PROSA TANPA TUHAN

Selasa, 02 Oktober 2007

- Homicde (split with Balcony)
BOOMBOX MONGER

Jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov mencari poros molotov yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan empty-V dan para radio penyedot phallus fasis bertitah 'harus',

PROSA TANPA TUHAN
mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi prosa beraliansi dengan dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /

Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian® instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika® inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama® maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /

Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.

Dunia ini adalah sebuah altar, secara nyata atau secara metafor, dan kita berada diatas sebuah reruntuhan yang masih tetap mencoba membangun dirinya kembali dengan tumbal-tumbal sejarahnya. Reruntuhan semua ide-ide totalitarian yang sekarang bergerak sibuk ber-resureksi atas nama tata dunia baru, demokrasi, moral, massa, rakyat, agama, surga, perkembangan ekonomi, bunga bank dan pesona deodoran. Sebagian mendomplengi globalisasi dan sebagian bergerak diatas tribalisasi. Perang lama dengan elit baru yang selalu membutuhkan serdadu, pahlawan, reproduksi mesin-mesin perang mereka dan tentu saja, tumbal. History 'is history'!! Representasi dan identitas menjadi sebuah persembahan dalam ritual mutlak bagi altar manusia modern. Kualitas tak dituju melalui kuantitas, tetapi kuantitas merefleksikan kualitas itu sendiri.Tak heran mengapa imej begitu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Resureksi atau lebih tepatnya lagi revival dari ide-ide totalitarian tak lebih dari perwujudan romantisme seperti halnya sosok seorang Megawati yang dirindukan oleh para pengikut Soekarno. Sebuah 'cover song' yang telah begitu menjijikan untuk dapat menjadi sebuah 'hit' kembali!! Who needs ideology if the ideas are in everyone's mind? Terlalu lama manusia menjadi objek dari ide-ide tanpa pernah memperlakukan dirinya sebagai subjek dari ide itu sendiri. Terlalu sentimentil dalam memilih produk yang mampu merepresentasikan dirinya tanpa pernah menggali potensi kekuatan dibalik redefenisi atau bahkan dekonstruksi, terlalu lama menjadi bagian dari sebuah entitas yang bernama 'massa' tanpa menyadari eksistensi dirinya sebagai seorang individu. Jika 'in-versi' hanya akan melahirkan kooptasi lainnya seperti halnya Punk-Rock® dan upaya-upaya in-versi lainnya, maka versi membutuhkan sebuah sub-versi. Karena takkan pernah cukup untuk hanya membalikkan sesuatu tanpa pernah menyentuh maknanya. Sesuatu yang terbalik tidak selamanya memiliki kapasitas negatif. Tetapi, seperti ucapan Ani DiFranco bahwa, 'every tool is a weapon if you hold it right'. Sebotol Coca Cola akan memiliki makna yang berbeda jika terisi bensin dan secarik kain. Reruntuhan altar ini dapat menjadi sebuah 'mosh pit' bagi segala sesuatu yang tak pernah dicap valid dalam kamus definisi jika manusia dapat menjadi 'Master of Ceremony' bagi dirinya sendiri. Track yang kami buat pada suatu sore ketika seharian memutar KRS-One, Quasimoto, Morbid Angel dan Carcass, pada hari yang sama ketika kami membaca sebuah artikel di sebuah harian tentang adanya rencana pemerintah membuat undang-undang yang akan mempidanakan seseorang yang tidak ikut pemilu dan mempengaruhi orang lain untuk ikut tidak mencoblos pada hari 'kiamat' itu. Hell yeah, seems like next year is madd interesting. Got ideas, anyone?

------------------------------------------------------------------
PURITAN (GODBLESSED FASCISTS)
------------------------------------------------------------------
adalah bagaimana manusia menyebut nama tuhannya : “tebas lehernya dahulu baru beri dia kesempatan untuk bertanya” pastikan setiap tema legitimasi agama seperti hak cipta supaya dapat kucuci seluruh kesucianmu dengan sperma persetan dengan Surga® sejak parameter pahala diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa kini leherku-lah yang membuat golokmu tertawa target operasi di antara segudang fasis seperti FBR di Karbala karena aku adalah libido amarahmu yang terangsang dalam genangan darah selangkangan Shanty jika kau menyebut parang bagian dari dakwah melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera para manusia-unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa paranoia statistika agama, wacana-phobia ala F.A.K B-A-K-I-N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar partai bisa ular, belukar liberal Gengis Khan mana yang coba definisikan moral persetankan argumentasi membakar bara masalah dengan kunci pembuka monopoli anti-argumen komprehensi satu bahasa instruksi air raksa mereduksi puisi hingga level yang paling fatal kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi wadal modernisasi, program labelisasi Abu Jahal distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai aku bersumpah untuk setiap jengkal markas yang kalian anggap layak bongkar dan setiap buku yang nampak lebih berguna jika terbakar jika setiap hal harus bergerak dalam alurmu yang sakral sampai api terakhir pun, neraka bertukar tempat dengan aspal batalyon pembenci Gommorah sucikan dunia dengan darah menipiskan batas antara kotbah dengan gundukan sampah jika membaca Albert Camus menjadi alasan badan-leher terpisah lawan api dengan api dan biarkan semua rata dengan tanah lubang tai sejarah, memang dunia adalah kakus raksasa nikahi bongkah kranium kerdil berpinak ludah jika idealisme-mu tawaran untuk mengundang surga mampir berikan bendera dan seragammu, kan kubakar sampai arang terakhir sratus kali lebih dangkal dari kolom Atang Ruswita seribu kali lebih busuk dari tajuk majalah Garda untuk semua idiot yang berfikir semua ide dapat berakhir diperapian tak ada dunia yang begitu mudah untuk kalian hitamputihkan mendukung keagungan layak Heidegger mendukung Nazi propaganda basi, wahyu surgawi dengan bau tengik terasi jika suci adalah wajib dan perbedaan harus melenyap maka jawaban atas wahyu parang dan balok adalah bensin, kain dan botol kecap yo, fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati tunggu di ujung jalan yang sama saat kalian mengancam kami /

Lagu ini ditulis pada pertengahan tahun 2001 lalu. Ketika terjadi fenomena pemberangusan gerakan 'pro-dem' (whatever the fuck that means), dan sweeping plus pembakaran buku-buku yang dicap 'kiri' oleh beberapa golongan yang berlindung dibalik topeng moral agama dan nasionalisme. Tak hanya sekedar itu, dengan dukungan propaganda massif lewat media massa (para elit mereka notabene merupakan pemilik beragam media massa lokal), mereka juga melakukan penganiayaan, pemukulan, penculikan bahkan penyerangan dan pembongkaran markas-markas aktivisme di beberapa kota. Pada awalnya hanya sebagian kecil saja yang memberanikan diri menentang mereka secara terang-terangan namun pada akhirnya gelombang fasis baru ini direspon dengan perlawanan di basis akar rumput pada hampir setiap kota. Beberapa kawan menyarankan untuk tidak merilis lagu ini karena alasan klise; masyarakat kita adalah masyarakat religius, namun kami berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat. Kultur religius tak harus dibarengi dengan tabiat Mussolini dan Stalin, dan kami pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme, terutama mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Ariel Sharon dan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Lagu ini kami dedikasikan pada mereka yang pada hari-hari tersebut berada digaris depan, mulai dari Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Jogja hingga Surabaya. Keep ya head up, brothers. Stay Strong.
------------------------------------------------------------------
SEMIOTIKA RAJATEGA
------------------------------------------------------------------
MC hari ini lebih banyak memakai topeng dari Zapatista hampir sulit membedakan antara bacot patriot dan miskin logika bicara tentang skill dan kompetisi, mengobral sompral jatuh setelah berkoar, lari dengan ujung kontol terbakar MC butuh federasi dan breakbeats berdasi untuk sekantung wacana basi dan eksistensi MC Tampon, mencoba membuat mall menjadi Saigon amunisi tanpa kanon, mucikari martir yang gagal mencari bondon sarat kritik, kosong esensi seperti kotbah kyai Golkar bongkar essay kacangan lulabi usang pasca makar gelora manuver rima Kahar Muzakar tak akan pernah dapat menyentuh beat pembebasan B-Boy Ali Asghar hiphop chauvinis, kontol kalian bau amis, memang tak akan pernah habis persis duet Hitler tanpa kumis dan Earth Crisis krisis identitas, menyebut teman nongkrongnya 'niggaz' sebut dan diss nama kami, kubuat bacot kalian karam seperti Tampomas berusaha setengah mati menjadi negasi berlindung dibelakang pembenaran interpretasi, basa-basi mengobarkan kebanggaan dengan microphone terseret tak sabar menunggu saat monumental kalian berduet dengan Eurrico Guterrez /

Ternyata rencana invasimu lebih meleset dari konsepsi dan prediksi partai marxist akan kematian borjuasi melemparkan invitasi MC pada setiap rima dan Homicide masih mendominasi sensus kematian populasi akibat rajasinga MC adalah negara yang membuat kontradiksi tak pernah final tanpa menifestasi yang sesubstansial gerilyawan maoist di Nepal lirikal neoliberal, yang memaksa indeks lirikmu turun drastis dan terlihat lebih dungu dari logika formal, terlalu tipikal dan masih jauh dibawah horizon minimal memiliki nasib yang sama dengan PSSI dalam kancah internasional hadirkan konfrontasi maka MC lari mencari pengacara dan mengakhiri argumen dengan histeria seperti Yudhistira tanpa hak cipta jangan berharap unggul dengan skill bualan ala TV Media yang membuat kau dan Iwa tersungkur dalam satu kriteria

///representasi yang membuatmu nampak seperti fatamorgana membuat setiap microphone battle berakhir dengan wajah yang sama persetan dengan persatuan, hiphop hanya memiliki empat unsur dua mikrofon, kau dan aku, tentukan siapa yang lebih dulu tersungkur /

Memang memuakkan melayani diplomasi scene lawakan tapi pasti kalian dapatkan jika kalian menginginkan konflik atas nama kebanggaan bidani bacot murahan tentang imortalitas hiphop seperti liang dubur pahlawan kesiangan yang membuat lagu lama konservatif keluar liang kubur karena aku adalah seorang kapiten neraka mematahkan pedang panjang para lokalis duplikat dan plagiat para Wu-Tang arwah objek kritik lapuk layak sosialisme ilmiah kalian ancam kami dengan lulabi akidah paku dalam bingkai kaca keagungan moralitas, persetan kuantitas kematian memang identitas yang tak perlu imortalitas label adalah reduksi, komoditas residu industri kultural hegemoni, membidani oponen dalam posisi Prosa pramudya yang bukan Ananta Toer Mengepal jemari meski dengan batas teritori yang terkubur memenej kalbu tanpa retorika Aa Gymnastiar menembus urat nadi distribusi tanpa harus membuat izinku terdaftar MC menabur bensin dan tak pernah punya nyali menyalakan korek membacot dibelakang punggung lebih parah dari CekNRicek

[] MC Yang sama petantang-petenteng sekarang membawa aikon biz lebih banyak daripada anggota Slank Kalian para martir hiphop, patriot tai kucing Yang membela lubang pantat logika dengan darah Siapkan microphone kalian dan siapkan untuk menutup lubang tai sejarah dan bagi kalian yang menginterpretasikan lagu ini untuk kalian.. Lebok tah Anjing! []
Read more!

PROS

- Homicde (split with Balcony)
BOOMBOX MONGER

Jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov mencari poros molotov yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan empty-V dan para radio penyedot phallus fasis bertitah 'harus',

PROSA TANPA TUHAN
mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi prosa beraliansi dengan dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /

Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D'Annunzio juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian® instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika® inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama® maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan /

Saya teringat saat awal 80-an, entah tahun berapa tepatnya, didekat sebuah SD Inpres dekat rumah terdapat sebuah lapangan volley dimana setiap sore diadakan acara breakdance yang selalu saya tonton sebelum saya pulang sekolah. Saya tak pernah bisa breakdance dan memilih untuk duduk dipojok dekat sebuah tape besar yang memasok ritme bagi mereka yang berpartisipasi di atas lembaran kertas kardus. Saya selalu ingin memiliki tape jenis itu, yang tak pernah saya dapatkan hingga setahun kemudian, justru saat demam breakdance sudah mulai habis, ketika ayah saya pulang dari pasar loak di Cihapit membelikan sebuah boombox sebesar jendela dan sebuah soundtrack film Tari Kejang sebagai hadiah ulang tahun. Saya sangat bangga dengan boombox itu terlebih ketika melihat boombox yang hampir mirip dipakai LL.Cool.J untuk sampul album pertamanya, 'Radio, hingga hampir setiap hari saya bawa kemanapun saya bermain, meski tanpa baterai sekalipun. Dan memang demam breakdance melenyap, karena 'era'-nya sudah lewat dan 'Jack The Ripper', 'King of Rock' dan 'Rebel Without A Pause' pun tidak cocok untuk breakdance dan boombox itu berubah fungsi menjadi sebuah tanda tak langsung untuk mengatakan bahwa lagu yang diputar teman tetangga saya sucks. Wham sucks, Lionel Richie sucks. Memasang musik hingga indikator volume memerah. Dua dasawarsa telah lewat, boombox itu telah rusak dihajar umur. Namun kami besar bersama hiphop yang sama yang pernah diputar di tape itu. Hiphop yang notabene sebuah kultur asing yang kami tak memiliki tradisinya, bukan wayang golek dan bukan kecapi suling. Hiphop yang sama yang mengenalkan kami dengan sebuah semangat menghajar kebosanan dan cara-cara verbal dan fisik menampar status quo dan sekaligus sebuah rasa cinta pada kehidupan. Hiphop yang bukan 'bling-bling' yang kami dengar di radio akhir-akhir ini dan yang berotasi di MTV Non Stop Hits. Ini semua membuat kami berandai-andai membayangkan jika seorang B-boy menenteng boombox, lagu apa yang akan mereka putar supaya dapat mewakili mereka merepresentasikan identitas mereka, album apa yang layak diputar sebagai soundtrack keseharian mereka sehingga dapat berbagi semangat dan perasaan pada setiap kawan yang mereka jumpai sekaligus seolah menampar setiap tikus-tikus konservatif yang mencoba menyuruh mereka mematikan boombox tersebut. Kemudian bayangkan kata 'B-boy' digantikan dengan 'setiap orang', jika memang benar konon 'setiap orang' memiliki hasrat. Hasrat yang sama yang kami rasakan hari ini ketika kami menginginkan sesuatu. Sesuatu yang bukan bagian dari sebuah dunia lama yang usang, status quo yang menghalangi kami mendapatkan hasrat. Hasrat untuk lepas dari tirani ekonomi, hasrat untuk lepas dari kontrol, lepas dari imbas kebijakan para segelintir elit dan opresi otoritas, lepas dari kewajiban sok moralis, dari ketakutan terhadap bom yang setiap saat dapat meledak didepan teman dan keluarga kami, lepas dari usaha-usaha penyeragaman dunia, dari kontrol dan imbas manusia-manusia yang berlomba berkompetisi untuk mengejar hasrat-hasrat mereka, dari hegemoni negara dan korporasi, lepas dari kooptasi para mencret-mencret dasamuka bisnis untuk kemudian membayangkan setiap orang bekerjasama, berko-operasi untuk setiap kebutuhan dan hasrat mereka. Sebut itu utopia. Namun yang pasti hasrat itu kali ini harus kami capai bukan dengan sekedar duduk dan menunggu karena saya yakin ia tak akan pernah datang dalam bentuk kado ulang tahun. Now I got the brand new box and i'm about to pass it. Make sure everything remains raw then gimme ya playlist.

Dunia ini adalah sebuah altar, secara nyata atau secara metafor, dan kita berada diatas sebuah reruntuhan yang masih tetap mencoba membangun dirinya kembali dengan tumbal-tumbal sejarahnya. Reruntuhan semua ide-ide totalitarian yang sekarang bergerak sibuk ber-resureksi atas nama tata dunia baru, demokrasi, moral, massa, rakyat, agama, surga, perkembangan ekonomi, bunga bank dan pesona deodoran. Sebagian mendomplengi globalisasi dan sebagian bergerak diatas tribalisasi. Perang lama dengan elit baru yang selalu membutuhkan serdadu, pahlawan, reproduksi mesin-mesin perang mereka dan tentu saja, tumbal. History 'is history'!! Representasi dan identitas menjadi sebuah persembahan dalam ritual mutlak bagi altar manusia modern. Kualitas tak dituju melalui kuantitas, tetapi kuantitas merefleksikan kualitas itu sendiri.Tak heran mengapa imej begitu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Resureksi atau lebih tepatnya lagi revival dari ide-ide totalitarian tak lebih dari perwujudan romantisme seperti halnya sosok seorang Megawati yang dirindukan oleh para pengikut Soekarno. Sebuah 'cover song' yang telah begitu menjijikan untuk dapat menjadi sebuah 'hit' kembali!! Who needs ideology if the ideas are in everyone's mind? Terlalu lama manusia menjadi objek dari ide-ide tanpa pernah memperlakukan dirinya sebagai subjek dari ide itu sendiri. Terlalu sentimentil dalam memilih produk yang mampu merepresentasikan dirinya tanpa pernah menggali potensi kekuatan dibalik redefenisi atau bahkan dekonstruksi, terlalu lama menjadi bagian dari sebuah entitas yang bernama 'massa' tanpa menyadari eksistensi dirinya sebagai seorang individu. Jika 'in-versi' hanya akan melahirkan kooptasi lainnya seperti halnya Punk-Rock® dan upaya-upaya in-versi lainnya, maka versi membutuhkan sebuah sub-versi. Karena takkan pernah cukup untuk hanya membalikkan sesuatu tanpa pernah menyentuh maknanya. Sesuatu yang terbalik tidak selamanya memiliki kapasitas negatif. Tetapi, seperti ucapan Ani DiFranco bahwa, 'every tool is a weapon if you hold it right'. Sebotol Coca Cola akan memiliki makna yang berbeda jika terisi bensin dan secarik kain. Reruntuhan altar ini dapat menjadi sebuah 'mosh pit' bagi segala sesuatu yang tak pernah dicap valid dalam kamus definisi jika manusia dapat menjadi 'Master of Ceremony' bagi dirinya sendiri. Track yang kami buat pada suatu sore ketika seharian memutar KRS-One, Quasimoto, Morbid Angel dan Carcass, pada hari yang sama ketika kami membaca sebuah artikel di sebuah harian tentang adanya rencana pemerintah membuat undang-undang yang akan mempidanakan seseorang yang tidak ikut pemilu dan mempengaruhi orang lain untuk ikut tidak mencoblos pada hari 'kiamat' itu. Hell yeah, seems like next year is madd interesting. Got ideas, anyone?

------------------------------------------------------------------
PURITAN (GODBLESSED FASCISTS)
------------------------------------------------------------------
adalah bagaimana manusia menyebut nama tuhannya : “tebas lehernya dahulu baru beri dia kesempatan untuk bertanya” pastikan setiap tema legitimasi agama seperti hak cipta supaya dapat kucuci seluruh kesucianmu dengan sperma persetan dengan Surga® sejak parameter pahala diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa kini leherku-lah yang membuat golokmu tertawa target operasi di antara segudang fasis seperti FBR di Karbala karena aku adalah libido amarahmu yang terangsang dalam genangan darah selangkangan Shanty jika kau menyebut parang bagian dari dakwah melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera para manusia-unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa paranoia statistika agama, wacana-phobia ala F.A.K B-A-K-I-N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar partai bisa ular, belukar liberal Gengis Khan mana yang coba definisikan moral persetankan argumentasi membakar bara masalah dengan kunci pembuka monopoli anti-argumen komprehensi satu bahasa instruksi air raksa mereduksi puisi hingga level yang paling fatal kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi wadal modernisasi, program labelisasi Abu Jahal distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai aku bersumpah untuk setiap jengkal markas yang kalian anggap layak bongkar dan setiap buku yang nampak lebih berguna jika terbakar jika setiap hal harus bergerak dalam alurmu yang sakral sampai api terakhir pun, neraka bertukar tempat dengan aspal batalyon pembenci Gommorah sucikan dunia dengan darah menipiskan batas antara kotbah dengan gundukan sampah jika membaca Albert Camus menjadi alasan badan-leher terpisah lawan api dengan api dan biarkan semua rata dengan tanah lubang tai sejarah, memang dunia adalah kakus raksasa nikahi bongkah kranium kerdil berpinak ludah jika idealisme-mu tawaran untuk mengundang surga mampir berikan bendera dan seragammu, kan kubakar sampai arang terakhir sratus kali lebih dangkal dari kolom Atang Ruswita seribu kali lebih busuk dari tajuk majalah Garda untuk semua idiot yang berfikir semua ide dapat berakhir diperapian tak ada dunia yang begitu mudah untuk kalian hitamputihkan mendukung keagungan layak Heidegger mendukung Nazi propaganda basi, wahyu surgawi dengan bau tengik terasi jika suci adalah wajib dan perbedaan harus melenyap maka jawaban atas wahyu parang dan balok adalah bensin, kain dan botol kecap yo, fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati fasis yang baik adalah fasis yang mati tunggu di ujung jalan yang sama saat kalian mengancam kami /

Lagu ini ditulis pada pertengahan tahun 2001 lalu. Ketika terjadi fenomena pemberangusan gerakan 'pro-dem' (whatever the fuck that means), dan sweeping plus pembakaran buku-buku yang dicap 'kiri' oleh beberapa golongan yang berlindung dibalik topeng moral agama dan nasionalisme. Tak hanya sekedar itu, dengan dukungan propaganda massif lewat media massa (para elit mereka notabene merupakan pemilik beragam media massa lokal), mereka juga melakukan penganiayaan, pemukulan, penculikan bahkan penyerangan dan pembongkaran markas-markas aktivisme di beberapa kota. Pada awalnya hanya sebagian kecil saja yang memberanikan diri menentang mereka secara terang-terangan namun pada akhirnya gelombang fasis baru ini direspon dengan perlawanan di basis akar rumput pada hampir setiap kota. Beberapa kawan menyarankan untuk tidak merilis lagu ini karena alasan klise; masyarakat kita adalah masyarakat religius, namun kami berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat. Kultur religius tak harus dibarengi dengan tabiat Mussolini dan Stalin, dan kami pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme, terutama mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Ariel Sharon dan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Lagu ini kami dedikasikan pada mereka yang pada hari-hari tersebut berada digaris depan, mulai dari Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Jogja hingga Surabaya. Keep ya head up, brothers. Stay Strong.
------------------------------------------------------------------
SEMIOTIKA RAJATEGA
------------------------------------------------------------------
MC hari ini lebih banyak memakai topeng dari Zapatista hampir sulit membedakan antara bacot patriot dan miskin logika bicara tentang skill dan kompetisi, mengobral sompral jatuh setelah berkoar, lari dengan ujung kontol terbakar MC butuh federasi dan breakbeats berdasi untuk sekantung wacana basi dan eksistensi MC Tampon, mencoba membuat mall menjadi Saigon amunisi tanpa kanon, mucikari martir yang gagal mencari bondon sarat kritik, kosong esensi seperti kotbah kyai Golkar bongkar essay kacangan lulabi usang pasca makar gelora manuver rima Kahar Muzakar tak akan pernah dapat menyentuh beat pembebasan B-Boy Ali Asghar hiphop chauvinis, kontol kalian bau amis, memang tak akan pernah habis persis duet Hitler tanpa kumis dan Earth Crisis krisis identitas, menyebut teman nongkrongnya 'niggaz' sebut dan diss nama kami, kubuat bacot kalian karam seperti Tampomas berusaha setengah mati menjadi negasi berlindung dibelakang pembenaran interpretasi, basa-basi mengobarkan kebanggaan dengan microphone terseret tak sabar menunggu saat monumental kalian berduet dengan Eurrico Guterrez /

Ternyata rencana invasimu lebih meleset dari konsepsi dan prediksi partai marxist akan kematian borjuasi melemparkan invitasi MC pada setiap rima dan Homicide masih mendominasi sensus kematian populasi akibat rajasinga MC adalah negara yang membuat kontradiksi tak pernah final tanpa menifestasi yang sesubstansial gerilyawan maoist di Nepal lirikal neoliberal, yang memaksa indeks lirikmu turun drastis dan terlihat lebih dungu dari logika formal, terlalu tipikal dan masih jauh dibawah horizon minimal memiliki nasib yang sama dengan PSSI dalam kancah internasional hadirkan konfrontasi maka MC lari mencari pengacara dan mengakhiri argumen dengan histeria seperti Yudhistira tanpa hak cipta jangan berharap unggul dengan skill bualan ala TV Media yang membuat kau dan Iwa tersungkur dalam satu kriteria

///representasi yang membuatmu nampak seperti fatamorgana membuat setiap microphone battle berakhir dengan wajah yang sama persetan dengan persatuan, hiphop hanya memiliki empat unsur dua mikrofon, kau dan aku, tentukan siapa yang lebih dulu tersungkur /

Memang memuakkan melayani diplomasi scene lawakan tapi pasti kalian dapatkan jika kalian menginginkan konflik atas nama kebanggaan bidani bacot murahan tentang imortalitas hiphop seperti liang dubur pahlawan kesiangan yang membuat lagu lama konservatif keluar liang kubur karena aku adalah seorang kapiten neraka mematahkan pedang panjang para lokalis duplikat dan plagiat para Wu-Tang arwah objek kritik lapuk layak sosialisme ilmiah kalian ancam kami dengan lulabi akidah paku dalam bingkai kaca keagungan moralitas, persetan kuantitas kematian memang identitas yang tak perlu imortalitas label adalah reduksi, komoditas residu industri kultural hegemoni, membidani oponen dalam posisi Prosa pramudya yang bukan Ananta Toer Mengepal jemari meski dengan batas teritori yang terkubur memenej kalbu tanpa retorika Aa Gymnastiar menembus urat nadi distribusi tanpa harus membuat izinku terdaftar MC menabur bensin dan tak pernah punya nyali menyalakan korek membacot dibelakang punggung lebih parah dari CekNRicek

[] MC Yang sama petantang-petenteng sekarang membawa aikon biz lebih banyak daripada anggota Slank Kalian para martir hiphop, patriot tai kucing Yang membela lubang pantat logika dengan darah Siapkan microphone kalian dan siapkan untuk menutup lubang tai sejarah dan bagi kalian yang menginterpretasikan lagu ini untuk kalian.. Lebok tah Anjing! []
Read more!

Anjing

Senin, 01 Oktober 2007

“jing, kenapa SIA pada bonyok?”
“bantuin gue dong. Si Gong kakak kelas kita mukulin gue.”
“anjing!. Si Gong?, sendirian?”
“enak aza!. Gue dikeroyok sama mereka!”
“temen-temen sekarang juga kita kudu bales itu si Gong!”
“setuju……..”

jing bersama temen-temen sekolahnya kemudian mencari SI Gong, setelah terlebih dahulu mempersiapkan batu, pisau, pentungan dan senjata untuk melakukan PEMBALASAN. Genap lima buah motor beringan menuju markas Si Gong.

“gong!. Keluar!”
“ada apa lo?, teriak-teriak!”
“SIA nungarana Gong anjing?”
“eh goblog!. Hayang dipaehan kuaing!”
“NAON SIA ANJING!”

jing dan temantemannya langsung memukuli orang tersebut. Perkelahianpun dimulai!. Tidak lama menjelang dari dalam warung keluar Gong dan teman-temannya dengan MEMBAWA SENJATA masing-masing!.

“jebrod!”
“trang..trang. trang!.”
“modar sia anjing!”
“jelebot!”
“wadaaaaw”
“ANJING!”
“jebret”
“blesss”
“aaa…..!!!”

Gong jatuh tersungkur, dengan perut mengeluarkan darah panas, wajahnya babak belur dan beberapa biji giginya terlihat copot. Melihat Gong tersungkur Jing dan kawan-kawan segera melarikan diri, menancap motornya masing-masing. Teman-teman Gong tidak melakukan pengejaran tapi memburu Gong yang terluka. Setelah itu mereka semua pun lari TERBIRIT meninggalkan Gong sendirian.

***

“tau rasa tu si Gong!”
“jing! Elo udah puas blum?”
“cukup!, tapi kalo si Gong masih kurang ajar. Kita mesti ngasih dia pelajaran lagi!”
“bunuh aza, Jing!”
“bunuh?”
“lo takut Jing!?”
“aing kan anak jendral, sorry aza harus takut sama si Gong!”
“bener Jing, bunuh aja sekalian!, biar kapok!”
“gampang gue yang urus”
“Jing, lo dipanggil Kepala sekolah sekarang!”
“ngapain tuh si bangsat manggil-manggil gue?!”
“pengen lo hajar kali!”
“tungguin disini bro. Gue mo ngasih bogem buat tu kepsexs!”

beberapa hari setelah kejadian tersebut, Jing dipanggil oleh kepala sekolah atyas peristiwa penusukan tersebut, kepala sekolah itu menapatkan informasi dari teman-teman Gong.

“ada apa pak?. NYEBELIN BANGET SICH LO!”
“Jing!, kamu diadukan oleh kakak kelasmu kepada pihak berwajib.”
“polisi?”
“ya… polisi”
“trus napa?”
“Jing!…”
“udah dech, gue gak takut sama polis-polisan. Gue kan anak jendral.”
“tapi Jing,..”
“gue bilang udah ya udah!. Diem aja lo!. Atow lo mau gue pecat jadi kepala sekolah?”
“baiklah Jing!”
“apa…baiklah?”
“lalu???”
“lo harus ngelindungin gue dan temen-temen gue atau lo BAKAL TAU RASA!”

Jing malah mengancam kepala sekolah dan berlenggang dari ruang kepala sekolah dengan sebatang rokok ditangannya. Setelah keluar dari ruang itu, Jing menuju CS-nya kemudian berteriak:”FREEDOM!…ANJING!…”

FREEDOMFORNOL
Digawean ku: BADRANAYA
Read more!

JEJAK-JEJAK KHIANAT

Arinie Harfadinie

Dalam untaian sepi dan bimbang yang kian menjadi-jadi, telah kutemukan kedunguanmu. Kusambut seramah rumah tunggu. Lebar-lebar kubukakan untuknya arti kehadiran. Aku sebijak nafsuku. Tak peduli pada rindu! Aku sebijak nafsuku. Persetan dengan manjamu! Maaf, dunia kalian begitu kejam wahai lelaki! Tak banyak perempuan mempertanyakan kalian. Itu mungkin karena kelelakian memang kedok ketakutan. Lelaki bersembunyi dan menyembunyikan lembutnya pada seonggak kulit kasar dan embel-embel herois.

Aku tak tahu kenapa aku harus meninggalkanmu. Tapi aku juga tak punya alasan untuk tetap mempertahankan apa yang sudah terbina. Aku bukan perempuan sabar dan aku takkkan bisa menerima tawaranmu untuk kembali belajar sabar pada guru tersabar. Sudahlah, mari berdamai dengan kenyataan dan jangan salahkan keadaan! Sudahlah, lupakan rencana-rencana cinta kita yang kau susupkan ke dalam puisi-puisimu! Aku tak tega menyiksamu terlalu lama. Jangan kejar aku atau berharap aku datang lagi! Buka matamu, kenanglah burukku! Kencangkan telingamu, ingat selalu sisi muakku! Aku bukan aku yang kau kenal dulu!

Aku sedang butuh teman. Tapi bukan teman yang bisanya makan teman. Aku korban keganasan filsafat yang bejat. Saksi atas kebrutalan tanya yang tak terkendali. Sering makan hati dan mulai benci diri sendiri. Pernah aku berniat bunuh diri. Tapi tuhan punya cara yang selalu tak terduga dan aku dibiarkannya untuk menggagalkan niatku. Untung tak ada yang tahu, jadi tak perlu malu.

Yang paling menarik dariku sebagai seorang perempuan adalah wajahku. Selanjutnya postur tubuh yang dulu katamu selalu bikin tegang urat rindu dan senyum yang diciptakan dua bibir rekahku yang tak pernah berkenalan dengan produk-produk pemalsu keindahan. Tapi aku tahu kalau cinta atas dasar ukuran dada dan atas lihai pinggul saja, bukanlah cinta! Beruntung aku pernah punya kekasih yang selalu menomersekiankan tampilan fisik yang kelak jadi makanan ulat-ulat kubur. Tapi aku kurang beruntung mendapatkan kekasih yang bisanya cuma bikin puisi. Bukan karena tak menghargai hobinya meramu desah, tapi orang-orang yang sudah melampaui batas, sebaiknya belajar menghargai orang-orang yang belum.

Dulu aku perempuan paling bahagia. Paling merasa diwanitakan dan paling punya cara untuk mensyukuri anugerah cinta. Laki-laki itu sebenarnya sama sekali ngga’ sama dengan konsep-konsepku tentang laki-laki dalam benakkku. Ngga’ atletis. Ngga’ romantis. Ngga’ berkepribadian. Miskin. Jelek. Seram dan ngga’ seIman. Tapi kemampuannya dalam menipuku, sempat membuatku terkapar. Berkali-kali aku kuwalahan menghadapi rayuan maut dan nakal bibirnya. Berkali-kali juga aku tak bisa menolaknya. Laki-laki itu telah memperkosa jilbabku. Kemana aku mesti melapor dan minta perlindungan hukum? Bukankah di mata hukum, cinta tak pernah dimaktubkan dalam pasal-pasal kekeliruan? Bukankah laki-laki itu cuma bertindak kurang ajar dengan jilbabku saja dan akupun ikut menikmatinya? Bukankah kalau itu memang dosa, itulah dosa termanis? Bukankah kalau itu memang salah, Tere juga bilang kalau itu adalah salah terindah? Dalam situasi seperti ini, tampaknya hanya diri sendiri sajalah yang bisa dijadikan sandaran dan meja pengaduan sesalku. Aku siap mempertanggunngjawabkan kemarin, hari ini dan esokku.

Entahlah! Aku tak punya pilihan selain menghindar dari belenggu cintanya. Itu bukan karena aku sudah tak cinta. Melainkan karena aku memang seorang pengkhinat yang sejak lahir hobby menyakiti laki-laki. Ya, kuakui itu! Kalian tahu apa dan dimana nikmatnya menyakiti hati laki-laki, wahai perempuan? Sini mendekat dan akan kubisikkan sesuatu yang baru kucuri dari altar cinta!

Cinta itu barang murah. Bisa diobral semau kalian kok. Jangan berdramatisir! Jangan berpikir yang tidak-tidak dan sok suci lagi mensucikannya! Cinta itu bukan bagian terpenting yang mesti dipentingkan sedemikian penting. Bukan judul besar ketertundukan manusia pada rahasia-rahasia yang tak pernah bisa dipahaminya. Perempuan, kalian jangan bodoh! Buat apa bermain dengan nyala yang dijamin mampu membakar kelembutan dan garis takdir sendiri? Buat apa menyimpan mimpi tentang putri yang diselamatkan pahlawan bertopeng ganteng. Jangan pusingkan sangka dan menghabiskan tenaga hanya untuk membedakan topeng dan raut muka musuh di balik topeng.

Perempuan, sudah ngga’ zamannya aku dan kalian mempertanyakan arti bahagia dan kelumit ngalah untuk menang. Kalau kalian tak nyaman dalam peluknya, lari saja! Cari ganti dan jangan bicara tentang etika lagi! Ingat, jumlah kalian sudah semakin banyak. Itu artinya, saingan dan persaingan makin memperjelas kenyataan! Tunda dulu kesetiaan! Raup keuntungan dan kumpulkan keuntungan dari laki-laki yang ingin kalian jadikan santapan makan malam. Masalahnya, kalau tak menyantap, maka kalian pasti akan disantap!

Perempuan, laki-laki mau mabuk atau tidak mabuk dua-duanya pecundang! Buktinya, dunia yang sedang kita tempati ini adalah dunia mereka! Adalah klise yang menyakitkan jika aku kembali bilang bahwa sejak semula perempuan itu memang masyarakat terpinggir yang hadirnya hanya untuk menyempurnakan kelelakian saja! Kita cuma diminta bikin anak dan dipandang sebagai mesin pencetak dan pemuas! Lalu, apa arti kebermaknaan kalau begitu?

Kita mesti jahat. Kita mesti jadi pengkhianat. Kita mesti tanggalkan senyum untuk mendapatkan hak kita lagi. Jangan menunggu hujan turun saat orang punya payung dan bisa berteduh di bawah atap gedung. Omong kosong kalau perempuan mesti diam dan bersahaja dalam kelembutan! Omong kosong kalau kita serahkan keperawanan kita hanya untuk membuktikan dan mengiyakan pesan-pesan cinta! Maaf, Kontak kelamin adalah murni urusan libido dan kemasuk doa biologis! Karena itulah aku berpesan ; Jangan sok suci! Sebab yang sok, biasanya memang tak suci! Nikmati saja! Bahkan bukankah penderitaan takkan menghasilkan apa-apa selain desah dan keinginan kita untuk minta tambah dan dikerjai lagi?

Perempuan, kalian jangan lemah dan melemahkan diri lagi! Berkhianatlah! Jadilah pengkhianat yang paling bejat dan hadiahi laki-laki itu sekuntum laknat! Terbanglah dari satu pelukan ke pelukan lain! Eh maaf, maksudku dari satu dompet ke dompet lain. Atau kalau mereka tak punya dompet, hapalkan saja nomor rekening atau nomor PIN Atm mereka! Telanjangi isi kantong mereka sebelum mereka sadar akan perbuatan mereka saat dan setelah kita ditelanjangi! Manjakan diri kalian di atas kejayaan dan lipatan rupiah mereka. Perbudak mereka dan suruh mereka menjadi pelayan yang baik dan selalu stand by kapanpun kalian butuh tenaga mereka. Minimalnya, jadikan mereka supir antar jeput. Ya, ini memang analog yang mesti kalian panjangkan tafsir dan ta’wilnya. Kalian tak boleh picik dan licik!

Ach… aku cuma mau bilang kalau aku baru saja menawarkan sisi lain di balik hingar bingar jerit waktu. Sebagai perempuan, aku berhasil dan wajar menepuk dada saat menyakiti laki-lakiku. Yang paling bisa kubanggakan, aku sakiti mereka dengan senjata mereka sendiri. Caranya gampang kok, adu domba dan bikin mereka cemburu atau setidaknya menyesal pernah mengenal kita. Pakai laki-laki lain untuk mengusir mereka dari kehidupan cinta yang terekayasa dalam langkah cengeng mereka!
Halalkan segala cara untuk memperjuangkan apa yang mesti diperjuangkan!
Perempuan, bergabunglah bersamaku dan mari merapatkan barisan dan berjuang untuk selamanya tidak pasrah mendapat shaf di belakang! Acuhkan dosa dan sakit hati mereka! Sebab kalau tak begini, kita yang akan terus tersiksa! Sudah lama dan aku bukan orang pertama yang mengajak kalian untuk belajar berontak dan mencoba bangun dari rela panjang kita. Atas nama dendam dan sakit hati, silahkan menjual apa yang bisa kita jual. Gadaikan apa yang memang layak digadaikan! Sekali lagi, bergabunglah dan jangan pernah berjuang sendiri-sendiri!

Perempuan, sudahi tetek bengek kebingungan dan ketidakmengertian kalian! Hidup dan dunia lebih dari sekedar untuk dimengerti. Dunia kita, ya, dunia kita bukan dunia yang mesti mengabaikan bingung dan bukan juga dunia yang mengedepankan pengertian. Dan akupun hampir tak mengerti sedang apa aku hari ini dengan tulisan seperti ini. Tapi aku sadar bahwa aku yang menulisnya dan pengalamanku yang memaksaku untuk tetap menulisnya. Kita terlalu muda untuk terus bercanda. Tapi kita juga terkadang mesti melampaui usia kita sendiri. Doaku akan selalu menyertai kalian, wahai perempuan-perempuan yang bingung karena tak pernah kebingungan! Sayup dan samar sebilah jaga di ruas tanya membahana ;

Idza waqoatil Waqiah
Laisa liwak’atiha Kadzibah
Khafidhatu-r-Rafi’ah


Timoer Bandung,
September 05
Read more!

Retak

Gumaman Retak,
Ratapan luka

Bicaralah ! Terkadang kita lupa bahwa di sekitar kita ada nafas yang mengerang gelisah. Dan aku merasakan basahnya air mata yang menetes sepanjang peristiwa. Entah dengan kalian. Masihkah mulut-mulut mengunyah makna kerinduan, kemuakan, kejijikan, bahkan cinta? Atau bagaimana benak dan bayang-bayang ‘hitam’ kita menghentikan tanya yang terbuncah dari tanya tanya?

Tiba-tiba aku tersentak oleh bentak sunyi yang menyorotiku dengan perih di setiap langkah. Haruskah aku menangisi kalian yang terus berteriak memanggilku. Dan aku memilih memati di kamar yang penuh dengan jendela-jendela kejemuhan. Adalah di mana angin menyampaikan berita tentang semua. Adalah kepekatan. Adalah Air mata pikirku yang tak akan bisa kau hentikan.

Dan sekedar angkuhku meneguhkanku. Tanpa jari-jemari yang mengelus jiwaku. Biar pun awan di luar sana mengancam bencana bagi hidupku. Atau aku dan kamu, kalian, mimang sama-sama angkuh untuk mengarungi samudra harapan buta.
Aku bukan takut menoleh, apalagi mampir menghitung mimpi-mimpi kalian, kamu, bahkan malamku tak tertambatkan. Jujur saja aku benci. Biarkanlah langkahku untukku. Jangan kau usik dengan beribu aroma yang tak pernah membuatku tertarik. Apa yang kau tawarkan di malamku telah membusuk di tahun-tahun yang lalu. Adalah di mana aku harus memuntahkan segalanya. Kini aku tak percaya dengan dongeng-dongenmu.

Entah, seberapa dahsyat kata-kata busuk ini. Kalau saja bintang-bintang menyapa luka-luka yang terus merintih di dinding-dinding cinta, cita, pikiran dan rasa. Jika langit hujan huruf-furuf yang tak usah kita eja. Di sini ada sekarung doa yang terus bergelayut mencari makna. Menjadi kidung-kidung yang terus menafsir semesta. Adalah pertanyaan, tanyaku.

Biar aku hitung berdasarkan abjad-abjad. Atau aku memang menentang matamu yang biru. Sudah cukup jauh aku bercanda dengan imaji, intuisi dan pikiran yang kau suguhkan dikala matahari terbit. Dan sudahlah lama aku menerima cerita busuk malam yang terus menodongku dengan pekat.
Adalah puisi. Adalah sajakmu. Adalah cintaku. Adalah kemuakanku. Adalah kecemburuanku yang terus mengajari aku tentang air mata, luka, dan ringkih jiwa yang tak tertautkan. Terserah bagaimana kau menilai. Atau jika aku mati kau baru kertawa.

Teruslah…
Kini aku tak bisa mengakhiri. Apalagi sekuntum bunga menjadi duri di setiap jejakku. Dan aku membuangnya tapi tak melupakannya. Biarlah yang menjijikkan ini menjadi jalan setapak menuju samudranya sendiri.
Aku tahu kehidupan tak ada kesimpulannya. Salahkah bila mata air memancar tanpa kita harapkan. Biar dahagaku mencium tangismu. Atau apakah setiap sesuatu pasti ada sebabnya?

Jalan kalian…
Di tapak malam, mengugunkan luka
Senja di ujung kemuakanku
Membuncah,
Menjadi sungai yang menuju pada samudranya
Jalanku, jalanku, … aaah aku.

‘06
Read more!

Igau

Igau Kentuckian

Aku menjinjing doa kesana-kemari
Seungkap harap dalam hasrat
Tanyalah pada Ibrahim
Bagaimana ia mencari Tuhan

Aku berfikir dalam merasa
Semedikan diri pada tanya yang meruntuhkan
Sabda-sabda sebelumnya yang diyakini
Kini, lahar kesia-siaan saja
Sebagai kopi hangat dalam hidupku

Hal inilah yang kutemukan dikamar kecil
Setelah shubuh kutelan mentah-mentah


Sepucuk Pernyataan, Elia!

Elia,
Kau titikkan sebercak cerita pada ketiak benakku
Bahwa lorong-lorong kehidupan penuh dengan tanya yang tak selesai
Dan aku harus menjadi
Seperti Muhammad yang berani menabahkan diri
Di tengah kaum jahiliah

Kini biarkan aku mentashbihkan jiwaku
Merukukkan hasrat dan harapku
Mensujudkan segala inginku
Karena tak ada yang mampu meng-imankan
Kecuali Dia


Di Kamar Ini Aku Selalu Menanti

Di kamar ini aku selalu menanti
Mentuma’ninakan cinta
Dan kasih yang merobohkan seluruh dendam

Aku atau kamu masih berhutang
Di sepanjang perjalanan kita
Marilah kembali…!

Surat Untuk Para Kekasih

Aku mengenangmu wahai para kekasih
Dari layar sejarah aku telan
Kesetiaan, kesabaran dan cinta
Yang kau bungkus dengan rindu

‘getarku mungkin tak sampai’

Berapakali aku bercakkan tintamu
Pada buku harian
Ternyata selalu percuma saja
Dosa dan doa kini mulai mengkabur
Oleh keinginan dan hasrat yang meraja
Mampirlah! Mampirlah!
Wahai para kekasih
Peluklah jiwaku yang menggigil
Di tengah gelombang hidupku!

Atau dunia ini tetap aku acuhkan
Wahai para kekasih
Mampirlah!
Di sini semakin tak terarah
Dimana jejak yang harus diikuti
Dan yang harus dihindari


Setangkai Jiwaku
- Buat Orang Tuaku

Wahai orang tuaku
Aku kirim bungaku untuk-Mu
Tapi aku tak tahu ini bunga apa

Kerinduanku adalah benih persetubuhan
Embun dan bunga di telapak matahari
Untuk-Mu aku ingin kembali!

Wahai orang tuaku...


Sepanjang Malam

Sepanjang malam aku mengunyah yang sudah terjadi
Dan sabdamu belum sempat kulipat di hati
Semuanya telah terbuka antara luka dan dosa
Kini, aku harus diam

Keangkuhan rinduku menggetarkan
Seribu hasrat pada-mu
Tenggelam dan tenggelam.

Di sini, wahai sang tercinta!
Ada keributan antara raga dan jiwa
Antara anak-anak dan orang tua
Sehingga geletar yang merajut makna
Tak terdengar mengkidung sebuncah pun

Sepanjang malam menangiskan diri
Sesujud penyesal di hamparan hening dan nama-mu
Kini, aku harus diamkah?
Read more!

Sastrawan Muda

Fani: Generasi Baru Sastrawan Muda UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Teman Sewaktu Kecil, itu judul yang menjadikan Fani Ahmad Fasani resmi menjadi sastrawan muda versi Suara Mahasiswa UNISBA. Berawal dari lomba pembuatan cerpen bulan Juni 2005 yang lalu, dengan juri sejumlah sastrawan Nasional, antara lain Seno Gumira Ajidarma, Jacob Soemardjo, dan Anjar.

Karya-karya para pemenang lomba tersebut dibukukan dengan Judul Cover: Dilarang Menangis, yang berisi 13 judul tulisan. Fani, adalah mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Lounching dan sekaligus bedah buku yang diterbitkan Kaki Buku pada tanggal 07 Januari 2006 itu berlangsung mulai pukul 10.00 sampai dengan 13.00 di Gedung Student Center UNISBA Jln. Taman Sari No.01 Bandung. Fani mengulas dan menjawab sejumlah pertanyaan audien. Dialog berkisar dengan proses kreatif dan dunia kepenulisan serta saling berbagi kiat menulis dengan para pemenang lomba tersebut.

Wakil dari para pemenang yang bisa hadir dan menjadi pembicara pada waktu itu antara lain wakil dari UNISBA, UPI dan UIN Bandung. Sedangkan wakil dari Juri dihadiri oleh Saudari Anjar, seorang penulis perempuan yang sekaligus redaktur majalah Spice bersama Fira Basuki.
Read more!

Tuhan Yg Diaykini

Oleh Ahmad Gibson

Tuhan, dalam perspektif empirik, bukan bagian dari kehidupan real manusia. Ia, dalam kehidupan manusia, ada sejauh diyakini. Hadir dalam realitas keyakinan (imani). Yahh.. diyakini keberadaannya (dengan tanpa argumen). "Sekedar" diyakini sebagai Dzat (...eksistensi) yang menjadi sebab bagi eksistensi lainnya; sebagai eksistensi yang mengatasi segala sesuatu...

Dalam realitas keyakinan, Tuhan hadir sebagai realitas tanpa warna (buram), tak tersentuh, tak terkatakan, tak terkonseptualisasikan. kalau pu Ia hadir sebagai "kosepsi sederhana dalam lubuk keyakinan kita", konsepsi itu tampak sebagai bayang2 dari sesuatu yang tidak ada wujudnya...... Tuhan hadir dalam keyakinan seperti sebuah stempel yang "entah" siapa yang mencantumkannya, kita biasa menyebutnya sebagai fitrah, hadir sebagai wujud kasih sayang Tuhan.

Karena Tuhan hadir dalam dimensi keyakinan yang unspeakable, maka manusia berusaha untuk merumuskannya dalam pikirannya. Suatu proses berpikir seperti menyambungkan titik-titik yang jumlahnya tak terhingga. Titik yang tentunya memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Titik-titik itu (yang ada dalam relung keyakinan kita) tidak jarang membuat pikiran kita terantuk-antuk. Bentuk akhir dari pemikiran kita dalam upaya untuk menyambung-nyambungkannya hanya memiliki satu referensi, yaitu keyakinan itu sendiri.... Oleh karena itu, wajar bila setiap orang memiliki pikirannya masing-masing tentang apa/bagaimana itu Tuhan..... Read more!

Merinding

merinding rasanya.....

kau bilang seperti itu (jangan-jangan kamu juga nggak pernah maknain takbir kamu, dan ketika mendengar bergetar, maka jangan-jangan kamu malah beriman.... ke.... kamu ngerti kan? masa sekolah al-Azhar nggak cerdass...seeh??!!)

tapi ada yang unik (kamu salah satunya), kata temanku, persoalan itu nggak ada yang mau ngobrol langsung, jadi kebenyakan orang cuma berani intip, melempar tuduh, dan sembunyi mulut-kalahnya.

Nggak perlu gusar kawan. aku pengen nimbrung cuma karena aku dan kamu sama-sama punya rasa beriman, gitu lohhh..

kamu bilang: kalo ucapan itu keluar dari ateis itu wajar! tapi itu keluar dari "rekan se-iman (yang sama punya syahadatain)". pertanyaannya: karena kamu tahu mereka juga beriman, termasuk sudah syahadatain, kenapa kamu nganggap ungkapan itu nggak layak??!! (jangan-jangan kamu pun ragu atas keyakinanmu sendiri kalo mereka adalah orang-orang yang beriman, hanya saja kamu takut, karena keimanan mereka 'melampaui' cara kamu beriman. biasa aja deh, nggak baik tuhhh)

nah kamu punya point bagus, karena kamu nggak ngerti, maka kamu nanya, "apa seeh maksudnya kalimat itu??" (ternyata kamu cerdas juga yahhh, gimana nggak kok, banyak orang yang pinter dalil tapi...kamu tahu lah masa yang nguli-pengetahuan [iman?] di al-Azhar nggak ngerti jalannya ceritaku....hebat, kamu nggak kayak gitu, itu baru ikhwan). konon, kita nggak boleh ngikutin apa yang nggak tahu ilmunya, kamu tahu kan ayat itu?? (pasti dong al-Azhar...)

ohhh iyyaa, friend, kamu bilang kalo: kalimat itu nggak boleh dida'wahkan pada orang lain agar nggak dianggap sesat dan menyesatkan". wuihhh bener tuhhh.... tapi pertanyaannya: siapa orang lain itu? apakah kawanku bilang di pasar ikan, burung, atau terminal. nggak dehhh, tapi di hadapan orang yang pake pakaian putih hitam dengan co-card (jadi nggak pada orang kuli pabrik, meski mungkin pakaiannya sama); tapi di sebuah aula institusi pendidikan yang sedang "ngegodok-pikirandanhati" dengan jargon "revitalisasi gerakan mahasiswa guna membangun kampus ilmiah dan religius" (ada nggak kira-kira jargon itu di terminal, atau tempat umum lainnya yang pake kata "mahasiswa", ??! TIDAK!). oleh karena itu, menurut aku, kawan mereka yang nyeleneh itu, kita kudu mendefinisikan siapa "orang lain" yang kamu maksud!

seperti yang aku uraikan, maka jika itu di depan mahasiswa (konon, calon-calon orang yang pantang untuk ragu dan nggak sebel sama mikir) dan bertempat di sebuah institusi pendidikan: maka itu adalah ajang yang sifatnya ilmiah, dan oleh sebab itu karena tugas mahasiswa adalah menggugah, menyadarkan kesadaran mereka (para mahasiswa yang sedang digodok itu dari kekanak-kanakannya, juga dari sempitnya mikir waktu di aliah, pesantren, mungkin), "para orang-orang yang nyeleneh itu", merasa berkewajiban melakukannya. dan kamu tahu, bagaimana sikon politis dan kultur saat itu ( ohh gitu kronologinya..., kira-kira kamu bilang gitu).

nah, maka dari itu, aku juga sempet mikir, mungkin kamu juga, kenapa acara yang bersifat internal kampus, kok bisa yah ada di masyarakat (lebih ngeri ada di pengajian ibu-ibu lho??!). oleh karena itu, menurut pengakuan kawanku itu, keping cd yang ada dimasyarakat itu datang dari BEM sendiri (yang konon sempet nggak ngaku, menurutnya itu dari TIAS FUUI, padahal akhirnya terbongkar setelah sang kameramen sadar kalo yang ada di keping cd di masyarakat itu adalah hasil ngeshoot-nya, jadi saat setelah acara tersebut, sang kameramen pulang karena ayahnya sakit, dan VHS itu dititipkan kepada kawannya, konon seorganisasi yang juga sang kameramen punya persoalan internal). nah, versi cd yang beredar itu ternyata diedit oleh....aku lupa lagi. jadi, "orang lain" yang kamu definisikan adalah masyarakat! jadi yang menda'wahkan pernyatan itu, menurutku, adalah orang-orang yang membawa area acara internal itu ke "orang lain" yang kamu definisikan tadi itu.
Read more!

Sajak

Sajak-Sajak SUTISNA

Amparan katineung | Berhati lembut | Cincin |
Galuh Katresna | Kadeudeuh | Kekasihku | Kelam | Perjalanan | Puisi Malam | Pupujaning Ati | Sang Dewi.

Amparan Katineung

Dalingding asih dimumungung gunung
Ngahibaran sagara rasa nu teu wasa
Nyingahareupan guligahna panghareupan
Duriat manteng ngagalindeng

Nganteurkeun lamunan ka alam maya
Ngajak lalyaran dina amparan kembang hareupan
Nu kiwari tinggal carita

Berhati lembut


Gerimis malam jatuh didedaunan
Mengiring mimpi-mimpi menuju keindahan
Kala siang panggung derita terus menghantam
Di perempatan kehidupan umat manusia

Berkati dunia
Oh yang maha agung
Sinari cahaya dirinya dengan cintaMu
Karena ia berhati lembut
Selalau merindukan wajahnya pada sesama


Cincin


Gemerlapnya sutra di pikiranmu
Menutup kepedihanmu
Yang penuh dengan perih
Engkau tak rela ditelan harimau yang lapar
Yang setiap saat dihadapanmu

Tataplah keadaan cinta yang kau miliki
Jangan merengek pada kehidupan
Hadapilah dunia apa adanya
Berjuang, berjuang dan berjuanglah

Galuh Katresna


Wewejaning ati nu ngesian geurenteus hate kahirupan
Panggupay rasa
Panggugah carita kaputus asaan

Sabobot sapihanean mangrupi tatanan hirup
Pamo ulah kabawa-bawa ku ala massa
Komo deui kajurung ku hawa nafsu ngumbar amarah
Matak pegat di tengah jalan

Nafsu matak kaduhung
Badan nu katempuhan



Kadeudeuh


Lir ibarat cai ibun nu ragrag ka patanaman
Niisan ka kembang anu sumedang ligar
Mihareup pangjajap kadeudeuh anu pageuh
Nancep moal ingkah balilahan
Moal sakoneng daun pare

Jujunan pupunden asih
Tebih jauh kalangitan
Anggang bulan ka bentang
Sagara rasa teuwae sirna
Nyeceh pageuh dina fikir
Nu hiji waktu bakal di ukir



Kekasihku


Jangan merasa sendirian dalam hidup
Duhai kekasihku
Derita yang engkau tanggung
Adalah perjalanan hidup
Senja kala engkau pun akan tersenyum
Melihat mimpi-mimpimu menjadi kenyataan

Pandanglah air sungai yang mengalir
Air mengalir mengikuti tempat
Serta kehadiranya dinantikan
Oleh segenap mahluk
Bercerminlah pada air



Kelam


Dunai bagaikan dalam onggokan tong sampah
Penindasan selalu datang menghantam
Ia tak peduli siapa yang ada dihadapannya
Mukanya merah kelabu
Bibirnya selalu melafalkan asma Tuhan
Kejahatanya sangat licin
Ia memperdayai orang-orang dengan dalih agama
Menjual aya suci demi kekuasaan

Dunia kini menuju kehancuran
Tindakan biadab bagai barang mainan
Dipermaikan dan selalau dipermaikan
Hidup pun adalah permainan



Perjalanan


Siapa menyangkal takdir telah mengungkung kita
Tak disadari hidup penuh dengan bumbu-bumbu kepalsuaan
Aromanya adalah janji-janji manis

Akankah dirimu selalau ditikam sang takdir
Akankah engkau bangkit
Atau malah terdiam
Hingga engkau mati konyol

Segera bangkit sebelum terlambat
Sang fajar telah menantimu
Kehalusan segera datang
Menjelma menjemputmu
Kemarilah
Oh sang waktu
Aku merindukanmu


Puisi Malam


Daun kering berjatuhan dari rantingnya
Terhempus badai pasir yang mengaung
Meluluhkan kedamain dunia yan baru tercipta
Singgasana malam merintih dalam kesunyia
Terdiam dalam berjuta bahasa
Ditikan oleh panasnya nafsu dunia

Hanya bisa pasrah pada sang takdir
Yang merengguk kebebasanya
Yang menikam dengan jeruji-jeruji kebenaran
Atas nama cinta
Atas nama agama
Atas nama kemanusiaan
Dirimu dianiaya

Pupujaning Ati


Renggat galih nu katampi
Milari kaasih nu teu ngajadi
Neangan pangdumukan rasa
Ka diri nu tunggelis

Ngabebenah diri ku keclakna cimata
Inget gesan diri nu teu ngajadi
Rusak di teureuy anak zaman

Urang muja sukur ka sanghyang widi
Maca tasbih sareng kalimat tahmid
Ngeusian hate anu sumpek
Ku rupa-rupa pasualan dunya

Sang Dewi


Senyummu membalut luka dijiwamu
Yang lama diterjang bala tentara kejahatan cinta
Bara api kedurjanaannya
Mencengkram jiwa-jiwa manusia
Menjerat hingga dibuatnya tak berdaya

Bangkitlah
Hadapi kekjaman dunia dengan rengkuhan cinta
Kalahkan setanisme yang ada didirimu
Berdirilah
Wahai sang dewiku
Read more!

Sajak

Sajak 2 Selintas
Sajak Modjo

Rindu ini terserak diladang harap
Di indah taman kasih
Sayang adam pada hawa
Kuambil tiap kepingnya
Bersama resah badai menyapu
Ataukah saja biarkan mereka terbang
Karena akit kunjung menganga

Diriku hanyalah huruf,yang tak pernah menjadi kata
Tak terangkai dalam kalimat, tak tertulis dalam karangan
Aku hanya jalang, merangkak jalan berbatu merentas
Hari berliku melintas laut bergelombang

Aku hanya karangan narasi tuhan
Disisipi kata perintah dan larangan
Langkahku menuju titik keabadian
Yang diawali dari aneka kelahiran
Dan ketidak tahuan



Modjo
Mahasiswa Aqidah Filsafat smester empat dan aktivis LPIK
Read more!

Solilokui

Sajak-Sajak M Arkan Rahmatullah*

Solilokui 1

Kadang aku ingin melipat jasad..
Di keheningan malam yang senyap..
Menunggu dan menunggu,
Sebuah jeda yang semakin sayu..
Perempuan..
Dan hadirmu beningkan solilokui ini,
Sebab dalam sunyi,
Aku tak bisa bernyanyi sendiri..

Solilokui 2

Ada yang sempat tak terucap,
Meski hening belum menyergap..
Di sini, si surau yang berpeluh,
Seribu dendam jatuh,
Seperti firman yang jauh..
Saudaraku..
Ternyata dalam sunyi,
Kita harus bernyanyi sendiri..


Solilokui 3

Membaca solilokui ini,
Hanya ada jelaga tak berperigi..
Aku ingat pernah menelan api,
Mengalirkan nyali,
Mengubur nurani, hingga mati
Dalam hari-hari yang nyeri..
Sedang aku ingin kembali,
Kembali menantang mentari..


Solilokui 4

Katakan solilokui ini hanya
Hamparan gulita rasa percuma
Batas upaya diri di jelang senja
Sebelum lelap hadir menerka..
Namun, tidakkah ia pernah berarti,
Retakan sesal dan nestapa yang mengunci
Setelah mauvaise foi ini tak lagi berdiri
Pada sejuk, pada api..
Dan sekali lagi, aku hanya harus berhenti..!
Read more!

Kau Tentu Lebih Tau

Fani Ahmad Fasani*

Kau tentu lebih tahu apa yang telah kau lakukan padaku. Aku tidak bermaksud mendukungmu untuk duduk di kursi tengah persidangan, lagipula dimanapun itu, tak pernah suatu persidangan mengutuh-genggam sebentuk keadilan. Dalam hal ini, aku tak akan pernah berbicara atas nama keadilan, ataupun sekedar upaya meraihnya.

Meskipun pada akhirnya apa yang kulakukan sekarang (dengan tulisan ini) tentu lebih otoriter daripada sebuah persidangan. Karena toh bahasa tulisan tak pernah bisa diintrupsi, kau boleh saja berhenti untuk tidak menyelesaikan membacanya dan kemudian menganggapnya bukan apa-apa, tapi entah bagaimana kepercayaanku telah terlanjur terikat-urai dengan siasat kata-kata terhadapmu. Kau berhak mengelak enteng saja.

Jauh lebih sulit menentukan sinetron mana yang harus ditonton, antara pukul 18.00-22.00 dari hari Senin-Jumat misalnya, apalagi jika terpaksa harus menentukan yang mana yang lebih omong kosong. Kali ini akupun mungkin terjebak pada logika sinetron yang bertele-tele demi terpenuhinya episode dan hasutan pasar, tapi percayalah.. ketabahanku tak akan sampai menyaingi enam jilid “tersanjung”, dan aku tak sampai hati membayangkan suatu kegagalan komunikasi seperti berikut;
“Sayangku, mimpiku tentangmu telah mengambil alih seluruh waktu tidurku, dan bayangan wajahmu telah begitu terpahami maksud anganku..”

“Lagi-lagi kau katakan hal itu, kalimat itu telah kau pakai pada duapuluh delapan episode yang lalu”.
“Kurasa aku hanya mengatakan sekali ini dan hanya padamu”.

“Baiklah, mungkin kau perlu melihat lagi cuplikan dari episode-episode yang lalu. Saat ini aku sedang tak berselera untuk mengampuni kelupaanmu”.

“Oh, maaf.. kiranya kamu tidak suka dengan kalimat favoritku”. Sudahlah, aku tak mau memperparah keadaan dengan berlarut-larut dalam hal ini. Lagipula kisahku sendiri mesti kuanggap lebih penting.

Kadang ragu rajin bertamu untuk apa yang pernah kau lakukan padaku. Suatu sikap sadar menanggapi mimpi-mimpi yang mungkin tidak terdaftar dalam salah satu dari 1.640 kali setahun. Maksudku mimpi yang mengatasi pagi, tapi akhirnya malah terbengkalai saat waktunya sarapan. Disuap terakhir kitapun teringat tentang jejak-jejak di bantal yang mesti ditafsir ulang ketika matahari bertanya tentang keteguhan harap alih-alih jenjang lapar-dahaga sewaktu. Ah, aku menyeka segala yang tersisa saat kau menunjuk di daftar sikap tentang ketabahan Will Smith yang telah sukses melewati nasib najis penjual scanner portable dengan merk The Pursuits of Happyness. Hari masih panjang katamu, tak usah berlebihan menanggapi gumam piring yang telah licin kali ini. Tak bisakah hanya tersenyum lebar seperti bayi tetapi menggigit selayak buaya? Ah, yang dapat menyaggupinya hanya Cool Hand Luke, bahkan roman Dr. T saat ditindas hujan tak dapat kusaingi. Akupun tak menduga ketika hari menjelang siang kau mengunci jendela, menjemur kasur dan cerita dari jalin mimpi itu menguap di maafmu. Aku tahu, terlalu banyak dekap yang lebih akrab untuk rasa pantasmu. Merela-paksa rencana yang pernah untuk segera hangus.

Aku tak perlu lagi berurusan dengan apa yang telah kau lakukan padaku, untuk apa mengusik arang dan abu kecuali demi menanam anggrek seperti yang ibuku lakukan. Atau kita anggap saja cerita lama itu telah terbukukan dalam kenangan, atau dalam pelajaran merawat luka? Kemudian seringkali aku terombang-ambing dalam rindu kesumat terhadapmu! Kemudian, entah dengan cara apa mesti berterima kasih padamu, karena tanpa pernah-mu tak mungkin sebundel kisah dapat menjelma. Namun sialnya aku tak mampu untuk menumpuk-ratakannya bersama kisah lain yang sebelumnya kukenali, tentang putri salju ataupun Jaka Tarub. Karena dalam bundel kisahmu, kau menanam seribu satu Syahrazad yang menumpulkan pedang penuntasan.

Mungkin aku harus mulai percaya pada “ini memang seharusnya terjadi padaku”. Bahwa yang terjadi adalah; aku hanya melakonkan suatu peran dalam narasi yang telah diatur oleh suatu pihak yang belum tentu dapat kupahami arah maksudnya. Bagaimanapun, sejengkal tabah mesti mengungguli keluasan dendam. Atau aku berjalan ke arah lain supaya berani beroposisi dengan fakta? Misalnya tentang kesediaanku menjelma apa saja dalam tutur kisah yang mana saja, suatu peran yang mampu menyaingi cerita saat ini dan mengatasi kesementaraan percaya. Aku mendamba cerita yang memberikan peluang luas untuk tindakan-tindakan keji yang mengkhianati kemestian alur. Baiklah, aku mulai dengan merampas korek api dari gadis kecil disuatu malam natal yang dingin penuh salju, membiarkannya mati lebih cepat dari dugaan cuaca, tanpa sepeluangpun khayalannya tertambat pada makanan lezat, ia tak lagi mampu mencetuskan sebayang keindahanpun tanpa korek apinya. Kalian akan setuju padaku, bahwa tak kurang menyenangkan untuk menyaksikan kematian dalam derita yang menyengat seperti ini, gadis kecil itu mampus saat titik dingin menggergaji tulang-tulang dari hidup yang tak memberikan se-lirik-belah matapun. Sebatang korek tersisa ditanganku, sebagai kenang-kenangan betapa kekejian nasib memang telah berlaku untuk orang selain aku, namun tiba-tiba seekor kera putih bermata hijau berkelebat merampas sebatang terakhir korek api itu, akupun mengejar kera sialan itu. Ia berlari gesit mulai dari buku cerita hingga Alengka. Kera itu, Hanoman yang doyan terbang dan membakar. Aku berebut sebatang korek api itu dan berusaha menyaingi kesaktian anugerah dewa-dewa.

“Untuk apa kau ambil korek apiku?”
“Agar Alengka membara!”
“Untuk apa kau bakar Alengka?” Tanyaku.
“Demi menyelamatkan Shinta!” Jawabnya tegas.
“Lalu, setelah itu?”
“Kupersembahkan Shinta untuk kembali terbakar disaksikan Rama”
“Haha.. Kalian bodoh! Untuk apa membakar terlalu banyak hal hanya demi menyelamatkan seorang sundal? Atau kalian melakukan semuanya hanya demi logika pembakaran?” Bentakku padanya. Hanoman marah terhadapku, kini aku yang dikejarnya.

“Ini kehedak dewa. Dan dewa tak akan keberatan jika sebelum kulaksanakan titahnya aku membunuh seorang tengik sepertimu dulu. Kau yang akan pertama kali kubakar!” Katanya penuh amarah. Hanoman meloncat menerkamku, akupun menghindar dan mencoba berlari. Aku merasa putus asa berada dalam pengejaran mahluk sakti dan gila akan pembakaran. Aku kemudian bersembunyi diantara tumpukan kayu dan berharap menjadi sebongkah kayu saja. Setidaknya takkan merasakan letupan di sekujur dagingku saat terbakar. Aku berusaha percaya bahwa aku memang hanya sebongkah kayu.

Aku terbangun dan merasa heran telah berada di sebuah rumah. Seorang tua tersenyum kepadaku, ia mengaku sebagai orang yang menyelamatkanku dari nasib yang membara, ia kemudian memungutku, memahatku, mengadopsiku dan memanggilku dengan sebutan Pinokio, akupun pura-pura setuju. Katanya, sebelum bentuk pahatan hidungku selesai tadi, aku keburu bangun, dan untuk menyempurnakannya aku disarankan untuk banyak berbohong. Kumulai dengan membohongi seorang gadis berkerudung merah saat kuperkenalkan diri sebagai orang yang tertunda makan siangnya, kukatakan bahwa catering langgananku adalah seorang nenek yang pelupa. Sikerudung merah itu berkata bahwa kotak yang dibawanya adalah kotak makan siang Pandora dan tak boleh dibuka kecuali olehnya. Aku memasang muka memelas dan merayu gadis itu untuk memberikan kotak yang dibawanya. Tiba-tiba seekor serigala muncul dan menghampiri si kerudung merah, serigala itu membisikan kalimat-kalimat panjang padanya.

“Demi saat-saat dimana kesejatian cinta menjadi mungkin!! Demi akhir bahagia di setiap cerita!! Aku tahu kau hanya mahluk kayu dengan jantung rapuh, dan aku punya koneksi di kerajaan rayap!!” Si kerudung merah meradang tiba-tiba.

“Ancamanmu takkan membuatku takut!” Kataku pura-pura berani.
“Selama kau menginjak tanah, kau tak akan bisa lari dari ancaman rayap. Mereka mampu melahapmu dengan cara keji dan menyakitkan!”. Sejauh ini aku tak bisa lagi melanjutkan kepura-puraan dan terpaksa bentuk hidungpun menjadi taruhan, akupun meminta maaf dan menawarkan tiga ekor babi atau tujuh liliput sebagai ganti rugi, tapi ia memintaku sepotong rusuk kiri Peter Pan yang tak terlalu bengkok, dan tulang rusuk itu harus diambil saat ia merasa bosan dan kesepian. Karena katanya, tulang rusuk seseorang yang disiksa rasa bosan bisa menjelma sesuatu yang berharga. Peter Pan lah yang paling mungkin didera rasa bosan, karena ia tak pernah tua. Menurutku, permintaannya lebih sulit dari membangun seribu candi.
Meski suatu kekejian yang pada awalnya aku rencanakan, tapi pembunuhan hanyalah bentuk kekejian yang terlalu gamblang, aku merasa berat melakukannya. Lagipula aku merasa bukan bidangku jika aku harus mencabik perut seseorang dengan pisau tajam, kemudian me-matahpaksa-kan jajaran iga-iga, kemudian menimbang yang mana yang sedikit lebih lurus dan pantas untuk dipersembahkan. Kekejian seperti itu terlalu langsung dan mudah dipahami, apalagi untuk ukuran orang sekelas Rambo. Aku membutuhkan perkakas yang luar biasa, yang tak tajam tapi bisa membuat proses ini menjadi lebih rumit dan sulit dipahami. Aku teringat tongkat ajaib milik Ibunda Peri. Aku mungkin bisa meminjam atau menyewanya untuk tugas ini. Akupun berangkat ke rumah Cinderella.

Rupanya aku datang di saat yang tak tepat, Ibunda Peri dan Cinderella sedang dalam percekcokan. Tadinya aku mengira masalahnya timbul karena sedikit perbedaan waktu masa kadaluarsa mantra-mantra, tadinya aku mengira ada sedikit perbedaan menit antara jam tangan Cinderella dan jam dinding istana. Tapi setelah kusimak pembicaraan mereka, ternyata masalahnya bukan disana. Cinderella hanya ingin seperti perempuan yang lainnya yang tak mudah didapatkan, sedikit ingin melihat laki-laki mengap-mengap mengejarnya. Bagi Cinderella, sang pangeran terlalu gampang mendapatkannya, tidak terlalu banyak menguras keringat. Rupanya Cinderella terlalu banyak terpengaruh telenovela pikirku.

Cinderella protes keras, kenapa setelah jam kerja mantra bubar, sepatu kacanya tak berubah menjadi sesuatu yang lain. Kereta kencananya kembali berubah menjadi labu setelah dentang dua belas itu, kuda-kudanya berubah menjadi tikus-tikus, pengawal menjadi kadal, tapi kenapa sepatu kacanya masih sepatu kaca hingga pangeran mudah saja mengendus siapa gerangan dirinya. Cinderella bertanya pada Ibunda Peri, dari mana sepatu kaca itu ia dapatkan. Dan di bawah sepatu itu tidak tercetak tulisan Made in manapun untuk sekedar petunjuk, supaya Pangeran tersilap bahwa itu sepatu miliknya. Para Pendekar Cibaduyut-pun tak punya petunjuk untuk hal itu. Ibunda Peri masih bungkam tentang muasal sepatu kaca itu. Ah, aku tak ingin terlalu jauh terlibat dalam sengketa yang tak jelas kumengerti ini. Lagipula hati perempuan memang sulit ditebak. Sebaiknya aku segera pergi ke Neverland, gimana nanti jadinya sesampainya aku disana. Mungkin sedikit kenekadan diperlukan kali ini.

Neverland memang tempat yang indah, sepetak tanah yang tak pernah, akupun salut karena tak ada proses administrasi firdaus yang rumit disini, hingga aku tak perlu menyamar sebagai seekor ular untuk bisa masuk. Aku akan betah berlama-lama disini jika aku tak ingat untuk tujuan apa aku kesini. Aku menuju rumah Peter, tapi yang kutemukan hanya Tinkerbell yang sedang uring-uringan durja, ketika kutanya tentang Peter ia menjawab
“nyip.. nyip.. kuing..”, baiklah sebaiknya aku langsung saja terjemahkan apa saja yang ia bilang ke dalam bahasa biasa. Katanya Peter Pan sedang tidak ada, ia sedang mengantar Wendy untuk mendaftar kontes kecantikan yang jurinya ternyata Cermin Ajaib dan memperebutkan piala Hutomo Mandala Putra. Jika saja aku kesini hanya berniat wisata, aku tentu takkan kecewa. Tapi ancaman gadis itu terngiang, lagipula sebagian besar aku kemari bukan soal itu, tetapi entah kenapa hatiku mendesir jika teringat gadis itu. Manis dan berkerudung warna merah, merah yang mempesona meski tanpa gambar lambang perkakas kerja bersilangan.

Diperjalanan aku bertemu seorang lelaki yang wajahnya mengingatkanku pada raut Oliver Twist dan kemudian ide cemerlangku muncul. Kenapa tidak kuambil saja rusuk orang ini dan bilang bahwa yang kubawa adalah rusuk Peter Pan, lagipula aku pernah disuruh ibuku untuk mencari hati babi dan yang kuserahkan justru hati anjing yang telah beristri. Aku mengendap menghampiri laki-laki itu, mendekatinya dan siap menerkam. Aku tak akan terlalu berdosa membunuh orang dengan wajah yang telah kehilangan semangat hidupnya pikirku. Laki-laki itu menatapku dengan mata yang tak akan kalian temukan pada lukisan Jeihan, ia tiba-tiba berkata,

“Sebaiknya kau segera bunuh aku, ambil seluruh tulangku yang penuh karat derita”. Kalimatnya mengandung kesinisan dalam derajat yang tak kukira.
“Apa yang telah terjadi?”. Tanyaku terpancing.

Laki-laki itu terduduk, tangannya melingkar mengikat lututnya sendiri, kemudian tertunduk dalam. Kuharap ia bukan dia, laki-laki yang akan merusak seluruh bangunan cerita ini. Yang justru membelokan cerita kearah kekecewaan, saat seorang perempuan yang mangkir dari janji untuk bertemu dengannya atau semacamnya. Sudahlah, aku harus menyelamatkan cerita ini sebelum akhirnya laki-laki dihadapanku membuatnya lebih kacau.

Laki-laki itu kemudian berjalan kearahku, ia berdiri dihadapanku dengan tatapan tidak mengarah tepat di mataku, tetapi lebih jauh keatas, mungkin memantau bagaimana rambutku dimainkan angin. Ia mencabut selembar rambutnya sendiri dari atas kening, melangkah lebih dekat kearahku dan entah kenapa tubuhku merasa lemas dan tak mampu bereaksi sepatutnya. Tangan kiri laki-laki itu memegang kepalaku, turun kearah telinga kiriku, membuka rambutku yang menghalangi telinga dengan usapan yang halus dan mengancam. Aku masih tak bisa berbuat apa-apa, aku merasakan tubuhku seperti kayu lapuk semata. Tangan laki-laki itu terangkat dan dengan segera memasukkan selembar rambut yang dipegangnya kedalam telingaku. Aku merasakan rambut itu tumbuh dengan cepat dan cermat, setajam kawat lancip menjulur menuju benakku, aku merasakan sakit sangat. Menjalar melingkar. Rambut itu telah sepenuhnya masuk dan semakin kurasakan tumbuh didalam sana. Laki-laki itu memegang kedua telingaku seolah tak mengijinkan selembar rambutnya yang sedang tumbuh dalam kepalaku itu untuk melongok keluar.

Laki-laki itu kini menatapku tajam, tersenyum dan perlahan wajahnya berubah berbulu putih, matanya perlahan hijau. Lalu aku mengenalinya.

“Aku akan membakar setiap kemungkinan bahagiamu!, menghanguskan tiap inci senyumu..” Katanya penuh ancaman. Ia menyeringai dan aku balik menghardik binatang peliharaan Walmiki itu, tapi rasa sakit dalam kepalaku menghalangiku untuk melakukannya. Aku terpejam dengan hati penuh kutuk terhadap kera putih bermata hijau dihadapanku dan badanku tanpa tenaga.

Rambut kawat dalam kepalaku bergulung-gulung, mungkin benakku sudah tercecer andai Hanoman tidak menutup kedua telingaku. Perlahan aku membuka mata, dan wajah dihadapanku kini menjadi seraut gadis berkerudung merah, ia tersenyum sinis kepadaku.
“Aku akan selalu setia untuk berusaha membuatmu menderita, membuatmu melakukan hal yang sia-sia”. Bisiknya perlahan namun yakin. Tiba-tiba hatiku diliputi dendam terhadapnya, padahal aku belum lupa bagaimana aku sempat kasmaran terhadapnya. Lalu si kerudung merah itu tersenyum lagi. Saat ia melepaskan tangannya dari telingaku ternyata tak seperti yang tadinya kukira, tak ada benak berhamburan, tapi justru rasa sakit dalam kepala semakin menjadi, selirih anginpun dapat menajamkan sakit ini. Tenaga dari tubuh lenyap tanpa sisa entah kemana. Gadis itu membungkuk dan menggapai kotak yang tergeletak di tanah. “Makan siang Pandora”, bisikku dalam hati. Sekali lagi ia menatapku sekilas kemudian membuka kotak itu perlahan. Aku bisa melihat isi kotak itu, sebuah topeng dan gadis itu melepas kerudungnya kemudian memakaikan topeng itu di wajahnya sendiri. Kali ini aku sadar, topeng itu ternyata wajah Cinderella. Kini ia berdiri di hadapanku. Sebagai Cinderella.

“Kau tahu apa yang paling aku sukai?”, gadis bertopeng Cinderella berbicara. “Aku akan sangat menikmati menyaksikan seorang pria yang menderita”. Lanjutnya kemudian, dan aku merasa muak melihat romannya yang dibuat-buat. Aku merasakan rambut yang bergulung-gulung di kepalaku telah mencapai tenggorokan, turun merayapi dada.

Gadis dihadapanku kemudian membuka topengnya, dan setelah topengnya terbuka, giliran wajahku sendiri yang muncul. Aku tersentak menatap diriku sendiri berdiri tegak dihadapanku dalam angkuh.

“Kau tak akan pernah tahu tentang apapun yang terjadi sesungguhnya” Katanya datar. Aku tak mampu berbuat apapun, aku hanya merasakan tubuhku terbungkus dari dalam secara perlahan.

Cileunyi, 15 Juni 2007

*Pemenang Lomba Cerpen se-Jawa-Bali yang diadakan oleh LPM Suma Unisba (2005).
Read more!

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Aqidah Filsafat UIN SGD Bandung. Semoga bermanfaat.Amien. Read more!