TUHAN?

Jumat, 07 Desember 2007

Ayat-ayat mu tercabik-cabik
terkoyak-koyak
oleh keserakahan
ambisi nafsu duniawi
Dimanakah dirimu TUHAN?

Dago, 23 Desember 2005

TUHAN

TUHAN, Aku sering bertanya pada langit
pada bumi
pada setiap yang tersadari
dimanakah engkau berada?
Hati ini ngasih jawab :
Tuhan ada dalam jiwa yang suci

Dago, 23 Desember 2005


PEREMPUAN

Perempuan itu Goblog.

Dago, Juli 2007


PEREMPUAN

Dia Perempuan Baik

Dago, September 2007
Read more!

Serat pakuat-pakait

KUMISALPEDITOX

Nyakclak totos lalangit pangiuhan,
nyalaleungir bari namprak kaluhur kanu gopur
Munyunghul anu ajeug pageh
manjangkeun leungeuna nuharejo kerngagupayan anu hirup
sangkan nampi anu nolol kaluar matak kabita.
Tapi laindei numurungkut bari jameudud mikiran nungalayang

bakat benang kukasedih, budak cerik, indung bapana ngajerit, dulur salembur kabur,
kurulang-kuriling neangan penempatan
eta mang rupaken kahirupan manusa di alam dunia, silih pakuat-pakait bener-salah,
luhur-handap, harep-tukang, lalaki-awewe, langit-bumi, hirup-paeh, nolol-nyungseb, kulah-cai, juru-sisi, bor-kapur kardus-esi, akar-tangkal, indung-bapak, kolot-budak, adi-lancek,
nyai-akang, teteh-aa, nini-aki, abah-ambu, mojang-jajaka, agama-filsafat.
Read more!

Ngagelebug

kumisalpeditox

Berhembus angin malam berdamping cerahnya bulan
Berhembus angin siang bersandar terangnya cahaya matahari
Berhembus angin darat berayu lambayan dedaunan
Berhembus angin laut benarik tarian ombak

Berhembus nafas dipagi hari ¼ dinginnya subuh
Berhembus nafas disore hari ¼ dinginya ashar
Berhembus nafas yang mendengkur lelapnya tidur
Berhembus nafas yang sekarat 1/2nya kematian

Berhembus angin malam ibarat terbakar disembur air
Berhembus angin siang ibarat ½ kecepatan kipas angin
Berhembus angin di taman tulang malam hari membuat bulu punduk merinding
Berhembus angin perhubung lewat membuat hati kaget

Berhembus nafasmu bau
Berhembus nafas sang Naga membuat hancur Dunia
Berhembus nafas knalpot membuat manusia keracunan
Berhembus nafas lemari ES membuat manusia membeku

Berhembus angin dilautan membuat ikan takan pernah mati
Berhembus angin ditepi gunung membuat pohon menjadi kokoh
Berhembus angin dilangit membuat awan menjadi rapih
Berhembus angin diangkasa membuat planet berputar

Berhembus nafas makhluk dilautan keluar dari insang
Berhembus nafas makhluk didaratan saling berhubungan antara tetumbuhan
Berhembus nafas makhluk diudara membuat sayap menggeplak
Berhembus nafas makhluk ditanah membuat menjadi gembur
Read more!

Izinkan [aKu Kenal Kamu]

Sebuah refleksi atas tatapan kita kemarin-lusa

Disaat perjumpaan denganmu
Menatap senyum-Mu adalah segalanya
Hanya bagiku kaulah segalanya
Yang berusaha menasihati dalam perjamuan ini.
Tapi hanya sesaat kita berjumpa
Setelah itu; kita berpisah dalam
Arah yang berlainan
Seperti kayu yang menjadi abu
Lalu tertiup angin
Aku bagaikan puing batu kelabu
Sekarat dihadapanmu

Aku lepas digergaji waktu
Dan merenungi !
Setiap bayang-bayang itu.


Sekedar Prolog;
Bintang gemintang yang menghiasi gelap malam menebarkan khayalnya ke langit yang diselimuti kabut. Khayal yang melekat dilerung-lerung ingatannya memunculkan citra ke-Akuan yang merana dan menderita. Sambil menyaksikan bentangan sayap-sayap khayalnya aku berkata “apakah aku akan kehilanganmu, karena aku merasa memilikimu” khayalku adalah kesunyian yang paling menyiksa jiwaku.

Dalam kesunyian; bulan menghilang
Ketika malam menggenapkan nada burung
Pada batang cemara sunyi.
Ada yang berderai! Ketika;
Seperti jiwa yang bersitahan
Meredam amuk badai dalam gerimis terakhir
Yang menyeret luka telanjang
Keujung selatan paling sunyi-merekahlah kesumat
Dipenghujung malam,
Terdiam lukai setetes nista.
Ketika terselimuti nyanyian subuh.

Terkadang kita memaknai kebenaran sebatas realitas yang nampak, seringkali terjebak pada hal-hal bersifat inderawi. Sesuatu dikatakan real Apabila dapat menyentuh kulit, sebatas mata memandang, alunan bunyi yang masuk lewat telinga dan lain sebagainya. Itu hanyalah gambaran bagaimana manusia dapat mengenal wujud realitas yang material tidak menjelaskan kebenaran yang mutlak, kalau meminjam istilah Plato adalah bayangan dari dunia idea. Lalu timbul pertanyaan apakah realitas itu tetap atau berubah? adakah hubungan antara yang kekal dan abadi, di satu pihak, dengan yang berubah? di pihak lain karena Segala sesuatu terus berubah, tak ada yang diam. Realitas yang terus bergerak dianalogikan seperti aliran sungai. Hidup terus berjalan [menjadi] tanpa kita pernah mengerti tentangnya kita tak bisa masuk dua kali ke dalam aliran sungai yang sama.
Hanya ada satu yang benar-benar nyata, yang tidak berubah, yaitu Logos atau rasio (prinsip yang tak berubah atau sebab imanen dalam segala perubahan)

Siapakah Aku?
Merayapi lembah gunung ada luka dalam duka, dilempar kedalam kawah memanjat tebing-tebing sunyi memasuki pintu mistery menggores batu dengan kata sederhana.

Setelah tubuhku lelah berlari dari kekaguman
Untaian lisan; tak lebih dari sekedar bualan.
Tulisan hanya pengantar lelap.
Pada sebatang pohon,
Kusandarkan mimpi atas tubuh yang terkoyak.
Sebelum langit berhenti.
Sekejap;
Matapun tak mampu memandang.

Ketika Gilang pertama kalinya melihat sosok aku yang urakan, kucel, dekil, dan gondrong tak ke urus. Pasti akan punya kesan negatif terhadap penampilanku, sah-sah saja bukan saja kamu yang beranggapan seperti itu bahkan hampir semua orang beranggapan apa yang kamu persepsikan tentang aku. Kenapa orang menstigmakan pandangannya seperti itu? Adakah yang salah dengan diriku? jika suatu objek dipersepsi hanya melalui bentuk visual, maka yang nampak hanyalah sebagian bentuknya saja karena kebenaran yang absolut berada di dunia idea. Dunia yang nampak hanyalah pantulan dari bayangan dunia yang sebenarnya. jangan-jangan semua apa yang kita anggap sebagai kebenaran hanya dilihat dari persepsi indrawi.tidak dalam kaidah subtansi yang sesungguhnya. Atau yang lebih parahnya lagi menurut pandangan orang lain. “Suatu kesalahan yang di ulang-ulang akan menjadi kebenaran”

Seperti cucuran air mata
Membuyar di kelopak pandangan.
Bergemuruh hentakan,
Sudut-sudut alam.Temaram siang itu;
Nampak riuh disiram rintik hujan
Menjadikanya segenggam
Harapan yang telah mati;
Mati dalam mengharapkan mu
Sebagai dewi yang datang dari nirwana
Tatapan;
yang kau siratkan kemarin petang.
Melambai dibarengi Seutas senyum,
Kini; tertinggal Dalam kesadaraan
Seiring nafas berhembus.

Kalau boleh jujur aku anti kemapanan, penampilanku selama ini adalah bentuk protes terhadap pandangan umum. ketika kebenaran hanya sebatas simbol maka nalar (pikiran) manusia telah hilang sebagai makhluk yang konon paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Orang dikatakan baik atau sopan apabila ia berpakaian rapi, selalu pake kameja, rajin kemasjid. Padahal kita ga tahu apa yang ada didalam pikirannya atau dibelakang kita berbuat apa, yang tidak semestinya sebagai makhluk ber-akal. Bagiku kebaikan itu adalah proses menjadi.
Adakah hari esok?
Ku-kenal kamu dari jauh, bergetar hati melihatmu
Matamu bening, suaramu bening
Semangatmu hening, wajahmu lembut
Senyummu lembut wujudmu getarkan rasa.

Ketika malam dibungkus selimut hitam, saat orang meringkuk dikedinginan dalam tidur lelap, Aku masih terjaga, duduk dibalik batu yang bisu di saksikan awan yang muram nampak bergejolak oleh goncangan badai. Ada sesuatu yang membuat aku enggan untuk melenyapkan diri dari alam ketersadaran, yang selalu hadir dan mengusiknya hingga akhirnya aku harus merenung dan memikirkan semua itu yang mesti ada jawaban.
Dengan pengalaman aku mengenal kamu,
Melalui ingatan wajah-mu masih terkenang,
Kesaksian akan itu tak bisa terbantahkan.
Berangkat dari rasa ingin tahu;
Tersirat berbagai pertanyaan?
Nalarku menarik pada kesadaran.
Dengan logika; luruskan jalan kesimpulan ini.

Entah melalui jalan Skeptisme, Subjektivisme, Relativisme, Nihilisme, atau dengan mistisme, ah persetan dengan semua itu! Tiupan angin menusuk tulang, hawa dingin menyelimuti tubuh yang merangsek tulang, sesekali aku bergetar dan menggigil Berbatang-batang rokok telah kuhisap, dua gelas kopi hitam habis ku reguk, namun perasaan itu semakin besar menghujam hingga akhirnya aku pasrah dalam ketertindasan memaknainya. Sambil membatin aku berucap “kehilangan adalah kepedihan, berbahagialah engkau, wahai pecinta, yang tak memiliki apa-apa, maka tidak akan kehilangan apa-apa.
Hati yang gusar,
menatap rasa dingin.
gemerlap cahya bulan; sebatas hiasan
matahari tak cerah lagi
tak ada lagi tiupan angin,
bahkan mimpi-mimpipun akhirnya terkoyak
pekat malam
tak goyahkan jasadku
tuk segera terlelap,eksistensi:
sebatas nyanyian di padang syiria.
Lorong pikiranku
berujung di batas kematian,
sang kekasih;
kehembuskan ayat-ayat cinta dalam mimpimu.
Ketika kau sadar, semuanya telah berlalu.
Tak ada lagi cerita indah
Tersisa hanyalah settitik buih pasir
Ditelapak raga.

Aku tak pernah dapat mengenal seseorang secara utuh pada pertemuan pertama. Kita butuh waktu untuk mengenal bagian terdalam dari diri seseorang. Pertama kali kita mengenali seseorang tentu berdasar kabar mengenai orang itu, kabar itu memberikan banyak praduga dalam diri kita. Lalu pada saat kita melihatnya secara langsung, sebagian praduga itu berguguran, karena melalui pandangan inderawi sendiri kita menemukan keindahan tubuh yang lebih dari apa yang digambarkan orang lain. Kemudian, dengan mencintai keindahan tubuh yang kita lihat, kita akan mencintai bukan lagi keindahan yang kita lihat itu melainkan juga sesuatu yang tidak kelihatan, yaitu jiwa yang indah. Dari sana kita menuju cinta akan pemikiran dan ide-ide yang indah, lalu kita bergerak menuju cinta sejati.

Bila ziarahku usai disini,
Sebelum berpapasan dengan nafas-Mu
Ijinkan aku melesap di petapaan
tanpa ada tangisan.
Usia bukan milik kita; Glang,
Hanya satu, pintaku; Glang,
Jalarkan sebaris Edellweis
Senyummu dipusaraku. Aku
Pergi ketempat yang damai nan kekal:
Seabadi potretmu dihatiku

Keramaian yang selalu menggema seketika terasa diam, hampa, tanpa ada nyanyian manusia yang membicarakan hidupnya. Hanya ada aku yang terdiam dipojok reruntuhan jiwa, jatuh tertimpa kenyataan cinta yang enggan menyapa. Yang dimana semua harapan-harapan pencarian kebenaran akan cinta musnah sudah tanpa ada yang tersisa lagi dan akhirnya mati mengenaskan. Akankah cinta itu mewujud dalam wujudnya yang absolut ?

Ciung Wanara, November 21 th 2007 [05;30 am]
[lelaki Disimpang ke-Gilaan]
Read more!

men[cinta]imu

SYAHDAN, suatu hari seorang kakek berucap pada pemuda yang dicampakkan cintanya, “adakah engkau mencintai sesuatu yang diharapkan datang menyapamu: sekalipun berasal dari dunia antah-berantah?”. Pemuda itu hanya diam.
Manusia seringkali dihadapkan pada persoalan paradoks hinaan dan pujian, sedihan dan kebahagiaan; yang berbaur dalam kefanaan. Cinta, selain dianggap sebagai omongan para bencong, pada kenyataannya memang tabu diperbincangkan. Pertanda manusia belum cukup dewasa menerima segala ketaksempurnaannya.

Ada hal yang lebih menarik mengapa cinta ada di ruang privat: sebab di sana ada jerembab kategori perempuan dan lelaki; temali-keterikatan: sisanya hanya perpapasan antara “[Bu]Clitor dan P[ak]Enis”. Tapi bagaimana jika percintaan tak diasumsikan sebagai persekongkolan antardaging?
Sartre pun juling menatap cinta, “Seseorang mencintai lawan jenisnya karena ingin menguasai yang dicintainya; baik pikiran, waktu, dan tubuh.” Maka cinta menghantam dari ketaksadaran kita. Dia datang, tak pernah diduga; lalu diam dalam struktur anatomi tubuh, mengkarat, dan mendarah daging! Ya, memang ini daging. Tapi Sartre mungkin lebih senang bilang: daging-akal-bulus.
Tapi dapatkah jika cinta digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan: kekerasan yang secara diam-diam diidamkan bersama-sama?
Ternyata manusia masih berkutat pada hal-hal sepele. Orang terkadang mencintai lawan jenis didasarkan pada kebutuhan biologisnya, bukan berasal dari cinta un sich, pada kesungguhan wujudnya. Bahkan, suami-istri yang saling mencintai sekalipun; ketika prosesi intim, yang berkata bukan cinta; tapi nafsu. “Senggama juga terjadi di kepala, Brow!” tiba-tiba Erica Jong teriak!
Apakah cinta dan nafsu punya kesamaan, atau pembeda. “Tapi bagaimanapun,” ungkap pemuda itu akhirnya mengurai kata, “yang kini nyata adalah keduanya berakhir di persinggungan gesek dan kejang. Jadi mungkin cinta itu bahasa halusnya, dan nafsu bahasa kasarnya. Toh keduanya mempunyai tujuan yang tak terlalu beda, simulasi birahi: sisanya cuma mengaduk cairan luka. Hasrat.”

[lelakidisimpang [kegilaan]
ciung wanara 2007
Read more!

ADIOSSOLITERIUM

Mayz; bila ziarahku asai disini, sebelum akhirnya kulekatkan
Nasib ini, izinkan aku melesap dipertapaan tanpa ada
angisan. Usia bukan milik kita, may

Hanya satu, may;
Jalarkan sebaris edellweis senyumu dipusaraku. Aku
Pergi ketempat yang damai nankekal; seabadi potretmu
dihatiku

Lelaki disimpang ke[gilaan]
Julyduarebutujuh
Read more!