PROSA TANPA TUHAN ~ AQIDAH FILSAFAT UIN SGD BANDUNG

PROSA TANPA TUHAN

Selasa, 02 Oktober 2007

- Homicde (split with Balcony)
BOOMBOX MONGER

Jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov mencari poros molotov yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan empty-V dan para radio penyedot phallus fasis bertitah 'harus',

PROSA TANPA TUHAN
mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi prosa beraliansi dengan dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /

Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian® instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika® inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama® maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /

Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.

Dunia ini adalah sebuah altar, secara nyata atau secara metafor, dan kita berada diatas sebuah reruntuhan yang masih tetap mencoba membangun dirinya kembali dengan tumbal-tumbal sejarahnya. Reruntuhan semua ide-ide totalitarian yang sekarang bergerak sibuk ber-resureksi atas nama tata dunia baru, demokrasi, moral, massa, rakyat, agama, surga, perkembangan ekonomi, bunga bank dan pesona deodoran. Sebagian mendomplengi globalisasi dan sebagian bergerak diatas tribalisasi. Perang lama dengan elit baru yang selalu membutuhkan serdadu, pahlawan, reproduksi mesin-mesin perang mereka dan tentu saja, tumbal. History 'is history'!! Representasi dan identitas menjadi sebuah persembahan dalam ritual mutlak bagi altar manusia modern. Kualitas tak dituju melalui kuantitas, tetapi kuantitas merefleksikan kualitas itu sendiri.Tak heran mengapa imej begitu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Resureksi atau lebih tepatnya lagi revival dari ide-ide totalitarian tak lebih dari perwujudan romantisme seperti halnya sosok seorang Megawati yang dirindukan oleh para pengikut Soekarno. Sebuah 'cover song' yang telah begitu menjijikan untuk dapat menjadi sebuah 'hit' kembali!! Who needs ideology if the ideas are in everyone's mind? Terlalu lama manusia menjadi objek dari ide-ide tanpa pernah memperlakukan dirinya sebagai subjek dari ide itu sendiri. Terlalu sentimentil dalam memilih produk yang mampu merepresentasikan dirinya tanpa pernah menggali potensi kekuatan dibalik redefenisi atau bahkan dekonstruksi, terlalu lama menjadi bagian dari sebuah entitas yang bernama 'massa' tanpa menyadari eksistensi dirinya sebagai seorang individu. Jika 'in-versi' hanya akan melahirkan kooptasi lainnya seperti halnya Punk-Rock® dan upaya-upaya in-versi lainnya, maka versi membutuhkan sebuah sub-versi. Karena takkan pernah cukup untuk hanya membalikkan sesuatu tanpa pernah menyentuh maknanya. Sesuatu yang terbalik tidak selamanya memiliki kapasitas negatif. Tetapi, seperti ucapan Ani DiFranco bahwa, 'every tool is a weapon if you hold it right'. Sebotol Coca Cola akan memiliki makna yang berbeda jika terisi bensin dan secarik kain. Reruntuhan altar ini dapat menjadi sebuah 'mosh pit' bagi segala sesuatu yang tak pernah dicap valid dalam kamus definisi jika manusia dapat menjadi 'Master of Ceremony' bagi dirinya sendiri. Track yang kami buat pada suatu sore ketika seharian memutar KRS-One, Quasimoto, Morbid Angel dan Carcass, pada hari yang sama ketika kami membaca sebuah artikel di sebuah harian tentang adanya rencana pemerintah membuat undang-undang yang akan mempidanakan seseorang yang tidak ikut pemilu dan mempengaruhi orang lain untuk ikut tidak mencoblos pada hari 'kiamat' itu. Hell yeah, seems like next year is madd interesting. Got ideas, anyone?

------------------------------------------------------------------
PURITAN (GODBLESSED FASCISTS)
------------------------------------------------------------------
adalah bagaimana manusia menyebut nama tuhannya : “tebas lehernya dahulu baru beri dia kesempatan untuk bertanya” pastikan setiap tema legitimasi agama seperti hak cipta supaya dapat kucuci seluruh kesucianmu dengan sperma persetan dengan Surga® sejak parameter pahala diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa kini leherku-lah yang membuat golokmu tertawa target operasi di antara segudang fasis seperti FBR di Karbala karena aku adalah libido amarahmu yang terangsang dalam genangan darah selangkangan Shanty jika kau menyebut parang bagian dari dakwah melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera para manusia-unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa paranoia statistika agama, wacana-phobia ala F.A.K B-A-K-I-N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar partai bisa ular, belukar liberal Gengis Khan mana yang coba definisikan moral persetankan argumentasi membakar bara masalah dengan kunci pembuka monopoli anti-argumen komprehensi satu bahasa instruksi air raksa mereduksi puisi hingga level yang paling fatal kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi wadal modernisasi, program labelisasi Abu Jahal distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai aku bersumpah untuk setiap jengkal markas yang kalian anggap layak bongkar dan setiap buku yang nampak lebih berguna jika terbakar jika setiap hal harus bergerak dalam alurmu yang sakral sampai api terakhir pun, neraka bertukar tempat dengan aspal batalyon pembenci Gommorah sucikan dunia dengan darah menipiskan batas antara kotbah dengan gundukan sampah jika membaca Albert Camus menjadi alasan badan-leher terpisah lawan api dengan api dan biarkan semua rata dengan tanah lubang tai sejarah, memang dunia adalah kakus raksasa nikahi bongkah kranium kerdil berpinak ludah jika idealisme-mu tawaran untuk mengundang surga mampir berikan bendera dan seragammu, kan kubakar sampai arang terakhir sratus kali lebih dangkal dari kolom Atang Ruswita seribu kali lebih busuk dari tajuk majalah Garda untuk semua idiot yang berfikir semua ide dapat berakhir diperapian tak ada dunia yang begitu mudah untuk kalian hitamputihkan mendukung keagungan layak Heidegger mendukung Nazi propaganda basi, wahyu surgawi dengan bau tengik terasi jika suci adalah wajib dan perbedaan harus melenyap maka jawaban atas wahyu parang dan balok adalah bensin, kain dan botol kecap yo, fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati tunggu di ujung jalan yang sama saat kalian mengancam kami /

Lagu ini ditulis pada pertengahan tahun 2001 lalu. Ketika terjadi fenomena pemberangusan gerakan 'pro-dem' (whatever the fuck that means), dan sweeping plus pembakaran buku-buku yang dicap 'kiri' oleh beberapa golongan yang berlindung dibalik topeng moral agama dan nasionalisme. Tak hanya sekedar itu, dengan dukungan propaganda massif lewat media massa (para elit mereka notabene merupakan pemilik beragam media massa lokal), mereka juga melakukan penganiayaan, pemukulan, penculikan bahkan penyerangan dan pembongkaran markas-markas aktivisme di beberapa kota. Pada awalnya hanya sebagian kecil saja yang memberanikan diri menentang mereka secara terang-terangan namun pada akhirnya gelombang fasis baru ini direspon dengan perlawanan di basis akar rumput pada hampir setiap kota. Beberapa kawan menyarankan untuk tidak merilis lagu ini karena alasan klise; masyarakat kita adalah masyarakat religius, namun kami berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat. Kultur religius tak harus dibarengi dengan tabiat Mussolini dan Stalin, dan kami pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme, terutama mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Ariel Sharon dan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Lagu ini kami dedikasikan pada mereka yang pada hari-hari tersebut berada digaris depan, mulai dari Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Jogja hingga Surabaya. Keep ya head up, brothers. Stay Strong.
------------------------------------------------------------------
SEMIOTIKA RAJATEGA
------------------------------------------------------------------
MC hari ini lebih banyak memakai topeng dari Zapatista hampir sulit membedakan antara bacot patriot dan miskin logika bicara tentang skill dan kompetisi, mengobral sompral jatuh setelah berkoar, lari dengan ujung kontol terbakar MC butuh federasi dan breakbeats berdasi untuk sekantung wacana basi dan eksistensi MC Tampon, mencoba membuat mall menjadi Saigon amunisi tanpa kanon, mucikari martir yang gagal mencari bondon sarat kritik, kosong esensi seperti kotbah kyai Golkar bongkar essay kacangan lulabi usang pasca makar gelora manuver rima Kahar Muzakar tak akan pernah dapat menyentuh beat pembebasan B-Boy Ali Asghar hiphop chauvinis, kontol kalian bau amis, memang tak akan pernah habis persis duet Hitler tanpa kumis dan Earth Crisis krisis identitas, menyebut teman nongkrongnya 'niggaz' sebut dan diss nama kami, kubuat bacot kalian karam seperti Tampomas berusaha setengah mati menjadi negasi berlindung dibelakang pembenaran interpretasi, basa-basi mengobarkan kebanggaan dengan microphone terseret tak sabar menunggu saat monumental kalian berduet dengan Eurrico Guterrez /

Ternyata rencana invasimu lebih meleset dari konsepsi dan prediksi partai marxist akan kematian borjuasi melemparkan invitasi MC pada setiap rima dan Homicide masih mendominasi sensus kematian populasi akibat rajasinga MC adalah negara yang membuat kontradiksi tak pernah final tanpa menifestasi yang sesubstansial gerilyawan maoist di Nepal lirikal neoliberal, yang memaksa indeks lirikmu turun drastis dan terlihat lebih dungu dari logika formal, terlalu tipikal dan masih jauh dibawah horizon minimal memiliki nasib yang sama dengan PSSI dalam kancah internasional hadirkan konfrontasi maka MC lari mencari pengacara dan mengakhiri argumen dengan histeria seperti Yudhistira tanpa hak cipta jangan berharap unggul dengan skill bualan ala TV Media yang membuat kau dan Iwa tersungkur dalam satu kriteria

///representasi yang membuatmu nampak seperti fatamorgana membuat setiap microphone battle berakhir dengan wajah yang sama persetan dengan persatuan, hiphop hanya memiliki empat unsur dua mikrofon, kau dan aku, tentukan siapa yang lebih dulu tersungkur /

Memang memuakkan melayani diplomasi scene lawakan tapi pasti kalian dapatkan jika kalian menginginkan konflik atas nama kebanggaan bidani bacot murahan tentang imortalitas hiphop seperti liang dubur pahlawan kesiangan yang membuat lagu lama konservatif keluar liang kubur karena aku adalah seorang kapiten neraka mematahkan pedang panjang para lokalis duplikat dan plagiat para Wu-Tang arwah objek kritik lapuk layak sosialisme ilmiah kalian ancam kami dengan lulabi akidah paku dalam bingkai kaca keagungan moralitas, persetan kuantitas kematian memang identitas yang tak perlu imortalitas label adalah reduksi, komoditas residu industri kultural hegemoni, membidani oponen dalam posisi Prosa pramudya yang bukan Ananta Toer Mengepal jemari meski dengan batas teritori yang terkubur memenej kalbu tanpa retorika Aa Gymnastiar menembus urat nadi distribusi tanpa harus membuat izinku terdaftar MC menabur bensin dan tak pernah punya nyali menyalakan korek membacot dibelakang punggung lebih parah dari CekNRicek

[] MC Yang sama petantang-petenteng sekarang membawa aikon biz lebih banyak daripada anggota Slank Kalian para martir hiphop, patriot tai kucing Yang membela lubang pantat logika dengan darah Siapkan microphone kalian dan siapkan untuk menutup lubang tai sejarah dan bagi kalian yang menginterpretasikan lagu ini untuk kalian.. Lebok tah Anjing! []