan alam semesta sejauh yang mampu ia pahami mengenai tuhan. Mereka memberikan istilah yang bermacam-macam, antara lain manna, dewa, tuhan atau allah. Tuhan dalam pengertian kedua adalah tuhan sebagai dzat-Nya sendiri. Ia terlepas dengan seluruh dimensi manusiawi. Dipersepsi atau tidak ia tetap tuhan dan hanyalah dia yang tahu akan dirinya.

Awal mula adanya pemikiran mengenai tuhan dapat dirunut kebelakang sejak pertama kali manusia dapat berpikir. Secara umum, pemikiran tentang tuhan bermula dari konsepsi yang sangat sederhana samapai pada konsepsi yang sangat komplek dimana tuhan telah dipahami sangat abstrak. Dari pemahaman zaman kuno sampai dewasa ini abad kontemporer. Tahap-tahap ini tidak harus selamanya dipahami dalam pengertian periode zaman, tetapi akan lebih tepat kalau dipahami dalam pengertian taraf pemikiran umat manusia. Dewasa ini di daerah-daerah tertentu walaupun abad kontemporer masih ada kelompok yang masih bertuhan secara primitif. Corak pemahaman tentang tuhan lebih banyak ditentukan pada kemajuan pemikiran seseorang dalam zaman tertentu. Karena taraf berpikirnya sudah maju bisa jadi seseorang yang hidup ribuan tahun sebelum kita, memiliki konsepsi ketuhanan yang lebih abstrak dan rumit sebagaimana tuhan yang dipahami sekarang.
Pergeseran pemikiran tentang ketuhanan melewati tiga tahap; animist, dinamist dan monoteist. Tahap Monoteist terbagi pada deis, theis dan pholyteis.
Pada tahap animist manusia memahami tuhan sebagai kekuatan yang bersemayam dibalik benda-benda, umpamanya tuhan adalah kekuatan yang ada dibalik lautan. Mereka menyebutnya dengan istilah manna. Pada tahap ini manusia sudah dapat merasakan akan kekuatan diluar dirinya akan tetapi ia belum mampu mengkonsepsikan dalam bentuk tertentu. Tuhan dalam tahap ini adalah tuhan sebagai sebuah konsepsi yang kabur. Pada tahap dinamist, umat manusia sudah dapat memberikan suatu penafsiran seperti apa tuhan itu. mereka sudah dapat membuat symbol-simbol. Pada tahap ini tuhan sudah dipahami sebagai suatu kekuatan yang ada dalam benda-benda tertentu, umpanya dewi kesuburan dalam padi. Pada tahap ini tuhan tidak hanya satu tetapi banyak. Setiap tuhan memiliki kekhususan kekuatan tertentu, misalnya tuhan kebaikan dan tuhan kejahatan dalam paham zoroaster. Selain tuhan bersifat banyak, paham ketuhanan dalam tahap ini berbeda-beda antara satu kelompok masyarakat dengan yang lain. Konsepsi tuhan dalam daerah tertentu akan berbeda dengan daerah lain. Dalam perkembangan selanjutnya, suatu masyarakat menyatukan tuhan dalam suatu khirarkhi ketuhanan dengan adanya satu tuhan yang tertinggi. Paham ketuhanan semacam ini dapat kita temukan dalam system keprcayaan yunani kuno. Zeus adalah tuhan tertinggi yang dibawahnya terdapat tuhan-tuhan yang memiliki tugas-tugas tertentu. Atau dalam ajaran agama Hindu yang menjelaskan bahwa tuhan tertinggi adalah tuhan atau dewa Rama. pada tahap terakhir, tahap monoteis tuhan telah dipahami dalam konsep yang sangat abstrak. Tuhan adalah sesuatu yang menciptakan alam semesta. ia tidak dapat diumpakan dalam simboil-simbol tertentu ia juga melampaui manusia. Ia adalah satu, maha sempurna dan tak terbatas. Adanya tak tergantung pada keberadaan manusia.
Tuhan pada tahap monoteis dipahami dalam tiga bentuk: pertama, dalam pemahaman deisme. Dalam paham ini tuhan adalah adalah pencipta dan tidak mengatur alam semesta. Seluruh peristiwa yang terjadi di dunia ditentukan oleh hukum alam sebagai suatu aturan yang tuhan ciptakan bersamaan dengan alam. Dalam kehidupan sekarang tuhan tidak pernah ikut campur. Kedua, dalam pemahaman teisme. Teisme mengajarkan bahwa tuhan adalah pencipta dan pengatur alam semesta. Tuhan hadir dalam kehidupan di dunia. Tak ada sesuatu pun yang terlepas dari kekuasaannya. Manusia tergantung pada tuhan. Dengan kata lain teisme adalah kebalikan dari deisme. Ketiga. Dalam paham pholyteisme. Dalam paham ini tuhan bukan sesuatu yang berada dibalik alam semesta. Akan tetapi tuhan adalah alam semsesta itu sendiri, tuhan adalah alam dan alam adalah tuhan. Alam dalam pengertian sebagai sebuah keseluruhan bukan sebagai bahagian sehingga dapat disimbolkan dalam bentuk tertentu, misalnya patung atau berhala dalam kepercayaan arab kuno atau jahiliah.
Walaupun dari tahap animis sampai monoteis tuhan telah mengalami pergeseran pemaknaan, ada satu benang merah yang dapat ditarik sebagai konsepsi umum yang terdapat pada masing masing paham, yaitu tuhan adalah realitas tertinggi. Realitas tertinggi akan selalu dipahami berbeda-beda tergantung manusia yang mengkonsepsikan-Nya dengan konteks sosial yang membentuk. Mungkin system ajaran ketuhanan dimasa yang akan akan lebih komplek, rumit dan sangat abstrak. Yang jelas gagasan tentang tuhan akan senantiasa ada terus mengalami perubahan, sejauh manusia mempercayainya. Tuhan pada dirinya hanyalah Ia yang tahu, Wallahu a’llam.

Motivasi Untuk Bertuhan
Terdapat berbagai analisa yang mecoba menjelaskan sehubungan dengan kecendrungan seseorang untuk mempercayai adanya realitas tertinggi yang pada umunya diistilahkan dengan tuhan. Analisa ini sesuai dengan kerangka pengetahuan ilmiah dewasa ini, yaitu paradigama positivistik lebih banyak didasarkan pada peilaku seseorang yang mempercayai-nya, khususnya dari perspektif ilmu psikologiy. Tidak bisa dinafikan bahwa konteks sosial masyarakat tertentu akan sangat berpengaruh pada motivasi seseorang dalam meyakini keberadaan tuhan dan pengkonsepsiaan-Nya.
Dalam pendekatan psikologis adanya harapan kebahagiaan dan rasa takut menjadi factor utama mengapa seseorang mempercayai tuhan. Ketika seseorang merasa takut pada suatu objek dari luar dirinya, ia cendrung untuk mencari dan berlindung pada suatu kekuatan yang lebih kuat dan kuasa dari sesuatu yang ia takuti. Karena tuhan adalah dzat yang maha kuasa dan sempurna sebagaimana diajarkan oleh setiap agama, maka seseorang menemukan perlindungan bagi dirinya dalam diri tuhan. Selain adanya ketakutan dari luar, bisa jadi seseorang mempercayai adanya tuhan karena ia takut akan mendapatkan siksaan yang menyedihkan di kehidupan mendatang bagi orang yang menolok tuhan (kafir) dan berbuat maksiat. Demikian juga, ketika seseorang dalam kehidupan di dunia banyak mengalami berbagai penderitaan sehingga kehidupan adalah siksaan dan kenistaan akan dapat memunculkan suatu harapan baru bahwa dibalik kehidupan dunia ini ada suatu dunia yang memberikan kebahagiaan mutlak, yaitu Syurga dalam ajaran Islam atau Syurga maniloka dalam tradisi wayang golek. Walaupun di dunia ini ada kebahagian yang terdapat dalam berbagai bentuk, seperti kekayaaan, kekuasaan dan perkawinan, namun semua itu adalah fana dan menifu. Dunia dengan pernik-pernik kehidupan baginya adalah ujian untuk mencapai kesempuranaan yang abadi.
Selain dua factor diatas, bagi kalangan tertentu, kebutuhan akan nilai-nilai spiritual telah mengakibatkan seseorang percaya pada adanya tuhan. Bisa jadi dari sisi ekonomi, ia adalah orang yang kaya raya atau memiliki kekuasaan yang sangat berpengaruh. Dengan kata lain, dalam kehidupan di dunia ia mendapatkan kebahagian yang sempurna. Akan tetapi, ia tetap merasa ada yang kurang dalam dirinya. Konon, dalam tradisi Islam ada seorang tokoh terkemuka sufi yang bernama Ibrahim bin Adham. Ia adalah saudagar kaya raya, berpengaruh, memiliki keimanan yang sangat tinggi dan tha’at dalam mengerjakan praktek-praktek keagamaan. Sekarang ini di beberapa negara maju sedang berkembang lembaga-lembaga yang memberikan pelayanan bimgbingan spritual. Atau ada beberapa ilmuan yang beralih haluan dari dunia keilmuan yang empirik-rasional masuk dunia tarekat yang sarat dengan spritual dan mistik.

Argument Keberadaan Tuhan
Apakah benar bahwa untuk percaya kepada tuhan dibutuhkan argument. Jawaban atas pertanyaan ini bisa ya dan juga bisa tidak. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita tidak membutuhkan alasan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Bahkan ada beberapa masalah ketika diberikan rasionalisasinya hal tersebut menjadi dangkal dan kabur. Dalam kehidupan sehari-hari juga ada beberapa tindakan yang harus diawali dengan alasan dan ada beberapa hal lain yang harus diawali dengan hanya ikhlas melaksanakan kemudian baru argumentasi yang jelas dan logis. Masalah tentang ketuhanan dan praktek keagamaan biasanya didasarkan pada hal-hal semacam ini.
Pada dasarnya argument penalaran dibutuhkan untuk memutuskan atau menghilangkan keraguan antara ya dan tidak. Suatu argument penalaran diperuntukan untuk keyakinan diri sendiri dan agar orang lain percaya. Sebetulnya, argument tentang keberadaan tuhan lebih banyak dimaksudkan agar orang lain percaya dan yakin bahwa tuhan itu betul-betul ada. Bagi orang-orang tertentu (khususnya orang yang memilki pengetahuan terbatas) untuk percaya kepada tuhan bisa saja hanya cukup mendengar bahwa tuhan itu ada, merasakan keberdaaannya dengan hati dan merasakan kemanfaatan atas berbagai dampak positif dari beberpa ajaran tertentu dalam sebuah agama, misalnya ibadah berderma.
Dalam kajian filsafat agama terdapat beberapa argumentasi untuk membuktikan adanya tuhan; argument ontologis, kosmologis, theleologis dan moral. Kelima argumentasi ini intinya hanya tiga argumentasi; argumentasi sebab-akibat, theleologis dan moral. Argumtasi ontologis dan kosmologis masuk dalam kategori dalil sebab-akibat karena mendasarkan penalarannya pada hukum sebab-akibat.
Argumentasi yang mendasarkan penalarannya pada hukum sebab-akibat pertama kali kemukan oleh Saint anselmust dan dikembangkan pada abad pertengangahan oleh S.T Thomas Aquinas dengan menggunakan cara berpikir Aristoteles. Dalam dunia muslim argumentasi semacam ini dikembangkan pula oleh al-Kindi, al-Farabi dan Ibn-Sina. Pada umumnya, mereka berpendapat bahwa adanya sesuatu pasti ada yang menjadi penyebabnya. Ada akibat pasti ada sebab. Adanya kehidupan menjadi bukti nyata akan adanya tuhan. Adanya gagasan tentang sesatu yang sempurna dalam setiap pemikiran umat manusia tentu ada dzat yang betul-betul ada sempurna yang menyebabkannya ada dalam setiap orang. tidak mungkin manusia yang tidak sempurna memiliki ide kesempurnan. Pasti dzat yang sempurnalah yang mengakibatkan kita memiliki idea kesempurnaan.
Argumentasi theleologis mendasarkan penalarannya pada keharmonian alam. Alam adalah suatu kenyataan yang tersusun secara sempurna. Ia ditata dengan rancangan yang sangat ketat, didasarkan atas hukum-hukum yang sangat pasti dan suatu perhitungan yang sangat tepat. Dengan demikian tata tertib dan kemajuan dalam alam menunjukan suatu akal dan maksud yang iamnent. Tujuan dari ketertiban alam semesta ini adalah rencana tuhan itu sendiri. Argumentasi moral lebih banyak disenangi orang karena penjelsannya langsung pada ranah psikologis. Alam telah membuat manusia takjub. Dan dengan perasaan inilah manusia akan mudah meyakini akan adanya tuhan sebagai seseuatu yang maha takjub.

Argument moral secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut; kalau pada manusia dalam dirinya sendiri ada perintah untuk melaksanakan kebaikan dan menjauhi keburukan yang pada pada dasarnya betul-betul timbul dari dorongan diri sendiri bukan hasil dari pengalaman maka perintah itu mesti berasal dari suatu dzat yang tahu akan baik dan buruk. Perbuatan baik dan buruk mengandung arti nilai-nilai. Adanya nilai dalam setiap diri manusia mengandung arti adanya pencipta nilai. Dzat pencipta nilai inilah yang disebut dengan tuhan

Bantahan Dan Argument Kaum Atheis
Berangkat dari asumsi bahwa setiap penalaran selalu memiliki sisi-sisi untuk dikritik, argument tentang keberadaan tuhan memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat mengakibatkan gugurnya seluruh upaya pendasaran rasional atas keberadaan tuhan. Kelemahan-kelemahan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, dalam argumentasi-argumentasi yang mendasarkan pada hukum sebab-akibat terdapat dua kelemahan. Pertama, hukum sebab-akibat adalah suatu hukum yang hanya didasarkan pada kepercayaan belaka, animall paith. Hukum sebab-akibat bukan suatu hukum yang didasarkan pada fakta bahwa satu benda menjadi sebab bagi perubahan benda lain. Betul bahwa tangan terasa panas setelah api menyentuh, tapi bukan api yang menyentuh tangan akan mengakibatkan tangan menjadi panas. Yang terjadi sebenarnya hanyalah kedekatan satu peristiwa dengan peristiwa lain. Kedekatan tersebut kemudian diidentikan dengan suatu keyakinan bahwa satu peristiwa mengakibatrkan perubahan pada peristiwa lain. Kedua, kalau seandainya hukum sebab-akibat adalah benar, pertanyayaannya adalah apa alasan bahwa sebab terakhir itu adalah tuhan. Bisa saja kita menginterpretasikan bahwa sebab terakhir dari materi adalah materi, bukan selain materi. Dengan demikian pernyatan bahwa sebab terakhir dari materi adalah tuhan adalah penyimpulan yang terlalu dipaksakan karena menafikan konklusi-konklusi lain.
Kedua, dalam argumentasi moral sebagaimana dikemukakan oleh Imanuel kant, norma-norma moral tidak harus menunjukan akan adanya tuhan. Kant mengatkan bahwa eksistensi tuhan adalah postulat dari kehidupan moral; yakni tuhan harus ada jika tata moral harus dipahami. Selain kritik kant sendiri, kritik lain yang muncul adalah seumpamanya nilai-nilai moral itu diakui, nilai-nilai tersebut dapat dijelaskan dengan kebutuhan dan kemauan-kemauan manusia atau dengan susunan watak manusia dan masyarakat.
Ketiga, dalam argumentsi theleologis ada dua kritikan yang sangat tajam. Pertama, bukankah dalam alam semseta ini ada kejahatan. Kedua, apa alasan bahwa keteraturan alam itu mengharuskan adanya pencipta yang sangat teliti sehingga terciptanya alam semesta yang sangat tertata secara rapih. Bisa saja alam tercipta dari suatu materi yang sekaligus mengandung hukum-hukum di dalamnya, salah satunya adalah harmonisasi.

Jawaban Otoritatif: Iman
Dari argumentasi serta bantahan-bantahan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa penolakan akan adanya tuhan sama kuatnya dengan argumentasi yang menyatakan adanya tuhan. Bahkan penolakan akan adanya tuhan lebih kuat dari pernyatana adanya tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah keberadaan tuhan dapat dibuktikan dengan akal atau tidak. Kalau tidak, lantas apakah semua yang tidak dapat dipertangguh jawabkan secara rasional itu mengindentikan bahwa pernyataan adanya tuhan adalah bohong belaka. Dengan kata lain tuhan itu tidak ada karena tidak ada alasan raional yang dapat membuktikan.
Terlepas dari apakah akal dapat membuktikan adanya tuhan atau tidak, bagi kalangan yang mempercayai adanya tuhan iman adalah solusi yang tepat untuk mempertahankan akan adanya tuhan. Iman pada awalnya diterima secara dogmatic tanpa alasan apapun, taken for oriented. Iman adalah fondasi dasar bagi seseorang untuk mempercayai adanya tuhan. Akan tetapi iman saja tidak cukup karena iman perlu penghayatan dan pemaknaan sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian iman butuh rasionalisasi untuk dapat dipahami apa sesungguhnya iman kepada tuhan itu.


DAFTAR FUSTAKA
Karen Armstrong; Sejarah Tuhan, Mizan, Bandung
Helmi Umam; Dance Of God, Aviron, Jogjakarta
Harun Nasution; Falsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta
Lois.O. Kattosof; Pengantar Filsafat., Tiara Wacana, Jogjakarta
Harold. H. Titus, Marylin S. Smith dan Ricard T. Nolan; Living Issues In Philosophy, terjemahan H.M. Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta
Read more!

Adakah dan Bagaimana

Proses perjalanan sejarah umat manusia hidup di alam semesta sangat unik. Ruang dan waktu adalah satu parian tersendiri di dalamnya. Keduanya merupakan sesuatu dari dua hal yang tak terpisahkan dari kesatuan manusia itu sendiri dengan dunia tempatnya berdiri. Manusia tak pernah bernafas di tempat yang tak-beruang dan tak diikat sang waktu. Begitu juga dengan yang ada di luar manusia, misalnya benda-benda (baik yang bergerak seperti hewan atau tumbuhan maupun benda-benda seperti batu) hanyalah akan menjadi sesuatu yang bermakna, sejauh semuanya berkaitan atau memiliki hubungan dengan kehidupan manusia. Pada dirinya sendiri segala hal sesuatu selain manusia adalah nol. Atau barangkali chaos, yang kemudian direkayasa manusia dengan struktur keterpahamian melalui 12 kategori apriori seperti dalam konsep Kantian yang tak lain adalah untuk suatu tujuan penaklukan dari kehendak untuk berkuasa, demikian Nietzsche mengklaim. Akibatnya tercipta suatu dunia yang teratur. Atau barangkali memang seperti esensialisme modern, yang mengimani bahwa ada sesuatu dibalik sedala sesuatu. Sesuatu yang tetap dan yang tak akan pernah berubah. Seperti yang aku katakan pada kawan sekelas, bahwa esesnsialisme modern kiranya terletak pada klaim akan adanya hukum ilmiah yang berada dibalik benda dan manusia itu sendiri, misalnya.

Berangkat dari asumsi pertama bahwa makna tergantung pada manusia kiranya kesimpulan jauhnya adalah bahwa Manusia merupakan titik central kehidupan yang pada akhirnya alam semesta menjadi bermakna. Manusia adalah segala-galanya. Manusia dan hanya manusia. Pergerekan dan dinamika yang terjadi di dunia adalah implikasi dari tindakan manusia itu sendiri. Ketidak-baikan yang terjadi adalah pengaruh dari kehendak manusia. Begitu juga, Kalau kebaikan itu ada, maka semuanya dikembalikan kepada manusia.

Berangkat dari pernyataan di atas, maka pengetahuan, nilai-nilai,atau apapun juga yang memiliki keterkaitan dengan manusia, barangkali termasuk agama tak lain adalah hasil kreativitas manusia. Ini tercipta karena manusia di dunia tidak hanya sebagai objek. Tapi, plus sebagai subjek untuk dirinya sendiri. Manusia adalah subjek-objek kehidupan. Tak ada yang ada di dunia selain manusia sebagai pecipta untuk dirinya sendiri, bukan untuk yang lain. Suatu posisi yang yang sangat unik sehingga pantas kalau perbincangan manusia tak atau mungkin tidak akan pernah selesai. Barangkali inilah sebagian dari isi klaim manusia sebagai makhluk misterius. Bukan hanya karena ia beraneka ragam. Tapi posisi itulah yang menjadikannya misterius.

Dalam kenyatatan tersebut, sebagaimana dideskripsikan di atas, maka apakah kehidupan itu sebenarnya bagi manusia, ketika manusia adalah segala-galanya. Adakah nilai-nilai agung memiliki makna bagi mansuia. Atau apakah memang benar bahwa di dunia ada hal agung selain hasil manusia. Adakah dan apakah artinya nilai kebenaran, kebaikan, keadilan serta kebahagian bagi mansuia.

Jangan-jangan itu semua hanyalah omong kosong belaka. Sesuatu yang membuat manusia terlena dari fakta yang ada. Sesuatu yang kita jadikan penutup kebenaran dengan topeng kebenaran atau sebagai pelipur lara dari penderitaan atas kepahitan dunia. Kalau benar bahwa semuanya ada dan bukan merupakan hasil kreatif manusia, bagaimanakah mengetahui dan menjalaninya.

Berawal dari makhluk pertama [kalangan agamawan, Islam, Kristen dan Yahudi sepakat bahwa manusia pertama yang hidup di dunia adalah Adam dan Hawa] sungguh perjalanan manusia telah melawati ruang dan waku yang sangat panjang. Standar ukur atau hitungan waktu tidak mampu memprediksikan sudah berapa lamakah manusia hidup mengembara di alam semesta. Tak ada jawaban pasti. Sejarawan hanya bisa menyelesaikannya dengan perkiraan-perkiraan. Salah satunya adalah dengan membuat pendikotomian corak kehidupan manusia, seperti pase pra sejarah dan sejarah atau sebagainya.

Dalam proses panjang tersebut sudah tak terhitung aneka ragam peristiwa terjadi. Kekalahan dan kemenangan suatu bangsa atau penderitaan umat manusia.

Berangkat dari dua asumsi tentang manusia; manusia adalah makhluk berpikir dan berbudaya,rekaman-rekaman mengenai berbagai peristiwa disusun secara sistematis. Kemudian jadilah apa yang kita kenal sekarang dengan sejarah. Begitu juga dengan semakin meningkatnya tingkat pengetahuan manusia, ilmu terntu muncul yang khusus meneliti dan mengkaji aspek sejarah manusia. Lahirlah satu cabang ilmu sejarah.

Dalam catatan sejarah kita melihat bahwa pergolakan antara satu kelompok atau bangsa berusaha untuk mendominasi yang lain. Yang kuat dia yang menang. Sebaliknya yang lemah mereka harus dicoret dari sejarah. Pada akhirnya sejarah tak lain adalah cerita para pemenang. Kemajauan, Kemegahan atau kesejahteraan selalu didegung-dengungkan dan diceritakan kepada anak generasi penerus untuk dijadikan contoh bagaimana menajalani kehidupan masa depan. Tak jarang pada pase selanjutnya, ketika yang menang sejarah berubah. Yang kalah akan dibalik cerita faktanya, dan sebaliknya.

Kalau pada faktanya seperti itu, apakah ada kebenaran dalam sejarah. Dengan kata lain, apakaha cerita-cerita yang dimuat dalam buku sejarah adalah benar pada faktangya memang terjadi. Pada kenyataannya, adalah suatu hal yang tak dapat ditutup-tutupi bahwa kebenaran suatu peristiwa harus disumpat oleh para penguasa. Kematian adalah hal yang lumrah bagi setiap orang yang berusaha menguak kebenaran faktanya. Dengan asumsi bahwa ilmu penegtahuan adalah untuk merubah sejarah, maka apakah penelitian sejarah tak lain adalah upaya untuk merumuskan sejarah yang ingin ditegakan. Kebenaran fakta bukanlah sebagai tujuan tetapi kepentinganlah yang jadi alasan. Pada akhirnya, kita juga bisa bertanya, apakah pantas dijadikan landasan kehidupan. Yang dimaksud adalah bisakah sejarah salah satu bahan bagi umat manusia untuk merencanakan masa mendatang. Meminjam istilah agama, sejarah dijadikan ibrat'.

Kenapa ini harus dipertanyakan, sebab pada paktanya klaim-klaim yang menyatakan bahwa hal-hal agung itu ada dan bukan hasil kreatifitas manusia, tapi ada sesuatu di luar diri manusia yang menciptakannya, entah itu tuhan dalam teologi atau ada dengan sendirinya dalam paham materialisme dan naturalisme, senantiasa ada keterlibatan manusia di dalamnya. Kalau manusia adalah subjek dalam itu semua, maka apakah itu semua adalah hasil manusia itu sendiri.

Tak tahu harus menjawab apa. Hanyalah entah dan bagaimana yang aku punya. Aku kemudian berpikir bahwa jangan-jangan sebenarnya kita sedang mengarungi kehidupan hanya dengan bermodalkan satu kata, “entah”, meminjam istilah Gunawan Muhammad.
Read more!

Mengapa???

Kamis, 22 November 2007

Mengapa kita banga dengan mekarnya kembang
Di suatu taman milik orang lain
Keindahan yang membuat kita lupa atas semua

Bukankah lebih baik
Kita bersyukur atas kejelekan sendiri
Tanpa itu tak ada kebaikan
Kebobrokan, kebodohan, atau seibu satu lainya
Dari kekurangan kita

Adalah tak mudah untuk mengakui itu semua
Sama seperti sulitnya mendambakan kesempurnaan

Pada akhirnya kebaikan adalah sisi lain dari kejelekan
Sebaliknya
Read more!

KAKEKTUA

Di atas hitamnya jalan aspal
Seorang kakek tua berjalan
Menarik gerobak kayu berat tak-terkirakan

Dengan megapit dua penarik roda
Tangannya bergetar
Mulutnya tak "diam'
Bergetar, bergetar, bergetar
Gerakan bukan diperintahkan

Sepasang kaki bengkok berhadap-hadapan
Berjalan bersampingan dengan putaran roda kendaharan berharga milyaran
Menginjak, menginjak tanpa alas atau pembatas
Panas-panas, panas.

Untaian kata seolah tak dapat di sewa seandainya dunia bisa
Bahasa tak mewakili apa yang dirasa
Tanda seolah-olah bukanlah simbol atas apa yang ada

Mata tak dapat menucurkan air tanda derita
Jiwa serasa tak merasa atas apa yang ada

Tak sangup, tak sangup, tak sanggup
Melihat apa yang ada

Di sini, di sini
Di tempat yang dianugarahi sang dewata
Mengapa, yang ada adalah neraka
Di sini, di sini
Di tempat agama-agama terbesar ada
Mengapa yang ada adalah durjana
Di sini, di sini
Di tempat terkaya di dunia
Mengapa yang ada adalah sengsara dan derita
Di sini, di sini
Di tempat, bernama bangsa
Yang seharusnya adalah kita
Mengapa yang ada hanyalah mereka bahkan dia

Di sini, di tempat ini
Yang seharusnya ada adalah tidak ada

Mungkin, dia, dialah yang mampu menerima kenyataan dunia
memperjuangkan derita tanpa bergantung kepada Dia
dia, dialah kakek tua renta
Bangga atas apa yang diterima

dia adalah dia
Tidakkah, aku atau kita bercermin pada dia
Kalu tidak, tidak kah aku atau kita adalah raga tanpa jiwa
Bahkan orang gila
Read more!

WARNA-WARNI

Memang, hidup unik
tawa, canda dan gembira
kesedihan, kekecewaan dan keputusasaan
Kebingungan seolah-olah tak mau ketinggalan.

kehidupan
Setiap orang akan mengalaminya
Tak ada kekecualian
Satu atau dua detikpun tak akan terlewat
Orang kaya atau orang miskin
Dewasa dan orang sudah lanjut usia
Ada cinta, ada benci
Ada kagum dan ada bangga
Bahkan ada juga yang ada tapi tak dapat diadakan dengan kata

Setiap orang dituntut untuk menghadapi
Tak dapat mengelak
"Hatta" bersedia atau tidak
Hanya yang berjiwa besarlah yang dapat bahagia
Read more!

PERJALANAN

Liku-liku kehidupan terus berjalan
Detik-detik waktu terus bergerak tanpa tersela
Kejadian demi kejadian datang silih berganti
Kompleksitas hidup seolah menjadi warna tersendiri
Bukti bahwa dunia betapa penuh misteri

Sore terasa sepi
Alunan suara musik terdengar keras berbunyi
Sayup-sayup terdengar suara kendaraan melaju melewat
Lamunan pun melayang mencoba menangkap semua yang terjadi

Sesosok penghuni alam semesta bernama manusia termenung dalam sunyi
Memikirkan atas apa yang telah dan sedang teralami
Dunia memang banyak menyimpan teka-teki
Ada yang telah berhasil diungkap
Ada yang masih terendap jiwa alam buana


Pertanyaan datang bertubi-tubi
Tanpa berhenti dan bisa ditutupi
Kebenaran terhijab sayap setan
Kebohongan dunia membuat manusia tersesat tanpa sadar

Terbayang masa silam
Saat dunia seolah menyeret pada keputusasaan
Hari-hari seolah enggan untuk memberi kebahagiaan
Secerca harapan selalu menuai kegagalan
Mimpi menghantui
Impian terasa bagaikan siksaan dalam keterjagaan

Tiba-tiba segalanya berubah
Keajaiban datang
Menawarkan sesuatu yang diimpikan
Namun tak pernah terbayangkan
Impianpun mewujud jadi kenyataan
Kegembiran dengan harapan bercampur,berpadu
Seolah ingin memudar keluar dan berkata
Merdeka

Kini semuanya serasa tak pernah ada
Hampir tak pernah teringat
Semuanya serasa tak pernah berbeda
Sekarang dan dulu seakan-akan adalah satu
Tak pernah ada dua masa dengan dua dunia
Inikah namanya kehidupan

Detik demi detik seolah baru dan baru
Tak ada dulu atau yang akan datang
Yang ada hanya sekarang dan disini
Semuanya terasa sama
Asing, dan penuh tanda tanya
Walaupun ingat, seolah tak pernah terjadi
Semua seolah berlalu dan berlalu

Sesederhanakah hidup ini
Tak mungkin
Bisakah setiap hembusan napas terasa penuh makna
Kesedihan seolah tak pernah menimpa
takkala kebahagian memberikan kesenangan

Belajarlah untuk hidup
dalam setiap detik kehidupan
Renungkan dan ambillah hikmahnya
Kita hidup sekarang dan disini
Read more!

KASIH

Ia mati di atas ranjang
Ditemani penyakit
Disaksikan erangan kesakitan
Dalam pengapanya ruangan
Bau obat-obatan

Ia mati di atas hitamnya jalan
Di rampok, dibunuh ditindas kekuasaan


Ia mati, putusnya kehidupan
Atas nama tuhan
Memperjuangkan kejayaan
Berperang membunuh atau dibunuh
Katanya mulia
Dengan motif benci
Berakhir sadis dan hilangnya nyawa
Yang ada adalah anjing

Ia mati atas nama kemerdekaan
Perjuangangan untuk sebuah kebebasan
Berkibarnya sang saka bendera di atas cakrawala
Sebuah pengorbanan

Hening, riuh resah
Bak air permukaannya tenang
Dalamnya gemuruh dan riuh

Aku ingin mati diatas pangkuanmu
Dalam dekapan nan belaian
Tangan dan pelipis pipimu menenangkan resah jiwaku
Dalam kesempurnan
Menuju yang maha tak-terdefenisikan
Tempatku berawal dan kembali
Read more!

HITAM

Sancang, i4, i2, o5

Kulihat dunia dengan kacamata hitam
Tersingkaplah bayangan kenyataan, serba hitam
Akupun menjadi hitam. Hidup pun menjadi serba hitam
Apakah dunia ini berwarna hitam?

Hidup adalah di sini dan sekarang
Dulu adalah guru
Masa depan adalah tujuan

Jangan pernah berharap mendapatkan permata intan
Kalau sebutir pasir belum pernah dimanfaatkan

Aku lebih memilih menderita dari pada bahagia
Padahal keinginan sejati adalah bahagia
Pantaskah aku berbuat itu semua
Apa yang harus aku lakukan sekarang
Read more!

ILAHII

Sancang, i6, i1, o5

Malam terasa dingin
Kesunyian menyergap dalam
Susana tenang
Iringan lagu menenangkan hati
Syahdu dan merdu berpadu menjadi satu
Aku duduk menuliskan keadaan diriku
Merenungkan atas apa yang aku rasakan

Menuliskan penggalan peristiwa yang telah dilakukan
Mencari kebijaksanaan diantara deretan perbuatan
Kosong rasanya hidup ini
Semuanya terasa seperti dengan sebelumnya
Hampa tiadak ada yang ada berbeda.
Stagnan dalam setiap laju detik yang terus berjalan

Ilahi dalam dirimu aku berada
Hidup di bawah kasih sayangmu
Kebebasanku adalah kemutlakan dirimu
Keterikatanku adalah kekuasaanmu

Ialahi tempatku berada
Kepadamu aku bersimpuh dan mengadu
Memohon petunjuk atas hidup

Ilahi kepadamu dalam pengampunanmu aku pasrah
Menyadari atas segala kekhilafan yang telah hambamu lalukan

Ilahi bimbinglah kepanaan ini dengan rahmatmu
Menuju kesempurnaan
Menjalani kehidupan sesuai dengan ridhamu
Read more!

PROSA TANPA TUHAN

Selasa, 02 Oktober 2007

- Homicde (split with Balcony)
BOOMBOX MONGER

Jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov mencari poros molotov yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan empty-V dan para radio penyedot phallus fasis bertitah 'harus',

PROSA TANPA TUHAN
mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi prosa beraliansi dengan dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /

Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian® instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika® inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama® maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /

Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.

Dunia ini adalah sebuah altar, secara nyata atau secara metafor, dan kita berada diatas sebuah reruntuhan yang masih tetap mencoba membangun dirinya kembali dengan tumbal-tumbal sejarahnya. Reruntuhan semua ide-ide totalitarian yang sekarang bergerak sibuk ber-resureksi atas nama tata dunia baru, demokrasi, moral, massa, rakyat, agama, surga, perkembangan ekonomi, bunga bank dan pesona deodoran. Sebagian mendomplengi globalisasi dan sebagian bergerak diatas tribalisasi. Perang lama dengan elit baru yang selalu membutuhkan serdadu, pahlawan, reproduksi mesin-mesin perang mereka dan tentu saja, tumbal. History 'is history'!! Representasi dan identitas menjadi sebuah persembahan dalam ritual mutlak bagi altar manusia modern. Kualitas tak dituju melalui kuantitas, tetapi kuantitas merefleksikan kualitas itu sendiri.Tak heran mengapa imej begitu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Resureksi atau lebih tepatnya lagi revival dari ide-ide totalitarian tak lebih dari perwujudan romantisme seperti halnya sosok seorang Megawati yang dirindukan oleh para pengikut Soekarno. Sebuah 'cover song' yang telah begitu menjijikan untuk dapat menjadi sebuah 'hit' kembali!! Who needs ideology if the ideas are in everyone's mind? Terlalu lama manusia menjadi objek dari ide-ide tanpa pernah memperlakukan dirinya sebagai subjek dari ide itu sendiri. Terlalu sentimentil dalam memilih produk yang mampu merepresentasikan dirinya tanpa pernah menggali potensi kekuatan dibalik redefenisi atau bahkan dekonstruksi, terlalu lama menjadi bagian dari sebuah entitas yang bernama 'massa' tanpa menyadari eksistensi dirinya sebagai seorang individu. Jika 'in-versi' hanya akan melahirkan kooptasi lainnya seperti halnya Punk-Rock® dan upaya-upaya in-versi lainnya, maka versi membutuhkan sebuah sub-versi. Karena takkan pernah cukup untuk hanya membalikkan sesuatu tanpa pernah menyentuh maknanya. Sesuatu yang terbalik tidak selamanya memiliki kapasitas negatif. Tetapi, seperti ucapan Ani DiFranco bahwa, 'every tool is a weapon if you hold it right'. Sebotol Coca Cola akan memiliki makna yang berbeda jika terisi bensin dan secarik kain. Reruntuhan altar ini dapat menjadi sebuah 'mosh pit' bagi segala sesuatu yang tak pernah dicap valid dalam kamus definisi jika manusia dapat menjadi 'Master of Ceremony' bagi dirinya sendiri. Track yang kami buat pada suatu sore ketika seharian memutar KRS-One, Quasimoto, Morbid Angel dan Carcass, pada hari yang sama ketika kami membaca sebuah artikel di sebuah harian tentang adanya rencana pemerintah membuat undang-undang yang akan mempidanakan seseorang yang tidak ikut pemilu dan mempengaruhi orang lain untuk ikut tidak mencoblos pada hari 'kiamat' itu. Hell yeah, seems like next year is madd interesting. Got ideas, anyone?

------------------------------------------------------------------
PURITAN (GODBLESSED FASCISTS)
------------------------------------------------------------------
adalah bagaimana manusia menyebut nama tuhannya : “tebas lehernya dahulu baru beri dia kesempatan untuk bertanya” pastikan setiap tema legitimasi agama seperti hak cipta supaya dapat kucuci seluruh kesucianmu dengan sperma persetan dengan Surga® sejak parameter pahala diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa kini leherku-lah yang membuat golokmu tertawa target operasi di antara segudang fasis seperti FBR di Karbala karena aku adalah libido amarahmu yang terangsang dalam genangan darah selangkangan Shanty jika kau menyebut parang bagian dari dakwah melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera para manusia-unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa paranoia statistika agama, wacana-phobia ala F.A.K B-A-K-I-N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar partai bisa ular, belukar liberal Gengis Khan mana yang coba definisikan moral persetankan argumentasi membakar bara masalah dengan kunci pembuka monopoli anti-argumen komprehensi satu bahasa instruksi air raksa mereduksi puisi hingga level yang paling fatal kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi wadal modernisasi, program labelisasi Abu Jahal distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai aku bersumpah untuk setiap jengkal markas yang kalian anggap layak bongkar dan setiap buku yang nampak lebih berguna jika terbakar jika setiap hal harus bergerak dalam alurmu yang sakral sampai api terakhir pun, neraka bertukar tempat dengan aspal batalyon pembenci Gommorah sucikan dunia dengan darah menipiskan batas antara kotbah dengan gundukan sampah jika membaca Albert Camus menjadi alasan badan-leher terpisah lawan api dengan api dan biarkan semua rata dengan tanah lubang tai sejarah, memang dunia adalah kakus raksasa nikahi bongkah kranium kerdil berpinak ludah jika idealisme-mu tawaran untuk mengundang surga mampir berikan bendera dan seragammu, kan kubakar sampai arang terakhir sratus kali lebih dangkal dari kolom Atang Ruswita seribu kali lebih busuk dari tajuk majalah Garda untuk semua idiot yang berfikir semua ide dapat berakhir diperapian tak ada dunia yang begitu mudah untuk kalian hitamputihkan mendukung keagungan layak Heidegger mendukung Nazi propaganda basi, wahyu surgawi dengan bau tengik terasi jika suci adalah wajib dan perbedaan harus melenyap maka jawaban atas wahyu parang dan balok adalah bensin, kain dan botol kecap yo, fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati tunggu di ujung jalan yang sama saat kalian mengancam kami /

Lagu ini ditulis pada pertengahan tahun 2001 lalu. Ketika terjadi fenomena pemberangusan gerakan 'pro-dem' (whatever the fuck that means), dan sweeping plus pembakaran buku-buku yang dicap 'kiri' oleh beberapa golongan yang berlindung dibalik topeng moral agama dan nasionalisme. Tak hanya sekedar itu, dengan dukungan propaganda massif lewat media massa (para elit mereka notabene merupakan pemilik beragam media massa lokal), mereka juga melakukan penganiayaan, pemukulan, penculikan bahkan penyerangan dan pembongkaran markas-markas aktivisme di beberapa kota. Pada awalnya hanya sebagian kecil saja yang memberanikan diri menentang mereka secara terang-terangan namun pada akhirnya gelombang fasis baru ini direspon dengan perlawanan di basis akar rumput pada hampir setiap kota. Beberapa kawan menyarankan untuk tidak merilis lagu ini karena alasan klise; masyarakat kita adalah masyarakat religius, namun kami berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat. Kultur religius tak harus dibarengi dengan tabiat Mussolini dan Stalin, dan kami pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme, terutama mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Ariel Sharon dan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Lagu ini kami dedikasikan pada mereka yang pada hari-hari tersebut berada digaris depan, mulai dari Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Jogja hingga Surabaya. Keep ya head up, brothers. Stay Strong.
------------------------------------------------------------------
SEMIOTIKA RAJATEGA
------------------------------------------------------------------
MC hari ini lebih banyak memakai topeng dari Zapatista hampir sulit membedakan antara bacot patriot dan miskin logika bicara tentang skill dan kompetisi, mengobral sompral jatuh setelah berkoar, lari dengan ujung kontol terbakar MC butuh federasi dan breakbeats berdasi untuk sekantung wacana basi dan eksistensi MC Tampon, mencoba membuat mall menjadi Saigon amunisi tanpa kanon, mucikari martir yang gagal mencari bondon sarat kritik, kosong esensi seperti kotbah kyai Golkar bongkar essay kacangan lulabi usang pasca makar gelora manuver rima Kahar Muzakar tak akan pernah dapat menyentuh beat pembebasan B-Boy Ali Asghar hiphop chauvinis, kontol kalian bau amis, memang tak akan pernah habis persis duet Hitler tanpa kumis dan Earth Crisis krisis identitas, menyebut teman nongkrongnya 'niggaz' sebut dan diss nama kami, kubuat bacot kalian karam seperti Tampomas berusaha setengah mati menjadi negasi berlindung dibelakang pembenaran interpretasi, basa-basi mengobarkan kebanggaan dengan microphone terseret tak sabar menunggu saat monumental kalian berduet dengan Eurrico Guterrez /

Ternyata rencana invasimu lebih meleset dari konsepsi dan prediksi partai marxist akan kematian borjuasi melemparkan invitasi MC pada setiap rima dan Homicide masih mendominasi sensus kematian populasi akibat rajasinga MC adalah negara yang membuat kontradiksi tak pernah final tanpa menifestasi yang sesubstansial gerilyawan maoist di Nepal lirikal neoliberal, yang memaksa indeks lirikmu turun drastis dan terlihat lebih dungu dari logika formal, terlalu tipikal dan masih jauh dibawah horizon minimal memiliki nasib yang sama dengan PSSI dalam kancah internasional hadirkan konfrontasi maka MC lari mencari pengacara dan mengakhiri argumen dengan histeria seperti Yudhistira tanpa hak cipta jangan berharap unggul dengan skill bualan ala TV Media yang membuat kau dan Iwa tersungkur dalam satu kriteria

///representasi yang membuatmu nampak seperti fatamorgana membuat setiap microphone battle berakhir dengan wajah yang sama persetan dengan persatuan, hiphop hanya memiliki empat unsur dua mikrofon, kau dan aku, tentukan siapa yang lebih dulu tersungkur /

Memang memuakkan melayani diplomasi scene lawakan tapi pasti kalian dapatkan jika kalian menginginkan konflik atas nama kebanggaan bidani bacot murahan tentang imortalitas hiphop seperti liang dubur pahlawan kesiangan yang membuat lagu lama konservatif keluar liang kubur karena aku adalah seorang kapiten neraka mematahkan pedang panjang para lokalis duplikat dan plagiat para Wu-Tang arwah objek kritik lapuk layak sosialisme ilmiah kalian ancam kami dengan lulabi akidah paku dalam bingkai kaca keagungan moralitas, persetan kuantitas kematian memang identitas yang tak perlu imortalitas label adalah reduksi, komoditas residu industri kultural hegemoni, membidani oponen dalam posisi Prosa pramudya yang bukan Ananta Toer Mengepal jemari meski dengan batas teritori yang terkubur memenej kalbu tanpa retorika Aa Gymnastiar menembus urat nadi distribusi tanpa harus membuat izinku terdaftar MC menabur bensin dan tak pernah punya nyali menyalakan korek membacot dibelakang punggung lebih parah dari CekNRicek

[] MC Yang sama petantang-petenteng sekarang membawa aikon biz lebih banyak daripada anggota Slank Kalian para martir hiphop, patriot tai kucing Yang membela lubang pantat logika dengan darah Siapkan microphone kalian dan siapkan untuk menutup lubang tai sejarah dan bagi kalian yang menginterpretasikan lagu ini untuk kalian.. Lebok tah Anjing! []
Read more!