Igau ~ AQIDAH FILSAFAT UIN SGD BANDUNG

Igau

Senin, 01 Oktober 2007

Igau Kentuckian

Aku menjinjing doa kesana-kemari
Seungkap harap dalam hasrat
Tanyalah pada Ibrahim
Bagaimana ia mencari Tuhan

Aku berfikir dalam merasa
Semedikan diri pada tanya yang meruntuhkan
Sabda-sabda sebelumnya yang diyakini
Kini, lahar kesia-siaan saja
Sebagai kopi hangat dalam hidupku

Hal inilah yang kutemukan dikamar kecil
Setelah shubuh kutelan mentah-mentah


Sepucuk Pernyataan, Elia!

Elia,
Kau titikkan sebercak cerita pada ketiak benakku
Bahwa lorong-lorong kehidupan penuh dengan tanya yang tak selesai
Dan aku harus menjadi
Seperti Muhammad yang berani menabahkan diri
Di tengah kaum jahiliah

Kini biarkan aku mentashbihkan jiwaku
Merukukkan hasrat dan harapku
Mensujudkan segala inginku
Karena tak ada yang mampu meng-imankan
Kecuali Dia


Di Kamar Ini Aku Selalu Menanti

Di kamar ini aku selalu menanti
Mentuma’ninakan cinta
Dan kasih yang merobohkan seluruh dendam

Aku atau kamu masih berhutang
Di sepanjang perjalanan kita
Marilah kembali…!

Surat Untuk Para Kekasih

Aku mengenangmu wahai para kekasih
Dari layar sejarah aku telan
Kesetiaan, kesabaran dan cinta
Yang kau bungkus dengan rindu

‘getarku mungkin tak sampai’

Berapakali aku bercakkan tintamu
Pada buku harian
Ternyata selalu percuma saja
Dosa dan doa kini mulai mengkabur
Oleh keinginan dan hasrat yang meraja
Mampirlah! Mampirlah!
Wahai para kekasih
Peluklah jiwaku yang menggigil
Di tengah gelombang hidupku!

Atau dunia ini tetap aku acuhkan
Wahai para kekasih
Mampirlah!
Di sini semakin tak terarah
Dimana jejak yang harus diikuti
Dan yang harus dihindari


Setangkai Jiwaku
- Buat Orang Tuaku

Wahai orang tuaku
Aku kirim bungaku untuk-Mu
Tapi aku tak tahu ini bunga apa

Kerinduanku adalah benih persetubuhan
Embun dan bunga di telapak matahari
Untuk-Mu aku ingin kembali!

Wahai orang tuaku...


Sepanjang Malam

Sepanjang malam aku mengunyah yang sudah terjadi
Dan sabdamu belum sempat kulipat di hati
Semuanya telah terbuka antara luka dan dosa
Kini, aku harus diam

Keangkuhan rinduku menggetarkan
Seribu hasrat pada-mu
Tenggelam dan tenggelam.

Di sini, wahai sang tercinta!
Ada keributan antara raga dan jiwa
Antara anak-anak dan orang tua
Sehingga geletar yang merajut makna
Tak terdengar mengkidung sebuncah pun

Sepanjang malam menangiskan diri
Sesujud penyesal di hamparan hening dan nama-mu
Kini, aku harus diamkah?