Bercermin ~ AQIDAH FILSAFAT UIN SGD BANDUNG

Bercermin

Kamis, 29 November 2007

Satu kali dalam seumur hidup, kita pasti pernah bercermin. Apalagi yang dirumahnya ada kaca cermin paling tidak setiap kali akan berangkat kerja pada waktu pagi misalnya pasti akan bercermin. Tanpa ada kaca cermin bukan berarti tidak pernah bercermin. Untuk bercermin bisa digunakan berbagai media. Air bening pun bisa menjadi alat bercermin, seperti dalam cerita-cerita Ko ping kho, ketika seorang wanita dara remaja yang ingin melihat wajahnya yang konon jantik jelita. Kalau sadar, cerita orang lain mengenai diri kita juga adalah cermin.
Berbicara tentang cermin pasti akan berkaitan dengan bayangan sesuatu yang dicerminkan. Sesuatu itu bisa kita atau bukan kita, benda misalnya. Sesuatu yang dicerminkan oleh alat bercermin disebut sebagai bayangan, suatu gambaran yang memiliki kesamaan tapi tidak persis sama dari apa yang sebenarnya.

Bercermin dalam kehidupan sekarang ini, ketika manusia sudah bisa menciptakan semua hal yang diperlukan adalah suatu perbuatan yang biasa. Sayangnya, bercermin tidak mempunyai makna lebih selain melihat nilai estetisnya sesuatu yang dicerminkan. Bercermin seperti itu barngkali adalah kegiatan yang kurang memiliki makna esensial dalam laitannya dengan lehidupan.
Padahal, dengan bercermin kita seharusnya sadar paling tidak bahwa kita adalah setidaknya apa yang ada di dalam cermin. Di sisi lain. Zaman sekarang ini kita pun celakanya lebih yakin atas gambaran kita menurut apa yang ada dalam cermin ketimbang diri kita sendiri yang sehari-hari dialami.
Sekarang ini, kita lupa bahwa dibalik kegiatan bercermin ada makna=makna lain yang bisa jadi sebelumnya terhijab karena kita terlalu memfoluskan bercermin hanya untuk melihat estetisnya sesuatu saja. Padahal, dalam bercermin kita akan melihat siapa kita, seperti apa kita bahkan apa yang telah terjadi dalam diri kita. Dalam bercermin kita seharusnya sadar apa yang telah kita lakukan dan apa yang harus dilaksanakan.
Tentu saja untuk itu semua sarat yang utama adalah bahwa dalam bercermin kita mau tidak mau harus berani jujur terhadap diri sendiri serta kenyataan. Seperti halnya kaca cermin yang tak pernah bohong atau memanifulasi dalam menampilkan bagiamana wajah kita walaupun tidak sebenarnya.
Bercermin adalah satu titik momen yang dapat membawa kita untuk senantiasa berubah dan berubah. Berubah kearah yang lebih sempurna, sebagaimana tujuan dan harapan awal kita ketika hendak bercermin.